Pencicip Makanan: Pekerjaan Impian yang Ternyata Penuh Risiko

Kabar Internasional

Pencicip Makanan: Pekerjaan Impian yang Ternyata Penuh Risiko

Sonia Basoni - detikJabar
Rabu, 03 Des 2025 06:00 WIB
Herb: Bunch of fresh cilantro. Focus on few roots on foreground.
Ilustrasi (Foto: Getty Images/MmeEmil)
Jakarta -

Profesi pencicip makanan selama ini sering dikira sebagai pekerjaan impian, bisa mencoba berbagai hidangan dan camilan setiap hari. Namun di balik tampilan menyenangkannya, pekerjaan ini menyimpan tantangan besar dan risiko kesehatan.

Sejumlah pencicip makanan di China membagikan pengalaman mereka, dan cerita-cerita itu cepat menarik perhatian publik. Melansir detikFood, para pencicip makanan atau sensory evaluation engineer biasanya bekerja untuk merek camilan, pabrik makanan, hingga jaringan supermarket.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tugas mereka bukan sekadar mencicipi, tetapi mendeteksi perubahan sekecil apa pun pada rasa, tekstur, aroma, sampai tampilan produk. Gaji rata-rata mereka sekitar 10.000 yuan per bulan (Rp 23,5 juta), lengkap dengan fasilitas unik seperti subsidi gaji untuk kenaikan berat badan.

Mei Wan, pencicip makanan di sebuah perusahaan camilan, mengungkap bahwa sesi mencicip bisa berlangsung sangat intens. Ia mengatakan bisa mengonsumsi lebih dari 2,5 kilogram sampel dalam satu sesi.

ADVERTISEMENT

"Dalam satu sesi, saya bisa mengasup lebih dari 2.000 kalori, setara kebutuhan kalori sehari penuh," ujarnya.

Setelah sesi tersebut, para pekerja wajib membuat laporan rinci yang menentukan apakah sebuah produk layak dipasarkan.

Pencicip lain yang memakai nama samaran 'Swallow' bercerita kepada The Beijing News bahwa pekerjaannya mencakup pemeriksaan mendetail berbagai produk, dari stinky tofu hingga kacang-kacangan.

Ia harus memastikan tidak ada kotoran, memeriksa kebersihan cangkang, bahkan melakukan uji laboratorium untuk mencari racun atau mikroorganisme.

"Banyak yang mengira pekerjaan ini mudah, tetapi standarnya sangat tinggi," kata Swallow.

Ia menambahkan bahwa sebagian besar pencicip memiliki latar belakang pendidikan kimia, biologi, atau teknologi pangan.

Untuk menjaga ketelitian itu, standar kerja pun ketat. Pencicip pria dilarang merokok dan minum alkohol, sementara perempuan tidak boleh memakai riasan atau kutek. Semua diwajibkan menjaga pola makan hambar agar sensitivitas indra perasa tidak terganggu. Masa pelatihan bisa berlangsung hingga tiga tahun, dan usia juga menjadi tantangan, karena kepekaan lidah biasanya mulai menurun setelah 30 tahun.

Seorang pencicip lain, 'Little Grey Who Tries Hard to Eat', mengaku sering kewalahan.

"Saya sering tidak tahan melihat makanan, tetapi tugas ini harus dilakukan dengan serius karena produk makanan harus aman sebelum dijual bebas," katanya.

Dalam salah satu videonya, ia memperlihatkan bagaimana ia menimbang berat badan sebelum dan sesudah mencicip tumpukan udang serta leher bebek, lalu menetralkan lidah dengan air sebelum beralih ke sampel berikutnya.

Risiko kesehatan memang menjadi bagian tak terhindarkan dari pekerjaan ini. Gangguan pencernaan, rasa muak terhadap makanan, hingga kenaikan berat badan sering dialami para pencicip. Beberapa perusahaan bahkan memberi subsidi kenaikan berat badan sekitar 200 yuan (Rp 400 ribu) untuk setiap tambahan setengah kilogram. Swallow sendiri mengaku berat badannya sempat naik 10 kilogram pada bulan pertamanya.

"Banyak rekan juga mengalami hal yang sama, tetapi lama-lama kami belajar mengatur porsi dan kembali menurunkan berat badan," ujarnya.

Ia menegaskan bahwa disiplin diri adalah kunci bertahan di profesi ini.

Cerita-cerita itu memicu beragam reaksi warganet. "Saya kira menjadi pencicip adalah pekerjaan menyenangkan, ternyata sangat melelahkan," tulis seorang netizen. Yang lain menambahkan, "Saya sangat menghormati para pencicip makanan. Ketika makan menjadi pekerjaan, tekanan psikologisnya besar."


Artikel ini sudah tayang di detikFood




(sob/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads