Ternyata Ini Arti Kata Santri, Banyak yang Belum Tahu

Ternyata Ini Arti Kata Santri, Banyak yang Belum Tahu

Tya Eka Yulianti - detikJabar
Rabu, 22 Okt 2025 07:17 WIB
Santri di Ponpes Miftahul Huda Manonjaya, Tasikmalaya
Ilustrasi santri (Foto: Faizal Amiruddin/detikJabar)
Bandung -

Setiap tanggal 22 Oktober, masyarakat Indonesia memperingati Hari Santri Nasional. Ini menjadi momen penting untuk menghormati dedikasi dan perjuangan kaum santri dalam membangun bangsa.

Mendengar kata santri sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Namun, meski begitu ternyata banyak yang belum mengetahui apa makna sebenarnya dari kata santri, serta bagaimana asal-usul istilah ini muncul dalam sejarah kebudayaan Indonesia.

Hari Santri Nasional pertama kali ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 sebagai bentuk penghargaan terhadap peran santri dan ulama dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, terutama saat Resolusi Jihad 1945 yang digagas oleh KH. Hasyim Asy'ari di Surabaya. Sejak saat itu, tanggal 22 Oktober menjadi simbol perjuangan spiritual, moral, dan intelektual santri di seluruh nusantara.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Santri bukan hanya identik dengan mereka yang belajar di pesantren, tetapi juga mencerminkan pribadi yang taat, berakhlak, dan memiliki tekad kuat untuk menuntut ilmu serta mengabdi pada agama dan bangsa. Dalam kehidupan sehari-hari, nilai-nilai kesederhanaan, keikhlasan, dan kebersamaan menjadi ciri khas yang melekat kuat dalam diri seorang santri.

Ilustrasi SantriIlustrasi Santri Foto: Getty Images/iStockphoto/wichianduangsri

ADVERTISEMENT

Apa Itu Santri?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), santri diartikan sebagai orang yang mendalami ajaran agama Islam atau orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh. Definisi ini menggambarkan bahwa santri tidak hanya terbatas pada siswa yang menempuh pendidikan di pesantren, tetapi juga mencakup setiap individu yang memiliki tekad mendalam untuk memperdalam ilmu agama Islam dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks sosial, santri sering dianggap sebagai simbol kesalehan dan ketaatan terhadap nilai-nilai moral dan spiritual. Mereka belajar bukan hanya untuk menjadi alim atau ahli dalam ilmu agama, tetapi juga untuk melatih diri agar berdisiplin, menghargai waktu, dan menjaga hubungan baik dengan sesama.

Pesantren sebagai tempat belajar para santri juga memainkan peran penting dalam membentuk karakter bangsa. Melalui sistem pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai keislaman dan kemandirian, pesantren telah menjadi pusat pembentukan moral dan kepemimpinan yang kuat. Tidak heran jika banyak tokoh nasional, seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy'ari, dan Gus Dur, berasal dari kalangan santri.

Ilustrasi SantriIlustrasi Santri Foto: Getty Images/iStockphoto/wichianduangsri

Asal-Usul Kata Santri

Menariknya, kata santri ternyata memiliki sejarah panjang dan makna yang kaya. Dalam buku Diplomasi Santri karya Arifi Saiman, dijelaskan bahwa menurut C.C. Berg, kata "santri" berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu "shastri", yang berarti seseorang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu. Seiring perkembangan zaman dan masuknya Islam ke Nusantara, istilah tersebut mengalami penyesuaian makna hingga akhirnya dikenal sebagai "santri", yakni pelajar yang mendalami ilmu agama Islam.

Pendapat lain menyebutkan bahwa kata "santri" berasal dari "sastri", yang dalam bahasa Sanskerta berarti melek huruf atau seseorang yang bisa membaca. Arti ini selaras dengan semangat para santri yang selalu haus akan ilmu pengetahuan dan berupaya mencerdaskan diri melalui pembelajaran kitab kuning serta ilmu keagamaan lainnya.

Namun, versi lain yang tidak kalah menarik menyebutkan bahwa istilah "santri" berasal dari bahasa Jawa, yakni "cantrik". Dalam budaya Jawa, cantrik berarti seseorang yang selalu mengikuti gurunya ke mana pun ia pergi. Makna ini menggambarkan hubungan yang erat antara guru dan murid dalam dunia pesantren - hubungan yang dilandasi rasa hormat, kesetiaan, dan keinginan untuk meneladani ilmu serta akhlak sang guru.

Lebih jauh lagi, dalam perspektif bahasa Arab, beberapa ulama menafsirkan kata "santri" dengan menggunakan lima huruf ي Ψ± Ψͺ Ω† Ψ³. Setiap huruf memiliki makna yang dalam:

Ψ³ (Sin) berarti salimul aqidah - orang yang lurus akidahnya,

Ω† (Nun) berarti naibul ulama - penerus perjuangan ulama,

Ψͺ (Ta) berarti tariqul akhlaq - berakhlak mulia,

Ψ± (Ra) berarti raghibul 'ilm - pencinta ilmu, dan

ي (Ya) berarti yakinu billah - yakin kepada Allah.

Dengan demikian, santri tidak hanya dipahami secara harfiah sebagai pelajar pesantren, tetapi juga sebagai pribadi yang mencerminkan nilai-nilai luhur agama, moral, dan spiritualitas Islam.

Santri di Ponpes KudusIlustrasi santri di Ponpes Foto: Santri di Ponpes Kudus (Dian Utoro Aji/detikcom)

Jenis-Jenis Santri di Pesantren

Dalam tradisi pesantren, santri memiliki beberapa kategori yang berbeda berdasarkan sistem belajar dan pola hidupnya. Menurut Zulhadi dalam jurnal Pondok Pesantren: Ciri Khas, Perkembangan, dan Sistem Pendidikannya, santri dibagi menjadi tiga jenis utama, yaitu santri mukim, santri kalong, dan santri kilatan.

  • Santri Mukim: Pengabdian dan Kehidupan di Pondok

Santri mukim adalah mereka yang tinggal di pondok pesantren dalam jangka waktu lama. Biasanya, mereka berasal dari daerah yang jauh dan memilih menetap di pesantren agar bisa fokus belajar agama. Para santri mukim memiliki tanggung jawab lebih besar, seperti membantu kegiatan harian pesantren, menjaga kebersihan lingkungan, hingga mengajar santri baru.

Kehidupan santri mukim penuh dengan kesederhanaan dan disiplin. Mereka bangun sebelum subuh, menunaikan salat berjamaah, membaca Al-Qur'an, menghadiri pengajian kitab, dan belajar hingga larut malam. Nilai-nilai kemandirian, kebersamaan, dan keikhlasan tumbuh secara alami di lingkungan ini.

  • Santri Kalong: Santri yang Pulang Pergi

Santri kalong, di sisi lain, adalah mereka yang tidak menetap di pesantren. Mereka biasanya berasal dari desa sekitar pesantren, sehingga bisa pulang ke rumah setelah kegiatan belajar selesai. Sistem ini memungkinkan mereka tetap membantu keluarga di rumah sambil tetap menimba ilmu agama di pesantren.

  • Santri Kilatan: Belajar Singkat, Mendalam Makna

Santri kilatan adalah peserta program belajar singkat di pesantren, biasanya berlangsung selama beberapa minggu, terutama di bulan Ramadhan. Mereka datang khusus untuk mengikuti kajian kitab tertentu atau memperdalam satu topik keagamaan. Program seperti ini juga sering diikuti anak-anak yang ingin merasakan kehidupan santri dalam waktu singkat, sebagai bagian dari pembentukan karakter dan pengalaman spiritual.

Ilustrasi santriIlustrasi santri Foto: Paxels/Khoirur El-Roziqin

Nilai Filosofis yang Terkandung dalam Kata Santri

Kata santri bukan sekadar label bagi pelajar pesantren, melainkan mengandung makna filosofis yang sangat dalam. Jika ditelusuri dari pandangan keagamaan, seorang santri diidentikkan dengan pribadi yang alim (berilmu), menjaga aurat, berpakaian sopan, menahan hawa nafsu, serta memiliki keyakinan kuat dalam cita-citanya. Nilai-nilai ini mencerminkan keseimbangan antara pengetahuan, moral, dan spiritualitas yang menjadi dasar kehidupan seorang muslim sejati.

Menjadi santri berarti menapaki jalan panjang untuk menumbuhkan kecerdasan intelektual dan kepekaan spiritual. Mereka tidak hanya diajarkan untuk memahami teks agama, tetapi juga untuk menghayati maknanya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang santri dituntut untuk ngaji hati - belajar bukan sekadar untuk tahu, tetapi untuk memperbaiki diri dan membawa manfaat bagi orang lain.

Dalam kehidupan sosial, nilai-nilai kesantunan, kesederhanaan, dan gotong royong yang ditanamkan di pesantren menjadikan santri pribadi yang rendah hati namun penuh integritas. Mereka terbiasa bekerja keras, hidup mandiri, dan tidak mudah menyerah menghadapi kesulitan.

Nilai ta'dzim (hormat kepada guru) juga menjadi ciri khas santri. Bagi mereka, keberkahan ilmu tidak hanya datang dari apa yang dipelajari, tetapi juga dari adab terhadap guru. Inilah sebabnya hubungan antara santri dan kiai tidak sekadar seperti murid dan pengajar, melainkan seperti anak dan orang tua yang saling menghormati dan saling mendoakan.

Filosofi santri juga mencerminkan keseimbangan antara dunia dan akhirat. Mereka belajar untuk menjadi khalifah fil ardh (pemimpin di bumi) dengan bekal ilmu dan iman yang kuat. Itulah mengapa santri bukan hanya diidentikkan dengan orang yang alim, tetapi juga dengan pribadi yang mampu berkontribusi bagi bangsa dan masyarakat.

Kata santri menyimpan makna yang lebih luas daripada sekadar pelajar pesantren. Ia menggambarkan pribadi yang berilmu, berakhlak, dan berkontribusi nyata bagi agama dan bangsa. Dari asal katanya yang berakar pada tradisi kuno hingga peran modernnya dalam dunia digital, santri selalu menjadi simbol keilmuan, keteladanan, dan semangat kebangsaan.

Hari Santri Nasional bukan hanya perayaan simbolik, tetapi momentum untuk meneladani nilai-nilai luhur santri - keikhlasan, kesederhanaan, dan kecintaan terhadap ilmu. Di tengah arus globalisasi, nilai-nilai tersebut tetap relevan untuk membangun karakter generasi muda yang cerdas, berakhlak, dan cinta tanah air.

Itu dia makna kata santri yang telah dirangkum detikJabar. Semoga membantu!




(tya/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads