Kelezatan Sop Kaki Sapi Legendaris Haji Mamad Cibadak Sukabumi

Kelezatan Sop Kaki Sapi Legendaris Haji Mamad Cibadak Sukabumi

Syahdan Alamsyah - detikJabar
Selasa, 27 Feb 2024 12:30 WIB
Sop kaki sapi Haji Mamad Sukabumi.
Pengunjung di rumah makan sop kaki sapi Haji Mamad Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar
Sukabumi -

Warung nasi yang satu ini sudah tidak asing lagi, khususnya bagi warga di Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Menu khasnya adalah sop bening kaki sapi, rasanya yang gurih dan sedap bikin kangen pencinta kuliner untuk balik lagi.

Lokasinya sederhana, berada di kawasan pertokoan Cibadak. Siapa sangka, warung nasi ini sudah ada sejak tahun 1959 dan kini diteruskan oleh putra bungsunya. Perjalanan warung nasi ini juga bermula dari pikulan keliling, citarasanya yang melegenda diteruskan oleh anak-anaknya.

"Rasanya sejak dahulu tidak berubah ya, tetap enak seperti sop, perkedel, paru dan babatnya enak. Harganya juga murah ya masih terjangkau," kata Erna (51) warga Jakarta saat ditemui detikJabar usai santap siang di warung Nasi Haji Mamad, Senin (26/2/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erna langsung jatuh hati sejak beberapa tahun lalu merasakan gurihnya sop di tempat kuliner sederhana itu. Hingga kini, hampir setiap minggu ia rela bolak-balik Jakarta-Sukabumi untuk menikmati makanan di Haji Mamad.

"Karena sudah langganan sebelumnya pesan dulu buat take away. Lalu ke sini sengaja buat makan dulu, setiap minggu loh saya ke sini sekarang bawa saudara dari BSD. Kalau saya sendiri dari Jakarta," ujarrnya.

ADVERTISEMENT

Menurut Erna, lokasi warung nasi tidak berubah sejak dahulu. Meskipun tapa papan nama atau petunjuk jalan, posisinya tidak bergeser. Tempat di dalam ruko gang sempit dengan spanduk kain logo foto almarhum Haji Mamad terpampang.

"Harapan ke depan, rasanya tetap dipertahankan, lokasinya diperbesar diperbaiki, kalau pelayanan bagus," imbuhnya.

Soal tempat sudah bukan rahasia lagi, sempit dan hanya muat 11 orang. Hal itulah yang menjadi seni menyantap kuliner di tempat ini, setiap pengunjung secara otomatis menikmati makanan tidak leluasa karena harus bergiliran dengan pengunjung lain.

"Makan di sini dijamin berkeringat, karena lokasinya sempit ya harus desak-desakan dan makan pun harus cepat karena banyaknya antrean. ya mungkin seninya di situ ya, jadi ngesang (berkeringat)," kata Suhendi warga Cibadak.

Soal rasa dikatakan Suhendi sudah tidak diragukan lagi. Meskipun resepnya sudah berpindah tangan ke anak-anaknya rasanya tetap sama, tidak berubah.

"Jadi perkedelnya, sop-sopnya semuanya rasanya tetap sama. Kadang kan ada ya tempat makan, dulunya enak ketika yang punya berpulang resepnya diwariskan eh rasanya malah berubah. Kalau di sini, rasanya begitu aja baik gurih maupun segarnya jadi kalau dibilang legenda ya legenda ya khususnya sop beningnya," ujar Suhendi.

Sop kaki sapi Haji Mamad Sukabumi.Sop kaki sapi Haji Mamad Sukabumi. Foto: Syahdan Alamsyah/detikJabar

Sejak 1959, Bermula Dari Pikulan

Kuliner Haji Mamad sudah ada sejak tahun 1959, dahulu dijual dengan cara dipikul berkeliling di kawasan Leuwi Goong, Cibadak. Karena lokasi tempat jualan pikul mengalami longsor, tempatnya berpindah ke emperan toko.

"Peninggalan orang tua, sejak tahun 1959 dijual dengan cara dipikul. Setelah itu pindah ke emperan toko dan akhirnya bisa masuk ruko di tahun 1991 menempati sampai saat ini," kata Tedi Setiadi, putra bungsu almarhum Haji Mamad.

Pikulan legend tersebut masih tersimpan hingga saat ini, meskipun tidak digunakan namun tidak sedikit pelanggan tetap sejak jaman dahulu bisa bernostalgia dengan penampakan pikulan tersebut. Tidak sedikit sederet artis ternama tnah air yang pernah mendatangi lokasi ii, hal itu terlihat dari foto-foto yang tertepel di dinding warung nasi.

"Kita menu yang jadi unggulannya sop bening, ada sop kaki, daging dan iga, menjadi favorit menu utama, keduanya dendeng paru kering dan perkedel," ujar Tedi.

Tedi mengaku sengaja tidak memasang plang nama di pinggir jalan meskipun begitu, pelanggan sudah mengetahui posisi warung nasinya.

"Konsumen memang sudah langganan, tidak ada plang karena sudah banyak yang tahu. Kalau Sabtu-Minggu kebanyakan dari luar kota, Jakarta, Bogor, sengaja makan di sini. Khasnya kita meneruskan resep dari orang tua tidak merubah rasa, dari dulu sampai sekarang tidak pernah berubah," tuturnya.

"Mudah-mudahan ke depan bisa membuka cabang di kota lain. Kalau permintaan dari pelanggan sudah banyak ya. Tinggal menunggu waktu saja," pungkasnya menambahkan.

(sya/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads