Tahun ini, pecinta sepak bola Indonesia dirundung duka. Rentetan kejadian yang mengakibatkan kehilangan nyawa terjadi di stadion sepak bola. Tangisannya pecah ke rumah-rumah.
Sebelum Tragedi Kanjuruhan, Stadion Gelora Bandung Lautan (GBLA) juga pernah dirundung kedukaan. Kejadian kelam itu tercatat dalam enam tahun di GBLA. Empat nyawa hilang. Ricko Andrean yang meninggal tahun 2017. Haringga Sirla, tahun 2018. Kemudian, Ahmad Solihin dan Sopiana Yusuf, tahun 2022.
Baca juga: Pohon Tumbang Timpa Mobil Mercy di Bandung |
Ahmad Solihin dan Sopiana Yusuf meninggal dunia saat hendak menyaksikan laga Persib melawan Persebaya pada Piala Presiden 2022, tepatnya 17 Juni 2022. Ucapan duka menggelora. Alur pengamanan hingga sistem tiket pun menjadi sorotan usai kejadian ini.
Persib Bandung pun berbenah. Sistem tiket untuk menonton pertandingan diubah. Persib mengarungi musim Liga 1 tahun ini dengan sistem tiket online untuk menonton di GBLA. Pintu masuk menuju GBLA pun berlapis.
Manajemen Persib menggaungkan inklusi dalam sepak bola. Sebab, sepak bola adalah milik semua. Ya, semua kalangan, dari anak-anak hingga orang tua. Pujian pun datang dari warganet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah seorang tokoh Bobotoh, Heru Joko juga mengapresiasi langkah Persib Bandung. Heru Joko menyampaikan apa yang dilakukan Persib merupakan upaya dalam menciptakan budaya anyar di sepak bola Indonesia. Arahnya, menjadi GBLA sebagai rumah bersama. Rumah bagi para pecinta bola yang ingin menyaksikan langsung klub berlaga.
"Ke depan GBLA rumah untuk semua. Bisa jadi tempat berkumpul," kata Heru Joko saat menjadi pembicara di Bandung Menjawab di Taman Sejarah Kota Bandung, Rabu (5/10/2022).
Usai menjadi pembicara, Heru Joko pun bercerita kepada detikJabar. Perubahan sistem tiket untuk menyaksikan laga di GBLA, diakui Heru Joko, berangkat dari peristiwa meninggal dua Bobotoh, Ahmad Solihin dan Sopiana Yusuf.
"Jadi, tidak penting ada sepak bola, kalau ada yang meninggal. Patokan awalnya dari situ. Kemudian, dibuat sistem tiket ada penyeleksian, dan semua bisa menonton. Ini dibuat untuk menciptakan stadion yang ramah," kata Heru Joko.
Kebijakan Persib memperketat sistem tiket untuk menonton laga itu memang tak mulus. Gelombang protes muncul. Bahkan, unjuk rasa sempat terjadi di Graha Persib. Manajemen dan suporter terus berkomunikasi. Mencari titik temu.
Menurut Heru Joko, protes yang muncul merupakan reaksi atas budaya anyar di dunia sepak bola. "Itu hanya culture shock, ada hal baru. Persib 100 persen tiket online. Itu susah, ada demo dan masyarakat kaget," kata Heru Joko.
Pentolan Bobotoh itu menegaskan sistem tiket yang sedemikian ketat itu bukan bermaksud menyampingkan beberapa lapisan masyarakat, khususnya yang menolak. Tapi, menurut Heru Joko, apa yang dilakukan Persib adalah hal baik. Langkah yang bisa menyelamatkan sepak bola Indonesia.
"Jangankan banyak yang meninggal. Satu nyawa yang hilang, harusnya dihentikan (sepak bola). Tidak ada sepak bola, kalau ada korban jiwa," tutur Heru Joko menutup perbincangan.
(sud/mso)