Lotek dan karedok yang memiliki tampilan serupa seringkali dikira sama. Apalagi penyajiannya yang sama-sama menggunakan bumbu kacang.
Kedua makanan yang isinya sama-sama sayuran ini merupakan makanan khas Sunda. 'Serupa tetapi tak sama' bunyi peribahasa ini menggambarkan lotek dan karedok yang memiliki tampilan serupa namun merupakan makanan yang berbeda.
Lantas, perbedaan lotek dan karedok yang sama-sama disajikan dengan bumbu kacang ini apa, sih? detikers sudah tahu belum?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perbedaan Lotek dan Karedok
Dilansir dari artikel detikJabar, sayuran yang digunakan sebagai bahan lotek adalah bayam atau kangkung, labu siam, kacang panjang, tauge, dan daun kol. Namun, sayur-sayur ini direbus terlebih dahulu lalu disiram dengan bumbu kacang. Lotek juga bisa disantap dengan nasi dan kerupuk.
Perbedaan yang paling membedakan lotek dengan karedok adalah sayuran yang digunakkan pada karedok merupakan sayuran mentah, sedangkan pada lotek sayur-sayuran itu harus direbus terlebih dahulu. Sayuran karedok akan lebih terasa renyah dibandingkan dengan sayuran pada lotek yang telah direbus.
Tidak berbeda jauh, sayuran yang digunakan pada karedok adalah kacang panjang, kol, tauge, mentimun, terong gelatik, dan kemangi. Selain itu, karedok memiliki saus khas yang memakai kencur, bawang putih, gula merah, dan sedikit asam jawa sebagai pengharum aromanya.
Sejarah Lotek dan Karedok
Dilansir dari laman Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, sejarah lotek berawal ketika tahun 1970-an saat seorang jurnalis Inggris mencari salad saat sedang bertugas di Parongpong. Kemudian, jurnalis tersebut mencoba membuatnya dengan sayur-sayuran yang terdapat di Indonesia dan menggunakan alat-alat tradisional, sehingga disebut 'low tech' atau "lo tek" yang dilafalkan secara lokal.
Selanjutnya, berdasarkan Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, asal-usul karedok bermula ketika perkampungan yang terdapat di wilayah Sumedang Larang, tepatnya di seberang Sungai Cimanuk terkena longsor hingga pindah ke Kampung Babakan Dobol. Perkampungan tersebut memiliki kesuburan tanah yang bagus sehingga banyak pendatang yang mengunjunginya, hingga suatu hari Bupati Sumedang saat itu, yaitu Pangeran Suriat Atmaja beristirahat di desa ini setelah melakukan 'Ngalintar' (memancing ikan di sungai dengan jala) yang merupakan hobinya.
Para warga langsung menyuguhi Bupati tersebut dengan karedok terong dengan nasi. Bupati itu dibuat terkesima dengan rasa karedok yang terasa nikmat hingga menceritakannya kepada sesepuh Sumedang.
Kemudian, sesepuh Sumedang mengajak rekannya beristirahat di desa ini setelah ngalintar dan disuguhi dengan makanan yang sama oleh warga desa ini. Berkat rasa nikmat karedok terong yang disuguhkan saat itu, nama Kampung Dobol diubah menjadi Kampung Karedok dan saat ini sebagai Desa Karedok.
(dir/dir)