Pasar Cihapit jadi salah satu pasar yang legendaris. Pada tahun 1940-an, pasar ini masih berupa lapangan tempat memandikan kuda-kuda yang tengah beristirahat. Kenangan ini masih teringat di memori Djulaeha, atau akrab disapa Mak Eha.
Nama Mak Eha bisa dibilang paling tenar di Pasar Cihapit. Ia punya warung nasi yang sudah berdiri sejak tahun 1947, bahkan sebelum ada Pasar Cihapit itu berdiri.
"Dulu ini belum jadi pasar, masih lapangan dari tanah (lantai belum keramik), terus kalau orang mau makan itu biasanya di depan (dekat jalan Riau). Di sini mah yang jual warung nasi cuma Emak," ujar Mak Eha sambil mengenang puluhan tahun yang lalu pada detikJabar, Rabu (12/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Usianya memang tak muda lagi, sudah 93 tahun. Namun ia masih punya pendengaran, penglihatan, dan ingatan yang jelas. Hanya saja jalannya sudah tak setegap dan segesit dulu.
Mendiang ibunda, Mak Enok, dulunya adalah seorang koki atau juru masak di rumah-rumah orang Belanda. Eha saat masih gadis kemudian diajari resep dan cara memasak.
"Dulu sekolah Belanda sama sekolah Jepang aja. Begitu lulus langsung diajarin masak gitu, sampai akhirnya nerusin warung ibu. Kalau nggak salah umur 17 tahun," kenangnya.
Sampai sekarang, resep masakan warung nasi Bu Eha masih terjaga cita rasanya. Padahal Pasar Cihapit terus mengalami perubahan melintasi zaman. Bahkan kini banyak destinasi kuliner yang kekinian dan jadi tongkrongan anak muda.
Tapi entah kenapa, Warung Nasi Bu Eha masih terus ramai seolah tak tergerus masa. Meskipun sejak pukul 06.00-15.30 WIB, tapi kalau ada pengunjung yang baru datang pukul 10.00 WIB atau lebih siang lagi, harus siap-siap gigit jari karena kehabisan banyak menu andalan.
Menu yang disajikan sebetulnya beragam. Sebut saja menu rumahan seperti gepuk, babat, limpa, soto Bandung, gorengan udang, gorengan jagung, telur balado, rendang, dan perkedel.
Tapi yang paling sering dicari orang-orang yakni gepuk, perkedel, dan aneka pepesnya. Plus, tak lengkap menyantap makanan khas Sunda jika tanpa sambalnya. Warung Nasi Mak Eha punya tiga sambal andalan yakni sambal leunca, dadak, dan karedok.
"Ada juga soto Bandung, limpa, rendang, ayam goreng, tapi kalau udah siangan paling tinggal limpa, sotong, ayam goreng, sama sambel," kata dia.
Baca juga: Cita Rasa Lomie Lodaya, Lezatnya Tiada Tara |
Kata Eha, ia punya resep khusus kenapa sajiannya seolah tak tergantikan meskipun ada banyak pesaing di bidang kuliner. Cita rasanya masih tetap terjaga, meski tanpa pengawet atau penyedap rasa.
"Resepnya bisa enak ya pokoknya masaknya dari hati nurani kita sendiri juga aja. Jangan mengecewakan pembeli kalo masak. Sebelum masak dipilah dulu, didoakan, jadi yang beli ngerasa mantep," ucap Eha.
Jadi Langganan Para Pesohor
![]() |
Letaknya boleh tersembunyi di ujung bagian dalam pasar tradisional, tapi pelanggannya tak main-main. Mulai dari keluarga Presiden, Menteri, Pejabat Daerah, hingga artis, tak terhitung ada berapa yang pernah mampir makan disini.
Ia masih ingat betul Inggit Garnasih mantan istri Presiden pertama RI, Soekarno, sering makan disini. Tak jarang ia membawa pulang jika Soekarno mampir ke Bandung.
"Dulu kan masih lapangan, kalau Pak Soekarno nggak pernah makan di sini, sukanya makan di depan. Bu Inggit sukanya makan pepes ikan emas, terus bawain udang sama pepesan gitu ke rumah kalau pak Karno makan. Anak-anak pak Karno suka ke sini, pak Guruh mah makannya kayak orang Sunda we, lalapan, jengkol, sambel gitu," kenangnya.
Nama-nama beken lainnya yang pernah mampir yakni sebut saja keluarga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, artis Meriam Bellina, mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan, pakar kuliner William Wongso, grup musik Project Pop, hingga pakar kuliner mendiang Bondan Winarno.
"Bondan Winarno dulu sukanya beli kepala ikan kakap, itu dimasak gulai. Kalau Pak RK mah dari dulu sukanya beli pepes-pepes di sini kan banyak ada jamur, tahu, oncom, ayam, ikan peda, ikan mas. Nggak berubah gitu-gitu aja, ya tetep aja masih pada suka ke sini," ucapnya.
Tapi yang tak kalah berkesan, yakni warung nasi miliknya sering jadi tempat para mahasiswa dan pelajar makan kemudian ngutang untuk dibayar bulan depan.
![]() |
Sembari bercerita, Eha sesekali menyambut sapaan para pelanggan setianya. Ia selalu didoakan supaya selalu panjang umur dan diberi kesehatan.
Kebetulan, siang itu Eha kedatangan banyak pengunjung dari alumni SMAN 5 Bandung angkatan 70. Salah seorang dari rombongan tersebut pun menghampiri Eha dan mengajak berfoto bersama.
Kurang lebih ada sekitar 15 orang dalam rombongan tersebut. Tak lupa mereka mengabadikan momen dengan berfoto dan mengambil video. "Terimakasih Bu Eha!!" teriak mereka dengan lantang.
"Kami ucapkan terima kasih karena Bu Eha ini jadi tempat makan penuh memori untuk kami. Selain masakan yang semuanya selalu enak, nostalgianya tidak terbayarkan. Ingat betul sekitar 50 tahun yang lalu, kami pulang sekolah ke sini jalan kaki, uangnya terbatas jadi hanya beli tempe sama ayam goreng. Itu menghabiskan satu minggu uang saku. Dulu harganya Rp300-400," kenang Atik (69) menceritakan masa remajanya.
"Tadi si Emak juga langsung nanya 'ini rombongan Agus yah?' cenah teh, 'iya kok ibu inget?' katanya dulu Agus suka ngutang. Soalnya kan uangnya mepet dulu," celetuk Yati (70) turut menimpali, yang kemudian diiringi tawa.
(aau/yum)