Yen tengah melemah. Kondisi demikian membuat Jepang jadi buruan wisatawan. Jepang mencari cara untuk menyiasatinya karena merasa terganggu dengan turis. Rencananya, Jepang memberlakukan harga khusus.
Mengutip dari detikTravel, Jumat (21/6/2024), Bangkok Post memberitakan keluhan tentang kepadatan dan perilaku buruk turis makin sering terdengar di Jepang. Beberapa komunitas di Jepang memilih kebijakan strategi harga.
Mereka sedang mencari cara untuk mengendalikan arus tanpa kehilangan pendapatan, salah satunya mengenakan harga yang lebih mahal untuk turis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Walikota kota Himeji di bagian barat, mengatakan ingin mulai mengenakan biaya kepada wisatawan asing enam kali lebih banyak daripada penduduk lokal. Rencananya, biaya itu akan diberlakukan di Kastil Himeji, tempat wisata berusia 400 tahun yang jadi ikon di kota itu.
Turis internaisional harus membayar sekitar USD 30 atau Rp 493 ribuan untuk mengunjungi Istana Himeji yang terdaftar sebagai Warisan Dunia, sementara penduduk lokal hanya dibandrol USD 5.
Gubernur Osaka Hirofumi Yoshimura menyatakan dukungannya terhadap gagasan tersebut dan mengatakan ia ingin melakukan hal yang sama di Istana Osaka.
Praktik perbedaan harga untuk turis telah lama dilakukan di beberapa negara Asia yang memiliki pendapatan per kapita lebih rendah. Misalnya saja Taj Mahal, turis harus membayar 20 kali lebih mahal daripada penduduk India.
Selain strategi harga, beberapa wilayah Jepang memilih kebijakan lain seperti Kyoto. Kota itu melarang turis untuk masuk ke bagian distrik geisha di Gion. Sedangkan Kota Fujikawaguchiko memasang tirai penghalang supaya turis tidak berkumpul di depan minimarket untuk mengambil foto Gunung Fuji yang ikonik.
Artikel ini telah tayang di detikTravel dengan judul Banjir Turis, Jepang Ingin Naikkan Harga Tempat Wisata.
(bnl/sud)