Bulan Agustus merupakan bulan dimana bangsa Indonesia memperingati hari Kemerdekaan, banyak hal unik yang bisa diceritakan, termasuk cerita-cerita sejarah.
Mengunjungi lokasi atau tempat wisata bersejarah tentu menjadi hal menarik. Selain untuk menambah ilmu pengetahuan tentang sejarah, hal itu juga diperlukan agar memperkuat rasa nasionalisme.
Salah satu kisah menarik dibahas adalah penculikan Soekarno-Hatta dari Menteng di Jakarta Pusat ke Rengasdengklok di Karawang, menjelang proklamasi kemerdekaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kisah itu tentu sudah mashur dan kerap muncul di buku-buku pelajaran sejarah dari mulai jenjang sekolah dasar. Konon kedua proklamator tersebut diculik dan menyusun naskah proklamasi di Karawang.
Keduanya menginap di rumah Djiauw Kie Siong, di dekat sungai Citarum yang menjadi batas antara Rengasdengklok di Kabupaten Karawang dan Kedungwaringin di Kabupaten Bekasi (sekarang).
Meski namanya seperti orang Tionghoa, Djiaw Kie Siong, lahir di Pisangsambo, Tirtajaya, Karawang, Jawa Barat, pada 1880 dan wafat pada 1964.
Ia adalah pemilik rumah di Dusun Bojong, Rengasdengklok, Kabupaten Karawang, yang menjadi tempat Bung Karno dan Bung Hatta diinapkan oleh tokoh muda, yakni Chaerul Saleh, Wikana, Aidit, dan Sukarni.
Yanto, salah seorang cucu Djiauw Kie Siong, menuturkan keempat pemuda tersebut yang menculik Soekarno dan Hatta di Menteng Jakarta. Para tokoh pemuda itu menuntut agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan.
Di rumah Djiauw Kie Siong pula naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia dirumuskan dan ditulis tangan.
"Bahasanya diculik. Kalau anak sekarang diculik artinya kan kriminal, tapi memang untuk memaksa Bung Karno memproklamasikan," kata Ibu Yanto yang kini jadi pengelola rumah singgah Bung Karno, Rabu (17/8).
Batas Kabupaten Bekasi dan Karawang ditandai dengan Sungai Citarum. Sebuah jembatan besar dan panjang menjadi penghubung dua Kabupaten tersebut. Dari jembatan itu, rumah Djiauw Kie Siong hanya berjarak dua kilometer saja.
Yanto menjelaskan, dulu pada saat penculikan kedua tokoh bangsa itu rumah Djiauw Kie Siong berlokasi persis di dekat sungai, namun seiring berjalan waktu akibat kondisi geologis rumah Djiauw Kie Siong lalu dipindahkan.
"Dulu rumah ini ada di dekat sungai. Tapi tahun 1950 itu ada banjir, karena abrasi, rumah dipindah, dicopot satu per satu kayunya dan dibangun ulang di sini," kata dia.
![]() |
Rumah yang terlihat sederhana itu sudah berusia 104 tahun. Sekitar 95 persen dari komponen bangunan masih asli.
Seperti kayu jati dinding rumah, tiang, hingga langit-langit dari anyaman bambu dan genting. Yang pernah diganti hanya bambu usuk atap saja.
"Selain itu, lantai rumahnya juga masih asli. Gentingnya juga masih asli, semuanya masih asli," ungkapnya.
Diketahui, rumah Djiauw Kie Siong dibangun pada 1920 silam. Dijelaskan Yanto, tahun 2022 ini umur bangunan rumah telah berusia 104 tahun. Rumah itu dipindahkan dari lokasi aslinya pada 1957 lalu.
Alasan dibawanya Bung Karno ke rumah Djiauw Kie Siong adalah karena dahulu Rengasdengklok merupakan tempat paling aman. Bahkan, bendera merah putih telah berkibar di sana sejak 16 Agustus 1945.
"Dulu di sini aman, rumah bapak (Djiauw Kie Siong) juga yang paling mewah pada masa itu, karena bapak juga termasuk tokoh masyarakat di sini," paparnya.
![]() |
Perabotan di dalam juga masih bertahan hingga hari ini, seperti sebuah bangku teras berukuran besar yang telah berusia satu abad. Bangku itu juga pernah digunakan Soekarno-Hatta untuk duduk melepas lelah di teras rumah.
"Yang diganti cuma kaki-kakinya aja, bangkunya masih asli dan bentuknya masih asli," ucap Yanto.
Di dalam rumah tersebut juga terpajang sejumlah foto dan perabotan yang pernah digunakan Sukarno dan Hatta seperti tempat tidur, meja, dan kursi.
Dipaparkan Yanto, lokasi rumah yang tersembunyi menjadi alasan dijadikannya rumah ini tempat 'penculikan' Bung Karno dan Bung Hatta. Selain itu, rumah yang berlokasi di dekat sungai dinilai aman untuk pelarian Soekarno dan Hatta jika dalam situasi darurat.
"Dulu mau ke sana tidak ada jalan. Masih hutan (belakang rumah). Kalau di darat kan Jepang masih patroli. Karena di sisi Sungai Citarum, seandainya ada apa-apa, bisa kabur naik perahu," ujar Bu Yanto.
Berdasarkan cerita yang didapat dari Djiauw Kie Siong, Yanto menuturkan, Soekarno tiba di rumah itu pada 15 Agustus 1945 sore.
"Katanya pakai dua mobil. Satu Jeep Wilis, satu orang tua bilang sih sedan hitam," ungkapnya.
![]() |
Ia menceritakan, Bung Karno menginap di kamar yang berada di sisi kanan ruangan utama. Kamar itu berukuran sekira 4x4 meter. Sementara Bung Hatta menempati kamar yang berada di sisi kiri ruangan utama dengan ukuran yang sama.
Sementara itu, ruang tengah digunakan untuk rapat dan menyusun perumusan teks proklamasi kemerdekaan, tepatnya di atas meja segi empat dan beberapa bangku.
Mengetahui Jepang sudah kalah perang akibat dibom atom, para tokoh pemuda itu ingin Soekarno-Hatta segera memproklamasikan Kemerdekaan.
Namun, Soekarno yang mewakili Golongan Tua ingin meminta pendapat dari Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dulu untuk memproklamasikan Kemerdekaan RI.
"Setelah merdeka, tempat tidur yang ditempati beliau (Bung Karno), peralatan yang dipakai, meja segi empat, teko, dan lain-lain, sempat dibawa ke Museum Siliwangi, Bandung," tutur Ibu Yanto.
![]() |
Tidak jauh dari depan rumah Djiauw Kie Siong, hanya berjarak ratusan meter, terdapat pos Pembela Tanah Air (PETA). Di lokasi pos itu pula kini dibangun monumen Kebulatan Tekad.
"Posnya sudah tidak ada. Kan posnya cuma gubuk kayu kecil gitu," kata Yanto.
Soekarno-Hatta bersama rombongan kemudian menginap satu malam. Pada 16 Agustus 1945 malam, lalu keduanya kembali ke Jakarta dan tiba menjelang Subuh, pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kedua Proklamator itu kemudian menyelesaikan penyusunan teks proklamasi setelah tiba dan dibacakan pada pukul 10.00 WIB setelah diketik ulang.
(orb/orb)