Tingkat partisipiasi pemilih dalam Pilgub Jawa Barat mengalami penurunan. Pakar politik Unpad Firman Manan pun mengungkap analisanya mengenai terjadinya penurunan tersebut.
Sebagaimana diketahui, KPU sudah mempublikasikan data mengenai tingkat partisipasi pemilih pada Pilgub Jabar 2024 ini. Hasilnya, tingkat partisipasi publik mencapai 60,06 persen dari total daftar pemilih tetap sebanyak 35.925.960 orang. Jika dibandingkan dengan Pilgub Jabar 2018, angka partisipasi pemilih mencapai 70 persen.
Firman mengatakan selain penurunan partisipasi pemilih di Pilgub Jabar, hal serupa terjadi di pemilihan bupati dan wali kota. Sebut saja partisipasi pemilihan Wali Kota Bandung, suara pemenang Pilwalkot Farhan-Erwin mecapai 523 ribu, sedangkan suara golput mecapai 665 ribu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dari data KPU Jabar, lima wilayah dengan tingkat partisipasi terendah terjadi di Kota Bekasi dengan 55,05%. Disusul Kabupaten Sukabumi 56,32%, Kabupaten Bogor 58,79%, Kabupaten Cirebon 59,56% dan terakhir Cianjur dengan tingkat partisipasi pemilih 61,72%.
"Kalau dibandingkan pilpres kecenderungannya pemilihan lokal itu selalu lebih rendah, kelaziman sebelumnya. Kalau kita bandingkan dengan Pilkada sebelumnya itu, penurunan cukup drastis," kata Firman dihubungi detikJabar, Minggu (8/12/2024).
Dia menyoroti pelaksanaan Pilpres dan Pileg yang waktunya terlalu mepet dengan Pilkada. Hal tersebut, kata dia, jadi salah satu faktor penyebab.
"Jadi menurut saya ada hal-hal pertama terkait pelaksanaan pilkada yang dilakukan setelah pilpres dan pileg itu kan yang tidak dialami di pilkada sebelumnya, kenapa itu jadi pengaruh? Ada beberapa faktor, karena perhatian publik termasuk media, parpol politik, pemilih itu kan pada pilpres, isu-isu terkait pilkada agak tertinggal, jadi tidak menarik perhatian publik," ungkapnya.
"Kedua, ada kejenuhan dari publik, ada semacam kelelahan, sehingga pelaksanaan pilkada tidak lama dari pilpres, yang ketiga itu bisa saja justru terkait dengan kandidat kandidatnya, bisa kandidat tidak memenuhi ekspektasi publik, atau kemudian tidak kompetitif, seperti Jawa Barat," tuturnya menambahkan.
Soal penurunan partisipasi di Pilgub Jabar, Firman juga mengatakan ada faktor calon yang maju di Pilgub Jabar 2024.
"Kenapa terjadi penurunan, karena sejak awal terlihat tidak kompetitif Jawa Barat itu (calonnya). Memang itu biasanya kelaziman seperti itu," tuturnya.
Dia pun menyarankan agar KPU mengevaluasi terutama terkait waktu pelaksanaan Pilkada.
"Menurut saya harus dievaluasi adalah jarak antara pemilu dengan pilkada serentak. Kalau saya berpikir harus ada jarak yang relatif tidak seperti sekarang cuma 9 bulan. Misal ada jeda setahun atau dua tahun, karena itu penting untuk mengkondisikan pemilih juga, termasuk juga yang kedua justru partai politiknya bisa punya waktu cukup menyiapkan kandidat untuk maju dalam pilkada. Kalau sekarang habis-habisan di pileg langsung masuk ke pilkada," pungkasnya.
(wip/dir)