Didi Mainaki sang Pemanja Telinga Pendukung Persib Bandung

Didi Mainaki sang Pemanja Telinga Pendukung Persib Bandung

Yuga Hassani - detikJabar
Minggu, 22 Mei 2022 10:30 WIB
Didi Mainaki.
Didi Mainaki. (Foto: Istimewa)
Bandung -

Para pendukung Persib Bandung yang gemar mendengarkan siaran pandangan mata melalui radio biasanya akan familiar dengan sosok Didi Mainaki. Pria asal Banjaran, Kabupaten Bandung itu adalah salah seorang reporter senior di Radio Republik Indonesia (RRI).

Ia sudah sering hadir di banyak stadion tempat Persib bermain, baik laga kandang maupun tandang. Tujuannya satu, memberikan laporan pandangan mata pertandingan Persib bagi para pendengar.

Dalam setiap reportasenya, ia berusaha menghadirkan narasi pertandingan agar bisa tergambar dalam bayangan para pendengar. Tak jarang aksi Didi membuat jantung pendengar deg-degan hingga emosi berkat kemampuan bicaranya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perjalanan karier Didi pun menarik untuk diulas. Meski kini diibaratkan jadi legenda hidup reporter di RRI Bandung, ia awalnya bekerja di sana bukan sebagai penyiar.

Berkarier di RRI sejak 1991, Didi mengawali karier sebagai teknisi. Ketika para seniornya melakukan reportase pertandingan Persib Bandung, Didi yang menyiapkan peralatan siaran.

ADVERTISEMENT

"Ketika saya masuk RRI pun tidak langsung menjadi reporter. Awalnya saya teh teknisi heula (dulu), karena di teknik, hampir dua tahunan. Nah bakat saya siaran mulai tercium oleh senior-senior saya," ujar Didi kepada detikJabar.

"Kalau senior saya siaran di Stadion Siliwangi, saya bertugas untuk menyiapkan alat-alat untuk mereka siaran. Awalnya saya narikin kabel, menyiapkan mic, karena saya orang teknik," katanya.

Setelah itu, Didi mencoba memberanikan diri berbicara kepada seniornya untuk mencoba belajar melakukan reportase. Gayung bersambut, seniornya saat itu langsung mengizinkannya belajar reportase.

"Saya memberanikan diri ngomong langsung ke reporter senior, waktu itu bapak Safaat Sariatmadja, a saya hayang lah diajar (a saya ingin belajar) jadi reporter. Kemudian saya diperbolehkan, langsung saya diberi pinjam tape recorder dan disuruh reportase di ruangan atas Stadion Siliwangi. Saya diintruksikan, anggap saja seperti siaran langsung," katanya.

Didi Mainaki.Didi Mainaki. Foto: Istimewa

"Saya merekamnya pun ketika ada yang sepak bola (Persib) di stadion Siliwangi. Cuma reporter RRI siaran di handap (bawah), saya siaran di para (di bawah atap). Setelah itu, datang ke kantor didengarkan hasil rekaman saya oleh para senior, terus diberi evaluasi," ucapnya.

Didi menjelaskan pertandingan kedua pun masih diintrusikan hal sama. Namun, kata dia, pada pertandingan ketigalah dirinya diberikan kesempatan melakukan reportase selama 5 menit.

"Pada pertandingan ketiga, saya langsung dikasih waktu running on air langsung. Saya dikasih waktu 5 menit, bijil tah kesang leutik, kesang badag. Lain bohong tah kesang sagarede kacang teh. Ngomong lima menit teh asa sataun (keluar keringatn kecil, keringat besar. Bukan bohong itu keringat sebesar kacang. Ngomong lima meni serasa seperti setahun)," jelasnya.

"Udah lima menit, langsung diganti, kan tetap gantian reporter juga. Saya dikasih waktu 5 menit, aduh banggana meni (bangganya sangat) alhamdulillah. Alhamdulillah ternyata 5 menit eta (itu) memberikan kesan yang baik bagi para senior," ucapnya.

Setelah itu, Didi kembali diberikan kesempatan melakukan reportase dengan jumlah menit bertambah. Singkat cerita, dirinya berpindah tugas yang semula bagian teknik menjadi reporter pada 1993.

"Pertandingan berikutnya saya dikasih slot ditambah running berikutnya 7 menit, berikutnya 10 menit. Pada akhirnya saya dipindahkan dari teknik ke bidang pemberitaan, karena kalau reporter itu di bawah bidang pemberitaan. Setelah saya di bawah bidang pemberitaan, waktu saya mengeksplor kemampuan jadi reporter bola jadi terbuka luas, karena memang bidangnya di sana," kata Didi.

Setelah menjadi reporter, Didi mendapatkan tugas liputan di bidang olahraga. Tugas ini digarap olehnya, termasuk sepak bola, khususnya Persib Bandung.

"Setelah itu saya ditempatkan di desk (bidang) olahraga. Saya liputan hampir semua bidang olahraga, karena memang kalau jadwal pertandingan sepak bola tidak ada setiap hari," jelasnya.

Didi mengungkapkan, ia menjadi reporter 'permanen' Persib Bandung sejak 1998. Ke manapun Persib bermain, di situlah ada RRI, termasuk dirinya untuk melaporkan siaran pandangan mata.

"Di RRI itu ada jargon 'RRI adalah Persib, Persib adalah RRI'. Jadi dulu ke manapun Persib main, kita harus melakukan siaran langsung. Makanya dikejar ke manapun Persib main," ucapnya.

Didi Mainaki.Didi Mainaki. Foto: Istimewa

Ia menuturkan, puncak sebagai reporter Persib adalah bisa melakukan reportase di Wamena. Ia pun sudah melakukan reportase di Wamena selama beberapa kali.

"Jadi 'naik hajinya' seorang wartawan Persib adalah kalau sudah liputan di Wamena. Alhamdulillah saya sudah ke Wamena tiga kali," jelasnya.

"Puncak karier saya sebagai reporter Persib, atau istilahnya naik hajinya reporter Persib, adalah kalau meliput sudah sampai ke Wamena," jelasnya.

Didi mengatakan, melakukan reportase memiliki rintangan luar biasa. Menurutnya dari perjalanan hingga atmosfer pertandingan banyak kendala merintangi, apalagi di Wamena.

"Karena (di Wamena) perjuangannya begitu luar biasa. Dari Jayapura harus naik pesawat perintis, pesawat yang kecil, berat lah pokonya. Terus di sana juga dengan kultur sosial budaya tidak sama dengan kita. Orang-orang di sana masih pakai koteka, masih bawa parang, orang masih bawa bedog (golok) di jalanan, terus banyak babi berseliweran di jalanan," ucapnya.

Ia sempat mengalami perasaan tegang ketika melakukan reportase di Wamena. Namun, itu hanya di awal saja. Setelah itu rasa tegang hilang.

"Ya jelas ada tegang. Kadang masih ada perasaan bahwa ini teh (suasana pertandingan) kayak bukan lagi di Indonesia. Perasaan itu muncul, karena itu kan pertama kali. Tapi kedua dan ketiga kali mah sudah terbiasa," katanya.

"Pertama siaran di sana pasti geumpeur (tegang), karena di sana penonton dengan wartawan itu tidak ada jarak. Penonton yang masuk itu sudah tidak ada pemeriksaan atau apa-apa, aya nu mawa bedog (ada yang bawa golok), aya nu mawa parang (ada yang bawa parang)," pungkasnya.




(ors/ors)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads