Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat tak hanya memiliki kawasan pantai yang luas. Daerah yang dijuluki daerah wisata ini memiliki beragam panorama alam yang indah.
Bentangan pantai sepanjang 91 km menjadi wajah terdepan Pangandaran, namun di sisi lain wilayah pegunungan dan persawahannya tak kalah eksotis.
Daerah yang memiliki wilayah pegunungan dengan hutan dan sawahnya yang asri berada di Kecamatan Langkaplancar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Ciamis luas wilayah Kecamatan Langkaplancar 177,19 km persegi dengan jumlah 15 desa/kelurahan.
Selain itu jumlah penduduk Kecamatan Langkaplancar dalam catatan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) sesuai data kependudukan bersih tahun 2022 berjumlah 52.082 orang.
Wilayah Langkaplancar berbatasan langsung dengan Kabupaten Ciamis, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Banjar. Daerah dengan perbukitan dan pegunungan hutan ini menjadi wilayah paling ujung di Pangandaran.
Tokoh Masyarakat Langkaplancar Adiwangsa Adiguna (45) mengatakan Langkaplancar dulunya terdiri dari 3 wilayah yang berbeda, termasuk Sukapura (Tasikmalaya), Banten dan Kedung Jeruk Legi Jawa Tengah.
"Dulunya masih terbagi ke 3 wilayah hingga masuk Kabupaten Ciamis dan sekarang Kabupaten Pangandaran," kata Adiwangsa kepada detikJabar, Senin (22/5/2023).
Menurutnya salah satu penduduk pertama di Langkaplancar bernama Sembah Ajeng, dia adalah putra Dalem Sawidak. "Dia pengembala dari Kerajaan Sukapura," ucapnya.
Ia mengatakan dalam cerita tutur yang disampaikan secara turun menurun, bahwa Sembah Ajeng menginginkan suasana yang baru nan asri di daerah tak berpenghuni.
"Konon cita-cita Ajeng itulah yang membuka kawasan perkampungan yang sekarang disebut Langkaplancar. Tujuannya menemukan kebahagiaan baru," ucapnya.
Nama Langkaplancar diambil dari sebuah julukan pepohonan yang ada di kawasan tersebut saat itu. "Nama Langkaplancar diambil dari sebuah pohon Langkap dan Pancar atau bambu kering. Saat itu digunakan untuk membangun rumah," katanya
Selama membuka lahan di Langkaplancar, Ajeng memenuhi kebutuhan hidupnya dengan memanfaatkan lahan dan bertani.
"Maka tak heran jika saat ini hasil bumi Langkaplancar berasal dari perkebunan dan pertanian," ucapnya.
Setelah lama membuka lahan, Ajeng mendirikan rumah sederhana untuk tempat tinggal yang terbuat dari bambu dan anyaman daun langkap. "Termasuk tiang penyangganya terbuat dari pohon langkap dan dinding rumah dari bambu kering (pancar)," katanya.
Dia mengatakan setelah terbangun rumah itu terbitlah dalam benaknya jika wilayah tersebut diberikan nama Langkaplancar (pohon langkap dan pancar).
Dari catatan cerita yang disampaikan Ajeng tinggal di kawasan Langkaplancar bagian timur yang kini disebut Marence dan Cijalu.
"Ketenangan jiwa dan kebahagiaan akhirnya didapatkan Ajeng setelah membangun rumah dan hidup di daerah Langkaplancar," katanya.
Tidak ada yang mengetahui pasti tahun hidup dan kematian Ajeng, Adiwangsa menyebut sebelum berdirinya kabupaten Ciamis atau kerajaan Galuh.
(yum/yum)