Setiap tanggal 23 September, dunia memperingati Hari Bahasa Isyarat Internasional. Bahasa isyarat adalah sistem komunikasi berbasis gerakan tangan, ekspresi wajah, dan tubuh yang digunakan terutama oleh penyandang tuna rungu. Sama seperti bahasa lisan, bahasa isyarat juga beragam dan berbeda-beda di setiap negara maupun wilayah.
Peringatan ini hadir sebagai bentuk penghargaan terhadap bahasa isyarat yang telah menjadi jembatan komunikasi bagi jutaan orang di seluruh dunia. Tak hanya itu, Hari Bahasa Isyarat juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya akses komunikasi yang setara.
Berikut tujuh fakta menarik seputar Hari Bahasa Isyarat Internasional dan bahasa isyarat itu sendiri:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Asal-usul Hari Bahasa Isyarat Internasional
Hari Bahasa Isyarat Internasional pertama kali diperingati pada 23 September 2018. Tanggal ini dipilih karena bertepatan dengan berdirinya World Federation of the Deaf (WFD) pada tahun 1951.
WFD adalah organisasi non-pemerintah yang menaungi lebih dari 100 asosiasi nasional dan mewakili sekitar 70 juta penyandang tuna rungu di seluruh dunia. Organisasi ini berkomitmen memperjuangkan hak asasi manusia bagi komunitas tuna rungu.
Usulan WFD kemudian diterima oleh PBB yang menetapkan peringatan ini secara resmi pada Desember 2017. Sejak saat itu, 23 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Bahasa Isyarat Internasional dengan tema yang berbeda-beda.
2. Tujuan Peringatan
Peringatan ini memiliki tujuan utama untuk:
Meningkatkan kesadaran publik terhadap isu dan tantangan komunitas tuna rungu.
Menghargai keberagaman serta kekayaan bahasa isyarat di seluruh dunia.
Memastikan akses setara terhadap pendidikan dan informasi bagi penyandang tuna rungu.
Bahasa isyarat bukan hanya alat komunikasi, melainkan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh setiap negara.
3. Cara Merayakan Hari Bahasa Isyarat Internasional
Ada banyak cara merayakan peringatan ini. Beberapa di antaranya adalah mempelajari dasar-dasar bahasa isyarat, membagikan informasi di media sosial untuk meningkatkan kesadaran, hingga menghadiri acara atau seminar tentang bahasa isyarat.
Peringatan ini juga sering dijadikan momentum oleh komunitas tuna rungu untuk menggelar kegiatan edukasi dan kampanye publik.
4. Sejarah Bahasa Isyarat
Penggunaan bahasa isyarat sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Catatan paling awal ditemukan dalam karya Cratylus milik Plato sekitar abad ke-15 SM.
Pada abad ke-18, perkembangan bahasa isyarat semakin pesat setelah Abbé de l'Épée mendirikan sekolah pertama untuk anak-anak tuna rungu di Paris pada tahun 1755. Dari sekolah inilah lahir tokoh Laurent Clerc yang kemudian membawa pendidikan bahasa isyarat ke Amerika Serikat bersama Thomas Hopkins Gallaudet pada 1817.
5. Bahasa Isyarat Berbeda di Setiap Negara
Meski banyak negara menggunakan bahasa yang sama, bahasa isyaratnya bisa sangat berbeda. Misalnya, Inggris, Amerika Serikat, dan Australia sama-sama menggunakan bahasa Inggris, tetapi masing-masing memiliki sistem bahasa isyarat sendiri.
Saat ini, diperkirakan ada sekitar 300 bahasa isyarat di dunia, sehingga tidak ada satu bahasa isyarat yang bersifat universal.
6. Bahasa Isyarat di Indonesia
Di Indonesia, terdapat dua sistem utama: Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI).
BISINDO lebih banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, berkembang secara alami di masyarakat.
SIBI lebih formal, mengikuti tata bahasa Indonesia, dan banyak digunakan di sekolah-sekolah.
Perbedaan mendasar terletak pada penggunaannya: BISINDO memakai dua tangan, sementara SIBI menggunakan satu tangan seperti American Sign Language (ASL).
7. Peran Penting Bahasa Isyarat
Bahasa isyarat berperan penting dalam membuka akses komunikasi, pendidikan, hingga pekerjaan bagi tuna rungu. Lebih dari itu, bahasa isyarat juga merupakan identitas, budaya, dan tradisi linguistik yang harus dihargai.
Keberadaan bahasa isyarat menunjukkan betapa beragam dan kayanya ekspresi manusia dalam berkomunikasi.
Penutup
Hari Bahasa Isyarat Internasional pada 23 September bukan hanya momen perayaan, tetapi juga kesempatan untuk mengingatkan dunia tentang pentingnya akses komunikasi yang inklusif. Dengan menghargai bahasa isyarat, berarti kita turut mendukung hak asasi jutaan orang di seluruh dunia.
(tya/tey)