Belasan meriam bersejarah tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun, Kabupaten Sumedang. Dari semua meriam, ada empat meriam cukup unik yang berukuran kecil jika dibandingkan meriam pada umumnya.
Di bagian moncongnya terdapat beberapa relief berbentuk segita melingkar bernuansa khas nusantara atau bermotifkan tribal. Satu Relief lainnya terdapat di atas permukaan bagian belakang yang berbentuk segi empat, belah ketupat.
Dalam sistem persenjataan modern, bentuk meriam ini serupa bazooka atau alat peluncur roket anti tank yang dapat dibopong oleh pasukan saat berperang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Panjang dari meriam ini pun diperkirakan kurang dari 2 meter atau sekitar 1,2 meter. Tepat di sampingnya terdapat sebuah alat penopang atau alat angkut beroda dua bagi meriam tersebut. Di samping alat angkut itu terdapat sebuah tulisan kekinian "Meriam Kumpeni (VoC) Diterima Tahun 1656".
Raden Lily Djamhur Soemawilaga yang merupakan keturanan Karaton Sumedang Larang mengungkapkan, meriam-meriam kecil tersebut bernama lantaka. Meriam tersebut hasil pemberian dari VoC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
"Meriam-meriam itu pemberian VoC yang diberikan kepada (kerajaan) Sumedang Larang, jadi pada saat itu belum masuk ke zaman pemerintahan Hindia Belanda," ungkap Lily kepada detikJabar belum lama ini.
Lily melanjutkan, meriam-meriam kecil tersebut diberikan VoC kepada Kerajaan Sumedang untuk membantu saat melawan Banten beserta para koalisinya.
"Karena pada saat itu memang sedang terjadi konflik antara Sumedang Larang dengan Banten," terangnya.
Lily menuturkan, konflik antara Sumedang Larang dan Banten terjadi saat Sumedang Larang dipimpin oleh Pangeran Panembahan dengan ibu kotanya di Tegalkalong (kini termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Talun, Kecamatan Sumedang Utara). Atau, sebelum pindah ke gedung Srimanganti.
"Nah pada saat ibu kota di Tegalkalong terjadilah konflik antara Sumedang dengan Banten, maka di sana pernah terjadi peristiwa berdarah di sekitar masjid Tegalkalong, yang saat itu dipimpin oleh Cilikwidara sebagai pimpinan pasukan koalisi Banten dari Bali," paparnya.
"Jadi pasukan Cilikwidara pernah menguasai Sumedang Larang kurang lebih satu tahun lamanya namun pada akhirnya dapat direbutkan kembali oleh Pangeran Panembahan Sumedang. Lantaran peristiwa kelabu itu sangat membekas bagi Pangeran Panembahan maka ibu kota Sumedang Larang pun akhirnya dipindah dari Tegalkalong ke Srimanganti," terangnya menambahkan.
![]() |
Lily menambahkan, meriam-meriam kecil yang ada di meseum sendiri tidak ada kaitannya dengan keberadaan benteng-benteng Belanda yang ada di Sumedang.
"Kalau benteng kan pada saat itu belum ada, seperti benteng Gunung Kunci, itu kan tahun 1917," ujarnya.
(mso/mso)