Suasana berbeda terasa di TPS 002, Gedung Serba Guna Wiyata Guna, Pasir Kaliki, Cicendo, Kota Bandung. Pada Pilkada 2024 di hari Rabu (27/10), tak terlihat ramai antusias pemilih disabilitas. Hanya ada 10 orang pemilih disabilitas dari RW 3 di TPS ini.
Padahal, lokasi TPS ini berada di komplek yayasan peduli disabilitas, dan terkenal jadi tempat nyoblos warga berkebutuhan khusus. Rupanya, para pemilih disabilitas sudah ditempatkan di beberapa TPS lain menyesuaikan dengan tempat tinggalnya.
Para pemilih disabilitas dari RW 3 dan 4, tergabung di TPS 003, Gang Kina, Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung. Setidaknya ada 18 pemilih disabilitas mayoritas tunanetra, mencoblos di TPS yang berdiri di lahan Bengkel Mobil milik warga setempat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikJabar, kondisi TPS 003 jauh berbeda dengan TPS 002 yang sudah ramah disabilitas. Kondisi lahan berkerikil, lantai ke arah bilik pun tidak rata sehingga tak benar-benar ramah kursi roda. Sekitar pukul 08.15 WIB, baru ada satu disabilitas tunanetra yang datang nyoblos.
Ialah Rudi (37) yang semangat mencoblos para pemimpin di Kota Bandung dan Provinsi Jawa Barat, dituntun oleh putri semata wayangnya, Atisha (12). Rudi adalah warga Gang Moch Yunus, Pasir Kaliki, Cicendo, Bandung. Ia mengeluh dan mempertanyakan kepindahan TPS yang tiba-tiba bukan di komplek Wiyata Guna.
"Sebetulnya di sini belum biasa, saya sebelumnya selalu di Wiyata Guna karena di situ tempat nyoblos disabilitas. Menurut saya di sini itu bikin ribet karena saya kan keterbatasan penghilatan, nyari TPS nya di mana aja nggak bisa. Saya untungnya ada anak, kalau teman-teman disabilitas yang nggak ada anak gimana?," keluh Rudi.
Ia mengatakan, dari segi kontur jalan dan fasilitas di TPS 003 jauh berbeda dengan TPS 002 di Wiyata Guna. Rudi merasa kecewa karena tempat salurkan suaranya harus dipindah, itu pun belum tahu ke mana rekan-rekan disabilitasnya yang lain menggunakan hak pilihnya.
Pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang pijat di GOR Padjadjaran itu pun butuh waktu lebih lama untuk mencoblos di balik bilik suara. Beruntung, putri tercintanya begitu sabar memandu dan menemani.
"Padahal juga yang disabilitas itu cuma sedikit di sana (TPS 002), sisanya bisa melihat. Di sana juga ramah disabilitas jadi harusnya bisa untuk kami memilih," sesal Rudi.
"Tadi itu yang bikin lama, surat suaranya belum dimasukin ke template yang menggunakan braillenya. Di sini petugas tampak belum paham, jadi agak lama dan tadi ada petugas yang bantuin juga nampak belum betul-betul paham," sambungnya.
Soal sosok yang dipilihnya, Rudi mengaku tak ada kebingungan memilih paslon Wali Kota. Tapi, ia butuh waktu lama untuk mempertimbangkan paslon Gubernur yang harus dipilihnya. Ia pun baru memutuskan pilihan saat di dalam TPS.
"Tadi ada bingung milih Gubernur, karena nggak ada yang deketin disabilitas. Kalau Wali Kota saya ada pilihan, meskipun nggak ketemu langsung dengan saya, tapi ke teman-teman disabilitas ada perhatian. Insyaallah ada perubahan," ucap Rudi.
Meskipun menyimpan banyak kekecewaan, Rudi masih tetap punya semangat untuk menyalurkan hak pilihnya dan memberi untaian doa. Ia berharap agar pemimpin terpilih nanti tidak melupakan kaum disabilitas. Jangan sampai mereka yang berkebutuhan khusus justru tersisihkan.
Rudi mengenang memori pahit yang sempat merenggut semangat hidupnya. Pada tahun 1998 silam, ia mengalami kebutaan pada mata bagian kirinya karena kecelakaan saat olahraga. Menyusul pada tahun 2008, bola mata bagian kanannya juga mulai kehilangan fungsinya.
Dari situlah hidupnya berubah, ia berharap ada semangat yang bisa dimiliki para disabilitas seperti dirinya. "Kami para disabilitas juga ingin disamaratakan, karena secara pemikiran, kelakuan, itu kami sama. Hanya fisik kami saja berbeda. Sampai saat ini saya merasa bantuan belum tepat sasaran, kami belum menerima bantuan-bantuan khusus dari pemerintah," ujar Rudi.
"Pekerjaan untuk kami juga harus diadakan. Saya selain jadi tukang pijat, saya juga atlet angkat berat dari Kota Bandung. Kalau ke atlet ya alhamdulillah sudah cukup, tapi kalau ke yang bukan atlet kan kasihan," imbuh dia.
Tanggapan Ketua KPPS dan Petugas KPU
Sementara itu Ketua KPPS TPS 003, Rasyid (29) mengatakan pelaksanaan pencoblosan hari itu berlangsung lancar. Namun ia mengaku partisipasi pemilih di pagi hari belum terlalu ramai.
"Waktu Pilpres kemarin padahal pagi sudah banyak, khawatir kalau siang itu sudah hujan jadi malas untuk datang. Tapi semoga nanti semakin siang semakin ramai. Betul, di TPS ini juga sekarang pemilih disabilitas lebih banyak dari sebelumnya yakni 18 pemilih. Laki-laki ada 10 orang, perempuan 8 orang," ucap Rasyid.
Ia mengatakan, sebagian pemilih dari RW 3 masuk menjadi DPT TPS 003. Sehingga di sini terdapat 556 pemilih dari dua RW yakni RW 3 dan 4. Soal adanya keluhan disabilitas yang merasa TPS belum ramah, Rasyid mengatakan di sini ada petugas pengamanan langsung atau pamsung yang siap membantu.
"Mungkin karena TPS 002 itu sudah 600 lebih pemilih, sudah banyak jadi sebagian ke sini. Pemilih disabilitas sejauh ini baru seorang, dan tidak perlu khawatir karena nanti akan dibantu pamsung," ucap Rasyid.
Sementara Petugas PPS Kelurahan Pasir Kaliki, Wiguna mengatakan bahwa pemindahan TPS disebabkan adanya penyesuaian alamat terdekat dengan TPS dan menyesuaikan kuota TPS. Terkait adanya masukan kondisi TPS yang belum ramah disabilitas, Wiguna menyebut akan menampung masukan itu.
"Sebetulnya sudah difasilitasi kemarin itu TPS di RW 3 jadi awal mulanya di sana (TPS 002) karena banyak penduduk, banyak disabilitas, diajukan keterbatasan pemilih jadi digabung kuotanya," ucap Wiguna.
"Tapi kemudian disesuaikan dengan alamat terdekat, itu ke TPS 003 lebih dekat daripada TPS 002. Kalau soal kontur jalan kurang mulus, kan ada pamsung itu disiapkan supaya membantu para disabilitas. Petugas juga sudah latihan untuk membantu, tapi ya akan kami tampung," tambah dia.
(aau/mso)










































