Cristiano Ronaldo sempat kembali membela Manchester United usai bertualang di berbagai klub top Eropa. Namun kembalinya Ronaldo tak menghadirkan akhir yang manis.
Ronaldo merupakan salah satu pemain bintang yang awalnya bersinar bersama MU. Direkrut MU dari Sporting Lisbon, CR7 menjelma menjadi pemain paling mengerikan.
Baca juga: Lagi-lagi Martial Kena Semprot Legenda MU |
Kepiawaian Ronaldo mengolah di kulit bundar di atas lapangan hijau ini pun memantik Real Madrid untuk membawanya ke Santiago Bernabeu. Di Madrid, Ronaldo kian menggila hingga mampu mendulang kesuksesan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ronaldo kemudian merantau ke Liga Italia dan bergabung bersama Juventus. Tak selama di Madrid, Ronaldo pun kembali pulang ke Setan Merah.
Kedatangan kembali Ronaldo ke Manchester United pun jadi asa besar mengangkat performa tim yang kalah dominasi dari tetangganya Manchester City. Begitu juga di internal tim, Ronaldo dinanti.
Namun, ada perbedaan mencolok dari Ronaldo yang dirasakan oleh Mike Phelan. Mantan Asisten Manajer MU itu mengungkap mentalitas Ronaldo yang lebih kuat.
Salah satu yang disorot Phelan yakni kala Ronaldo bersitegang dengan Erik ten Hag di musim kedua. Dilansir dari detikSport, Ronaldo mengkritik manajemen.
"Pada periode kedua, dia datang di usia jauh lebih tua dan lebih berpendirian, bertekad kuat. Dia masih punya standar yang sangat tinggi dan sosok yang luar biasa untuk bekerja sama," ungkap Phelan kepada Sky Sports dikutip Metro.
"Tapi saya mungkin akan bilang dia punya mentalitas yang keras. Dia pernah di Man United, dia sudah selalu ada untuk Portugal, dia pernah di Madrid," katanya menambahkan.
Bintang Portugal itu mengkritik MU yang tak mengikuti zaman. Ronaldo, kata Phelan, menyebut bila MU tak melakukan perubahan sepeninggal Sir Alex Ferguson.
Apa yang disampaikan Ronaldo ini juga sejalan dengan para suporter Setan Merah. Suporter menyoroti keluarga Glazer dan meminta Glazer untuk hengkang.
Sementara di internal tim, Phelan menyebut apa yang dilakukan Ronaldo menimbulkan friksi. Ronaldo menuntut standar tinggi dari tim tapi tak semua pemain bisa mengikuti.
"Saya suka itu karena dia tak mau standarnya turun, dia mau standar orang lain yang naik. Dan terkadang Anda kehilangan beberapa orang pada prosesnya ketika itu terjadi," tutur Phelan.
"Saya ingat ada beberapa momen ketika dia berusaha dan berusaha keras, dan dia tak mendapatkan banyak reaksi atau respons. Lalu muncullah rasa frustrasi," imbuhnya.
Artikel ini sudah tayang di detikSport, baca selengkapnya di sini
(dir/dir)