Mi instan sudah menjadi bagian dari keseharian banyak orang. Selain rasanya yang familiar, makanan ini dikenal praktis, murah, dan mudah disajikan kapan saja. Tak heran jika mi instan sering menjadi pilihan utama saat lapar melanda, terutama di tengah aktivitas yang padat. Namun di balik kepraktisannya, muncul pertanyaan yang cukup sering dibahas: sebenarnya berapa lama mi instan dicerna di dalam perut?
Perlu diketahui, mi instan termasuk dalam kategori ultra processed food (UPF), yakni makanan yang telah melalui proses pengolahan industri panjang dan mengandung berbagai bahan tambahan. Karena itu, konsumsi mi instan tidak dianjurkan terlalu sering, apalagi jika tidak diimbangi dengan asupan serat, protein, dan nutrisi lain yang memadai.
Spesialis penyakit dalam konsultan gastroenterologi dan hepatologi (KGEH), dr Aru Ariadno, mengingatkan bahwa kebiasaan mengonsumsi mi instan secara berlebihan dapat memicu berbagai gangguan kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Masalah yang paling sering muncul seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, diabetes, gangguan pencernaan, hingga gangguan fungsi ginjal," ujarnya seperti dikutip detikJabar dari derikHealth, Jumat (5/12/2025).
Menurut dr Aru, dampak tersebut terutama dipengaruhi oleh tingginya kandungan natrium (garam), lemak jenuh, dan kalori dalam mi instan. Sebaliknya, kandungan nutrisi esensial seperti serat, vitamin, mineral, dan protein justru sangat rendah.
Berapa Lama Mi Instan Bertahan di Dalam Perut?
Meski secara tampilan mirip dengan mi pada umumnya, proses pencernaan mi instan ternyata berbeda dengan mi segar atau mi basah. Mi instan membutuhkan waktu lebih lama untuk diurai oleh sistem pencernaan.
Secara umum, mi instan dapat bertahan sekitar 3 hingga 5 jam di dalam lambung sebelum berpindah ke tahap pencernaan berikutnya. Pada sebagian orang, proses pencernaan secara keseluruhan bahkan bisa memakan waktu lebih panjang, yakni hingga 1 sampai 2 hari, sebelum sisa makanan benar-benar dikeluarkan dari tubuh.
Lamanya proses ini tidak terjadi tanpa sebab. Tekstur mi instan yang lebih padat, kandungan minyak akibat proses penggorengan, serta adanya bahan tambahan membuat mi instan lebih sulit dicerna dibandingkan mi segar. Sebaliknya, mi yang dibuat tanpa pengawet atau tanpa digoreng cenderung lebih cepat hancur dan lebih mudah melewati saluran cerna.
Mengapa Mi Instan Bisa Lebih Lama Dicerna?
Ada beberapa faktor utama yang membuat mi instan membutuhkan waktu lebih panjang untuk dicerna tubuh, antara lain:
1. Proses Penggorengan dan Kandungan Lemak Tinggi
Sebagian besar mi instan digoreng sebelum dikemas. Lemak jenuh dari proses ini dapat memperlambat pengosongan lambung atau gastric emptying, sehingga makanan bertahan lebih lama di perut.
2. Pengawet dan Bahan Tambahan
Walaupun mi instan aman dikonsumsi sesuai regulasi, keberadaan bahan tambahan seperti stabilizer dan emulsifier membuat teksturnya lebih keras dan tidak mudah terurai oleh enzim pencernaan.
3. Rendah Serat
Mi instan hampir tidak mengandung serat. Padahal, serat berperan penting dalam memperlancar pergerakan usus. Tanpa serat, proses pencernaan menjadi lebih lambat dan berpotensi menimbulkan keluhan pencernaan.
Dampaknya Jika Terlalu Sering Makan Mi Instan
Jika dikonsumsi berlebihan atau terlalu sering, efek mi instan bisa menumpuk dan berdampak pada kesehatan, antara lain:
Meningkatkan risiko hipertensi akibat kandungan garam yang tinggi.
Lonjakan gula darah lebih mudah terjadi.
Gangguan pencernaan, seperti perut kembung, begah, konstipasi, hingga refluks asam lambung.
Risiko penyakit metabolik seperti obesitas dan diabetes meningkat.
Beban ginjal bertambah akibat asupan natrium berlebih.
Asupan gizi tidak seimbang, karena mi instan tidak menyediakan nutrisi lengkap yang dibutuhkan tubuh.
Mi instan sebenarnya masih aman dikonsumsi, selama tidak terlalu sering dan dikombinasikan dengan bahan makanan lain yang lebih bergizi. Para dokter menyarankan beberapa langkah agar konsumsi mi instan menjadi lebih sehat, di antaranya:
Tambahkan sayuran seperti bayam, wortel, sawi, atau brokoli.
Sertakan sumber protein seperti telur, ayam, tahu, atau tempe.
Kurangi penggunaan bumbu instan, terutama minyak dan bubuk perisa.
Batasi konsumsi mi instan maksimal 1-2 kali dalam seminggu.
Dengan pola konsumsi yang lebih bijak, mi instan bisa tetap dinikmati tanpa harus mengorbankan kesehatan pencernaan.
Jadi, meski mi instan memang praktis dan mengenyangkan, tetapi proses pencernaannya membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan mi segar. Di dalam tubuh, mi instan bisa bertahan 3-5 jam di lambung, bahkan hingga 1-2 hari sampai benar-benar dicerna dan dikeluarkan. Kandungan lemak, natrium, serta minimnya serat menjadi faktor utama penyebabnya.
Kuncinya bukan melarang sepenuhnya, melainkan mengatur frekuensi dan cara konsumsi agar tetap seimbang dan sehat.
(tya/tya)











































