Roti Pandan Anti Galau adalah salah satu menu andalan mahasiswa di Jatinangor. Baik untuk sarapan pagi pada jam-jam kritis takut terlambat, camilan di sore hari, hingga teman mengerjakan tugas di malam hari.
Ternyata ada cerita unik dan doa yang terselip pada namanya. Kepada detikJabar Hendra (60), pemilik Roti Pandan Anti Galau membagikan ceritanya. Mulanya, usaha makanan ini dimulai pada 2013. Bersama anak-istrinya, Hendra memikirkan nama apa yang unik untuk digunakan sebagai nama usahanya. Hendra menyebutkan bahwa ada pengaruh selebriti yang sedang ramai diperbincangkan kala itu dalam pemilihan namanya.
"Pas itu Almarhum Julia Perez bilang lagi galau katanya sama suaminya. Gimana kalau ini dikasih nama Roti Anti Galau, karena biar anak-anak kalau lagi belajar, menghapal, perut keroncongan, galau kan. Oiya cocok, cocok. Sama anak istri waktu itu. Ya udah kasih nama Roti Anti Galau, alhamdulillah sukses sudah terkenal gitu," tutur Hendra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa waktu lalu, beredar rumor bahwa Hendra dan istri pindah ke Bandung. Hal ini menyebabkan usaha Roti Pandan Anti Galau-nya berhenti beroperasi. Namun, faktanya tidak begitu. Hendra menyebutkan bahwa memang rumahnya ada di Cicalengka. Istrinya saat ini tinggal di sana karena sedang berada dalam kondisi yang tidak sehat dan membutuhkan istirahat yang banyak. Sementara Hendra menyewa indekos di Jatinangor selama menjajakan roti pandannya. Meskipun begitu, ia tetap menyempatkan waktu untuk pulang ke rumahnya selama satu kali seminggu.
"Sekarang mah nggak bisa dibantu ibu, ibunya sakit (jantung). Jadi istirahat dulu. Ntar mah kalau udah sehat mau bantuin, ya bantuin," tutur Hendra sambil tangannya menyiapkan pesanan pelanggan.
Saat ini, Hendra tidak lagi berjualan dengan gerobaknya di Ciseke yang biasa disebut sebagai jantungnya Jatinangor. Ia telah menjual gerobak tersebut pada seseorang yang kemudian juga menjual dagangan yang sama. Kepindahan Hendra ini harus dilakukan karena adanya kebijakan baru dari pihak RW setempat.
"Karena itu kan sekarang udh nggak boleh sama RW, karena bikin macet. jadi yang ngontrak ruko nggak boleh dikontrakin lagi, jadi bikin macet. ya mau nggak mau yaudah kan, bapak pindah ke sini," jelas pria lanjut usia tersebut.
Seberang Gerlam, para mahasiswa menyebut tempat Hendra menjual rotinya. Sebenarnya, area tersebut cukup jarang dilewati mahasiswa, karena adanya keharusan untuk menyebrang untuk mencapai titik tersebut. Menyebrang jalan di Jatinangor bagaikan berjuang di medan perang.
Namun, Hendra menyebutkan bahwa saat ini, para tukang ojek yang biasa mangkal di Ciseke sedang berusaha membantunya. Mereka ingin Hendra kembali berjualan di Ciseke, kali ini tidak jauh dari pangkalan ojek.
"Tapi nanti juga bapak lagi diusahain sama tukang ojek disuruh pindah lagi ke sana, ke Ciseke, tapi deket pangkalan ojek," lanjut Hendra.
Meskipun lokasi Roti Pandan Anti Galau saat ini jarang dilewati mahasiswa, Hendra tidak mengalami kendala untuk menemukan pasarnya lagi. Ia menyebutkan bahwa seorang mahasiswi yang menyewa kos dekat kiosnya sempat membantunya dalam mempromosikan kembali dagangan Hendra lewat media sosial. Warna hijau khas Roti Pandan Anti Galau juga cukup membantu untuk dikenali dengan cepat oleh mahasiswa pelanggan Hendra.
"Trus tiba-tiba (rame), tau dari mana? Twitter, Pak. Rame di sana. Karena kan difoto sama bapak. Yang penting lihat meja bapak, pasti anak-anak pada udah tahu," katanya disusul tawa haru.
Dengan menyesuaikan lokasi saat ini, Roti Pandan Anti Galau buka sejak pukul 6.00 hingga 21.00 WIB. Memang, sebelum pindah, Hendra bisa berjualan hingga pukul 23.00 WIB karena peminatnya yang ramai. Bahkan, sebelum COVID-19 melanda, Hendra sering mendapat pesanan dalam jumlah besar di waktu-waktu tersebut.
"Kalau sebelum Covid, bapak setiap jam 11 malem udah nerima SMS. Itu Bale Wilasa 9, Kedokteran. Udah nerima SMS, Pak, pesen Rp400.000, terus dianterin sama tukang ojek," Hendra bercerita.
Roti Pandan Anti Galau milik Hendra memiliki dua macam rasa, yaitu manis dan asin. Berdasarkan pengalaman Hendra, menu favorit pada varian manis adalah cokelat-keju, pisang-cokelat-keju, dan keju-susu. Sedangkan pada varian asin, rasa telur-beef adalah juaranya. Variasi roti manis dibanderol dengan harga Rp4.000,- hingga Rp8.000,-. Sementara variasi roti asin dibanderol dengan harga Rp6.000 hingga Rp12.000. Metode pengolahannya pun dapat dipilih sesuai selera, apakah ingin dikukus atau dipanggang.
Hendra justru mengikuti perkembangan teknologi pembayaran masa kini. Ia turut menyediakan kode QR untuk metode pembayaran pemindaian QRIS. Meskipun belakangan marak pedagang menaikkan harga jika pelanggan membayar lewat QRIS, Hendra tidak mempermasalahkan hal itu. Berapa harga yang tertera pada menu, sebesar itu pula harga yang harus dibayar pelanggan.
Dalam hal penentuan harga, Hendra mengaku tidak banyak perubahan selama 10 tahun ia berdagang. Selama masih ada profit yang dihasilkan, Hendra tetap menggunakan harga yang sama. Ia selalu mempertimbangkan keterjangkauan harga dagangannya di mata mahasiswa sebagai pasarnya. Hendra bercita-cita menunaikan ibadah umrah. Lewat usaha rotinya ini, Hendra berharap agar ia secepatnya bisa menggapai cita-citanya tersebut.
"Kayaknya mah bapak selama dari awal jualan hanya memohon kepada Allah aja, meminta rejeki karena Allah yg ngatur. Karena cita-cita bapak mau umrah. Mudah2an terlaksana," katanya, matanya berbinar penuh harap.
(mso/mso)