Sebuah perkampungan unik berdiri di kaki Gunung Lingga atau tepatnya di Dusun Sempurmayung, Desa Cimarga, Kecamatan Cisitu, Kabupaten Sumedang. Keunikannya lantaran di sana masih berdiri sejumlah rumah adat.
Rumah adat yang berdiri menyerupai desain rumah adat Sunda bernama Julang Ngapak. Itu terlihat dari bentuk atapnya yang berbentuk segitiga dengan sayap yang melebar di kedua sisinya.
Salah satu yang mendiami rumah adat itu adalah Dini Musdiana (32). Ia menyebut, sejumlah rumah adat yang berdiri dibangun oleh pemerintah melalui program tramsmigrasi lokal pada sekitaran tahun 2002.
"Kampung adat ini berdiri melalui program transmigrasi lokal pada sekitaran tahun 2002," ungkapnya kepada detikJabar belum lama ini.
Ia melanjutkan, rumah adat yang berdiri awalnya berjumlah 90 unit rumah dengan bentuk yang seragam. Namun kini yang tersisa hanya tinggal sekitar 56 unit rumah dengan beragam bentuk.
"Rumah yang diubah ada juga yang hanya dari sisi bahannya saja namun secara bentuk masih dipertahankan," ujarnya.
![]() |
Ia melanjutkan, rumah adat Sempurmayung berdiri saat Bupati Sumedang kala itu dijabat oleh Misbach. Ia sendiri pindah ke kampung adat Sempurmayung dari yang semula tinggal di dusun Cipeundeuy, Desa Cimarga. Ia menempati salah satu rumah adat bersama istrinya dan dua buah hatinya.
"Saya sendiri sudah terlahir jadi warga Desa Cimarga yang awalnya tinggal di Dusun Cipeundeuy lalu pindah ke sini," papar Dini
Warga lainnya, Maryadi atau akrab disapa Ade (50) mengungkapkan, dirinya merupakan warga asli Sumedang yang pada saat itu terpilih dalam program pemerintah berupa transmigrasi lokal di kampung adat Sempurmayung.
Ia sendiri sebelumnya merupakan bagian dari warga transmigrasi dari Aceh asal Sumedang.
Baca juga: Selimut Misteri Mata Air Asin di Sumedang |
Ia yang telah menetap di kampung adat Sempurmayung dari sejak perkampung itu berdiri, awalnya merasa aneh dengan bentuk bangunan rumahnya yang seragam dan menyerupai perkampungan adat.
"Awalnya aneh saja, karena di tempat-tempat lain di daerah transmigrasi, bangunannya tidak seperti ini," ungkapnya.
Ia baru tahu kenapa bentuk bangunannya seragam setelah mendengar perkataan dari Kepala Desa (Kades) yang saat itu dijabat oleh Kades bernama Darmo dengan Bupatinya saat itu yang masih dijabat oleh Misbach.
"Jadi perkampungan Sempurmayung ini tujuan awalnya akan dijadikan sebagai kampung wisata," terangnya.
Menurut penuturan Kades saat itu, kata dia, kampung adat Sempurmayung jadi perkampungan wisata lantaran keberadaannya berdekatan dengan petilasan Prabu Tajimalela yang sering dikunjungi oleh para peziarah.
"Kuwu saat itu bahkan berpesan bahwa kalau bisa bentuk bangunannya dipertahankan, kalau pun mau dibangun sebaiknya bagian belakangnya saja, jadi para wisatawan yang datang bisa singgah dulu ke sini dan hasil bumi warga sedikit-sedikit bisa dijual, konsepnya seperti Kampung Naga gitu," paparnya.
![]() |
Namun, diakuinya, pada saat itu, masyarakat belum berpikir sampai ke arah sana termasuk dengan dirinya. Hal itu mengingat akses jalan saat itu masih terbatas sementara kondisi perkampungan Sempurmayung sendiri menjadi perkampungan yang terpencil.
"Dulu itu akses jalannya hanya satu yaitu lewat akses yang namannya Pasiringkig, keluar masuk lewat jalan itu dan ini jadi kampung terakhir, sebelum adanya akses jalan Batu Dua," terangnya.
Warga pun saat itu beberapa diantaranya banyak yang mengubah bentuk bangunan dengan alasan yang beragam. Bahkan beberapa diantaranya ada yang mengubahnya secara total.
Namun belakangan atau pada sekitaran 2012, akses jalan lain dibangun menuju ke perkampung itu yakni akses jalan Batu Dua. Selain itu ditambah dengan hadirnya objek wisata baru, yakni objek wisata Paralayangan.
Ade yang bentuk bangunan rumahnya masih mempertahankan bentuk awal merasa menyayangkan dengan banyaknya bentuk bangunan di kampung Sempurmayung yang telah banyak yang diubahnya. Pasalnya, kampung Sempurmayung via akses jalan Batu Dua, kini sering jadi perlintasan wisatawan dan warga sekitar lainnya.
"Aduh terkadang saya ingat ucapan Kades terdahulu pak Darmo, coba kalau bentuk bangunan tidak diubah atau ditata lagi seperti atapnya pakai injuk, terus ada gapura, mungkin akan menambah kesan bagi kampung ini," paparnya.
"Sekarang baru sadar pas kendaraan ada yang keluar masuk perkampungan ini," ujarnya menambahkan.
Kampung Adat Sempurmayung saat ini ditinggali oleh lebih dari 60 Kepala Keluarga (KK) dengan sekitar 56 unit rumah yang ada. Dari jumlah itu, beberapa diantaranya masih mempertahankan bentuk awal dari bangunan rumah tersebut.
(yum/yum)