Di balik hingar bingar Kota Bandung sebagai kota metropolitan, terdapat sebuah perkampungan yang terbilang tersembunyi di wilayah Ibu Kota Jawa Barat. Namanya Kampung Pelangi 200. Kampung ini menyajikan deretan rumah penduduk secara menjulang di kawasan perbukitan.
Secara administratif, Kampung Pelangi 200 lokasinya terletak di Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Kota Bandung. Kampung Pelangi 200 pernah berjaya dengan menjadi pintu masuk kawasan pariwisata di Bandung Utara setelah diresmikan pada Agustus 2018.
Kala itu, Kampung Pelangi 200 menjadi salah satu destinasi wisata yang ramah di kantong bagi wisatawan lokal. Dengan menginjakkan kaki di kampung ini, wisatawan yang datang sudah bisa menikmati deretan rumah warga dengan cat warna-warni, yang tentunya begitu menarik perhatian untuk kebutuhan dokumentasi pribadi di media sosial.
Seiring perjalanannya, keeksotisan Kampung Pelangi 200 mulai pudar. Warna cat yang begitu memanjakan mata sudah tak terlihat lagi. Yang tersisa hanya tinggal deretan pemukiman penduduk menjulang di perbukitan, sebagaimana awal perkampungan ini terbentuk.
DetikJabar mencoba menyusuri keberadaan perkampungan ini. Meski berada di perkotaan, suasana pertama yang dirasakan terbilang asri dan alami. Ditambah, deru suara Sungai Cikapundung menambah kontras suasana Kampung Pelangi 200 dengan pemukiman penduduk lain di Kota Bandung.
Yang menarik dari keberadaan Kampung Pelangi 200, terdapat deretan anak tangga yang menjadi akses mobilitas warga. Maklum, karena lokasinya yang berada di perbukitan, medan Kampung Pelangi 200 merupakan jalanan menanjak dan berkelok, ditambah turunannya yang curam.
Karena banyaknya deretan rumah penduduk, akses jalan di sana begitu sempit. Ukurannya pun tak lebih dengan kelebaran 80 centimeter. Sehingga untuk bisa melintasi jalan tersebut, harus ada orang yang mengalah baik itu mereka yang dari arah atas maupun dari arah bawah.
Di tengah perjalanan, salah satu rumah yang terdapat plang ketua RT menarik perhatian detikJabar. Setelah mencoba mengetuknya dan mengucapkan salam, seorang perempuan keluar dari balik pintu dan mengenalkan namanya yaitu Sunengsih.
Sunengsih merupakan Ketua RT 10/RW 12 di Kampung Pelangi 200. Ia memang baru setahun menjabat ketua RT. Sunengsih melanjutkan kepemimpinan dari suaminya yang telah lebih dulu menjadi ketua RT selama 3 periode.
Sunengsih terbilang penduduk pertama yang sudah tinggal di Kampung Pelangi 200 yaitu sejak tahun 1997. Semenjak direlokasi dari rumahnya yang merupakan lahan ITB, Sunengsih kemudian dipindahkan ke lokasi saat ini.
Selama menetap 25 tahun di Kampung Pelangi 200, Sunengsih mengaku betah menetap di sana. Itu karena suasananya masih terasa perkampungan dan jauh dari kebisingan pemukiman lain di ibu kota.
"Iyah, suasananya masih kerasa perkampungannya. Jadi ibu enggak ngerasa tinggal di kota, kayak di kampung halaman suami aja," kata Sunengsih saat berbincang dengan detikJabar, Senin (12/12/2022).
Sunengsih semakin kerasan tinggal di sana lantaran ada deru suara arus dari aliran Sungai Cikapundung. Jika malam tiba, Sunengsih mengaku bisa tidur nyenyak karena ditemani suara gemercik air alami dari aliran sungai tersebut. "Betah, adem jadinya enggak bising. Tidurnya juga nambah nyenyak jadinya," tutur Sunengsih seraya diiringi tertawa kecil dalam perbincangan tersebut.
Meski betah karena suasananya asri dan alami, Sunengsih punya keinginan agar roda perekonomian di Kampung Pelangi 200 bisa kembali seperti tahun 2018 lalu. Karena pada waktu itu, Sunengsih mengaku aktivitas warga menjadi terbantu dengan datangnya wisatawan ke Kampung Pelangi 200.
"Dulu kan sempat rame jadi tempat wisata, tapi semenjak warna catnya balik lagi sekarang jadi sepi. Padahal kan kalau misalnya tempat ini ramai, pemerintah juga yang ikut bangga. Warga di sini jadi ikut terbantu secara ekonominya juga. Ya pengennya bisa kayak dulu lagi a, biar bisa rame lagi didatengin sama orang," pungkasnya.