Colenak merupakan kudapan tradisional Sunda yang telah ada sejak puluhan tahun silam. Meski tradisional, namun colenak kini telah mendunia. Seperti apa sejarah colenak?
Melansir laman ensiklopedi kuliner LIPI colenak dibuat dengan bahan utama peuyeum yang dibakar menggunakan arang. Selagi hangat, peyeum bakar itu disajikan dengan kinca, lelehan gula aren yang dicampur parutan kelapa.
Nama colenak sendiri merupakan akronim dari kata dicocol enak. Nama tersebut konon didapat dari celetukan noni dan meneer Belanda. Hal itu diungkapkan Bety Nuraety, cucu dari Kakek Murdi yang merupakan pelopor colenak di era tahun 1930.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bety mengungkapkan, kudapan yang dijual kakeknya itu dinamani Peyeum Digulaan (tape dikasih gula). Namun pembeli kala itu yang sebagian besar adalah noni dan meneer Belanda banyak yang menyebut kudapan itu enak dimakan dengan cara dicocol.
"Waktu itu sebetulnya namanya itu peyeum digulaan, bukan colenak. Cuma karena ada pembeli Belanda (noni dan meneer) dulu, ini mah harus dimakannya dicocol biar enak," ucap Bety saat berbincang dengan detikJabar di kios Colenak Murdi Putra, Jumat (6/10/2023).
Sejak saat itu, banyak pembeli yang menyebut kudapan Murdi dengan kata colenak. "Jadi lah colenak, dicocol enak. Makanya nama colenak itu sebetulnya bukan dari kakek tapi dari pembeli. Akhirnya diberi nama colenak," ujarnya.
Bety yang kini melanjutkan usaha kakeknya itu mengungkapkan, Murdi awalnya hanya iseng membuat colenak. Sebab waktu itu, usaha berjualan yang digeluti Murdi tidak begitu lancar.
"Jadi kakek dulu jualan tapi gak laku, terus iseng bakar peyeum sendiri ya, akhirnya enak. Jadi jualan. Itu kata ibu ya karena saya gak ketemu langsung sama kakek," tutur Bety.
Colenak Murdi Putra awalnya berada di Jalan Ahmad Yani. Namun karena sesuatu hal, toko itu pindah ke Kiaracondong sebelum akhirnya menetap di Jalan Kembang Sepatu, Kosambi sejak 2015. Kini Bety yang melanjutkan usaha turun temurun itu.
(bba/tey)