Wisata religi di Tasikmalaya sangat terkenal di kalangan umat Islam Jawa Barat. Masyarakat biasanya berlibur sekaligus mencari berkah kyai melalui ziarah kubur.
Sebagai kota santri, Kabupaten Tasikmalaya sudah lama dikenal dengan banyaknya pondok pesantren tua. Dikutip dari laman NU Online Jabar, Pondok Pesantren Suryalaya Tasikmalaya adalah salah satu yang tertua dan berdiri sejak tahun 1905.
Ponpes era kolonial lainnya yaitu Ponpes Miftahul Huda Manonjaya dan Ponpes Cipasung. Hal ini diperkuat dengan banyaknya makam kuno milik tokoh penyebar Islam di seluruh Kabupaten Tasikmalaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wisata Religi di Tasikmalaya: Masjid, Pesantren, Makam
Situs religi menjadi tempat persinggahan para muslim yang mencari syafa'at, seperti yang diberikan Allah SWT kepada para alim ulama. Sejarah hidup para pendakwah juga menjadi sumber inspirasi umat Islam saat ini.
1. Masjid Agung Manonjaya
![]() |
Dikutip dari laman jurnal Sejarah Masjid Agung Manonjaya karya Zainuddin, masjid kuno ini adalah peninggalan bersejarah dari Nagara Sukapura tahun 1632-1901 M. Sukapura adalah nama pemerintahan bentukan Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Raden Wirawangsa. Wirawangsa telah menetapkan dasar syariat Islam sejak masa kepemimpinannya.
Masjid Agung Manonjaya sendiri dibangun sebagai masjid negara Kabupaten Sukapura di masa Kanjeng Dalem Wiradadaha. Syekh Abdul Muhyi dari Pamijahan adalah ulama berpengaruh yang meletakkan batu pertama disana tahun 1814-1837 M. Bangunannya sempat direnovasi ulang tahun 2010 karena gempa.
Keunikan arsitektur Masjid Agung Manonjaya terlihat dari atap tumpang tiga dengan puncak kerucut. Bagian atasnya dihiasi memolo/kemuncak/mustaka dari perunggu lengkap dengan ventilasi yang besar.
Menurut Syekh Abdul Muhyi, masjid ini mengadopsi elemen bangunan Eropa dan hindu pra-Islam di Jawa. 10 tiang saka guru dan 2 menara yang menjulang tinggi menjadi daya tarik untuk mengumandangkan adzan. Bangunan seluas 6.159 meter persegi ini masuk dalam Benda Cagar Budaya (BCB) yang dilindungi oleh UU No 11 Tahun 2010.
2. Masjid Agung Tasikmalaya
Masjid Agung Tasikmalaya adalah landmark kota yang memiliki nilai estetika yang tinggi. Masjid bersejarah ini awalnya didirikan oleh Raden Tumenggung Aria Surya Atmaja yang kemudian diserahkan ke Patih Demang Sukma Amijaya.
Setelah diresmikan sejak tahun 1888, Masjid Agung Tasikmalaya sempat mengalami renovasi di tahun 1923, 1973, 1977, 1982, dan tahun 2000. Renovasi di tahun 1977 menjadi yang paling berat karena seluruh bangunan hancur akibat guncangan gempa.
Empat menara masjid ini menarik perhatian siapapun karena mirip seperti di Masjidil Haram. Jumlahnya menggambarkan empat ilmu yang wajib dipegang muslim yaitu bahasa Arab, ilmu syariat, sejarah, dan filsafat. Tingginya yang mencapai 33 meter melambangkan jumlah dzikir yaitu tasbih, tahmid, dan takbir kepada Allah SWT.
Selain itu, bagian menara juga terbagi menjadi 3 bagian yang bermakna tentang kesempurnaan muslim yang dilihat dari iman, Islam, dan ihsan. Atap yang memiliki 5 sisi menunjukkan rukun Islam yang wajib diamalkan. Pengunjung yang datang akan dikejutkan dengan keberadaan beduk terbesar di Indonesia yang asri dan terletak di pendopo taman.
3. Masjid Agung Singaparna
Masjid Agung Singaparna dibangun sejak tahun 2009 dengan sebutan lain Masjid Baiturrahman Gebu yang diambil dari akronim "gedung bupati". Masjid ini berdiri di lahan seluas 3.500 meter persegi dan diresmikan Suryadharma Ali pada 28 Februari 2011.
Arsitektur masjid ini sudah tergolong modern dengan 1 menara besar dan 4 menara lebih kecil yang mengelilinginya. Masjid Agung Singaparna pernah direnovasi beberapa kali untuk mendukung proyek alun-alun. Rumput sintetis yang ada di depan masjid menjadi spot favorit bersantai masyarakat di sore hari.
4. Masjid Agung dan Pondok Pesantren Cipasung
Masjid Agung Cipasung adalah pusat peradaban Islam di Tasikmalaya yang lengkap dengan ponpes tuanya. Ponpes Cipasung sendiri didirikan akhir tahun 1931 oleh KH Ruhiat dan terus berkembang hingga tahun 1935 dengan berdirinya madrasah diniyah.
Selain berfokus pada penyebaran Islam, Sang Pendiri juga membuat KKM (Kursus Kader Mubalighin wal Musyawirin) tahun 1937 bagi santri yang ingin belajar dakwah, pidato, dan diskusi setiap malam Kamis. Di tahun 1943, dibuatlah kader dakwah untuk santri perempuan di ponpes tersebut.
Di area masjid ini terdapat makam-makam kyai dan keluarganya yang sering didatangi peziarah yaitu:
- Makam KH Ruhiat
- Makam Nyai Hj. Aisyah (istri pertama KH Ruhiat)
- Makam Nyai Hj. Badriyah (istri kedua KH Ruhiat)
- Makam Rais Aam (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama 1992-1999)
- Makam Ajengan KH Moh Ilyas Ruhiat (putra KH Ruhiat)
- Makam Ajengan Nyai Hj. Dedeh Fuadah (menantu KH Ruhiat)
- Makam Ajengan KH Dudung Abdul Halim.
5. Pondok Pesantren Suryalaya
![]() |
Pondok Pesantren Suryalaya dibangun oleh Syekh Abdullah bin Nur Muhammad, Abah Sepuh 1905. Suryalaya diambil dari bahasa Sunda yaitu "Surya" berarti matahari dan "Laya" berarti tempat terbit. Atas izin Allah dan restu Sang Guru beliau berhasil mendirikan pusat agama Islam mulai dari Masjid di Kampung Godebag, Tasikmalaya.
Ponpes ini menganut Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah dengan bantuan 9 wakil talqin. Setelah wafat di tahun 1956, tongkat estafet diserahkan kepada KH Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin, Abah Anom.
Tidak hanya berperan besar dalam menyebarkan agama Islam, Ponpes Suryalaya juga ikut andil dalam proses kemerdekaan bangsa. Abah Anom terlibat penuh dalam menyadarkan bekas anggota PKI 1965 untuk kembali ke jalan yang benar. Kegigihannya dalam menyebarkan agama Islam sangat besar meskipun diserang lebih dari 48 kali oleh DI/TII.
6. Gua Safar Wadi Pamijahan
![]() |
Gua Safar Wadi Pamijahan adalah lokasi Syekh H Abdul Qadir Djaelani menimba ilmu dari Imam Sanusi. Gua ini terletak di kaki gunung yang biasanya digunakan sebagai tempat penenangan atau Gunung Mujarob.
Gua Mujarob diambil dari kata bahasa Arab yang berarti tempat mencoba. Di sinilah Syekh H. Abdul Muhyi mencoba mencari petunjuk dan berhasil melakukan perintah gurunya untuk menanam padi.
Keistimewaan lain dari gua ini adalah pada areanya yang luas dan panjang. Terdapat batuan gua berkilau lengkap dengan mata air jernih yang disebut sebagai air zam-zam Pamijahan atau air kejayaan. Masyarakat setempat percaya jika ada pengunjung yang pas memakai peci yang tersedia di dalam gua, maka secepatnya akan pergi ke tanah suci.
Dilansir dari buku Sejarah Perjuangan Syekh H Abdul Muhyi karya AA Khaerussalam, berikut fungsi lain dari Gua Safar Wadi Pamijahan:
a. Masa Syekh H. Abdul Qadir Djaelani
- Tempat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
- Tempat ibadahnya para wali
- Tempat pertemuan wali
- Pusat menyebarkan agama Islam.
b. Masa Syekh H. Abdul Muhyi
- Tempat mengenang perjuangan wali menyebarkan agama Islam
- Tempat mendekatkan diri kepada Allah SWT
- Tempat untuk mencari berkah dan menambah kebaikan
- Salah satu media untuk mendapatkan rezeki, misalnya air.
7. Makam Syekh Abdul Ghorib
Syekh Abdul Ghorib adalah ulama dari Demak yang belajar agama Islam berkeliling Jawa, Sumatera, hingga ke Mekkah. Sekembalinya haji dan menuntut ilmu di sana, beliau mendirikan pondok pesantren bersama Sang Istri, Raden Ajeng Ayu Safitri di daerah Kudus tahun 1655 M.
Namun perkembangan pesat agama Islam di pesantrennya dibubarkan VOC karena ditakutkan mengganggu kekuasaan kolonial. Akhirnya di tahun 1708, Syekh Abdul Ghorib pindah ke Jawa Barat dan mendirikan Kampung Pesantren yang kini menjadi Kampung Cibeas.
Berdasarkan jurnal Makam-makam Kuno di Tasikmalaya karya Endang dkk, Syekh Abdul Ghorib memiliki peranan besar untuk membuka situ Cibeureum. Hal ini sangat membantu petani dan masyarakat setempat untuk aktivitas sehari-hari.
Hingga saat ini, makam Syekh Abdul Ghorib di Makam Cibeureum selalu ramai dengan peziarah. Di area tersebut juga terdapat makam Syekh Majagung, tokoh wali yang namanya tertulis di Musyawarah Para Wali, Babad Tanah Jawi versi tembang, Sajarah Banten, Babad Cirebon, Babad Demak, Serat Kanda, Serat Centini, dan lain-lain.
8. Makam Syekh Tubagus Abdullah
Syekh Tubagus Abdullah adalah tokoh penyebar agama Islam yang dimakamkan di Blok Mengger, Kampung Sukabetah, Kelurahan Sukaasih, Kecamatan Purbaratu. Beliau diperkirakan datang dari Banten bersama Sang Istri, Nyai Beunyi.
Perjuangan beliau menyebarkan agama Islam cukup sulit karena mendapatkan tantangan dari tokoh hindu setempat. Syekh Tubagus Abdullah bertekad untuk menyebarkan agama Islam bersama dengan Syekh Abdul Muhyi yang berada di desa Pamijahan.
Demikian rekomendasi wisata religi di Tasikmalaya yang menjadi cikal bakal penyebaran agama Islam. Semoga dapat menjadi wasilah untuk semakin taat dan bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT.
(row/row)