Ternyata Ini Arti dari Kata Halalbihalal, Sudah Tahu Belum?

Ternyata Ini Arti dari Kata Halalbihalal, Sudah Tahu Belum?

Tya Eka Yulianti - detikJabar
Senin, 07 Apr 2025 14:32 WIB
Ilustrasi Lebaran
Ilustrasi Halalbihalal (Foto: Getty Images/Rani Nurlaela Desandi)
Bandung -

Pada bulan Syawal 1446 Hijriah, tradisi halalbihalal kembali marak di tengah masyarakat Indonesia. Momen ini menjadi bagian dari perayaan Idulfitri 2025, di mana umat Muslim saling bersilaturahmi untuk mempererat hubungan sekaligus saling memaafkan.

Halalbihalal biasanya dilakukan dengan mengunjungi rumah tetangga, keluarga, hingga kerabat dekat. Kegiatan ini identik dengan saling bersalaman, berbagi cerita, dan tentu saja menikmati hidangan khas Lebaran bersama.

Seiring waktu, tradisi halalbihalal terus berkembang. Kini tak hanya berlangsung di lingkungan keluarga, tapi juga merambah ke ruang publik seperti kantor, sekolah, komunitas, hingga forum-forum resmi dalam bentuk acara "open house".

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bahkan setelah libur Lebaran berakhir dan rutinitas kembali berjalan normal, banyak instansi atau kelompok yang mengadakan halalbihalal sebagai sarana mempererat hubungan dan memperkuat kebersamaan.

Namun, tahukah kamu bahwa tradisi halalbihalal ini sebenarnya merupakan budaya khas Indonesia? Praktik ini tidak ditemukan di negara-negara Muslim lainnya. Lantas, apakah kamu tahu apa arti atau makna dari halalbihalal dan bagaimana sejarah serta asal usulnya?

ADVERTISEMENT

Simak artikel ini sampai selesai.

Ilustrasi kumpul lebaranIlustrasi kumpul halalbihalal Foto: Getty Images/Rifka Hayati

Arti Halal Bihalal

Secara etimologis, istilah halalbihalal berasal dari Bahasa Arab, yaitu dari akar kata halla atau halala, yang memiliki banyak arti tergantung konteksnya. Di antaranya berarti menyelesaikan masalah, meluruskan sesuatu yang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan. Makna ini sejalan dengan tujuan halalbihalal, yakni memperbaiki dan memulihkan hubungan antarindividu yang sempat renggang akibat kesalahan atau kesalahpahaman.

Dalam Bahasa Indonesia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), halalbihalal didefinisikan sebagai:

"Hal saling bermaaf-maafan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya dilakukan di suatu tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang; maaf-maafan."

Dengan pengertian tersebut, halalbihalal mengandung unsur silaturahmi, rekonsiliasi sosial, dan penguatan nilai-nilai kemanusiaan. Masyarakat melakukannya dengan cara bersalaman, saling mengucapkan maaf, dan mempererat hubungan yang mungkin sempat terganggu.

Halalbihalal adalah tradisi khas Indonesia yang biasa dilakukan saat Idulfitri. Tradisi ini bermakna saling bermaafan dan mempererat tali silaturahmi. Untuk memahami maknanya secara utuh, halalbihalal dapat ditinjau dari tiga pendekatan: bahasa, hukum Islam, dan pandangan al-Qur'an.

Hari raya malay muslim family in traditional clothing bonding family reunion on Hari Raya Aidilfitri / Eid-Ul-Fitr celebration in living roomIlustrasi halalbihalal Foto: Getty Images/Edwin Tan

Pendekatan Bahasa

Dalam Bahasa Indonesia, halalbihalal berarti acara saling memaafkan saat Lebaran.

Dalam Bahasa Arab, istilah ini berasal dari kata halla atau halala yang berarti menyelesaikan masalah, meluruskan yang kusut, mencairkan yang beku, atau melepaskan ikatan.

Jadi, secara bahasa, halalbihalal adalah kegiatan untuk saling memaafkan dan menyambung kembali hubungan yang renggang agar hati menjadi lega dan hubungan antar manusia menjadi harmonis.

Pendekatan Hukum Islam (Fiqih)

Dalam tinjauan hukum Islam atau fiqih, istilah halal dan haram memiliki makna yang sangat penting. Halal merujuk pada segala hal atau perbuatan yang diperbolehkan dan tidak menimbulkan dosa. Sebaliknya, haram adalah segala sesuatu yang dilarang dan jika dilakukan akan membawa konsekuensi dosa serta siksaan di akhirat.

Dalam konteks halalbihalal, kegiatan ini dapat dimaknai sebagai upaya untuk mengubah hubungan atau sikap yang sebelumnya berdosa (haram) menjadi bersih dari dosa (halal) melalui proses saling memaafkan. Halalbihalal bukan sekadar ajang bersalaman dan ucapan maaf, tetapi merupakan langkah untuk memperbaiki diri secara spiritual dan sosial, dengan harapan terbebas dari beban kesalahan yang pernah dilakukan.

Namun, agar makna halalbihalal benar-benar tercapai menurut hukum Islam, ada syarat-syarat yang harus dipenuhi. Yaitu, melakukan taubat yang sungguh-sungguh, yang terdiri dari beberapa unsur penting:

  • Menyesali perbuatan yang salah,

  • Bertekad tidak mengulanginya lagi,

  • Meminta maaf kepada orang yang disakiti,

  • Dan jika berkaitan dengan hak milik orang lain, harus dikembalikan kecuali mendapat ridha dari pemiliknya.

Pendekatan Al-Qur'an

Dalam Al-Qur'an, kata halal disebutkan dalam beberapa ayat yang tersebar di lima surat. Penggunaan istilah ini tidak hanya berkaitan dengan makanan dan minuman, tetapi juga menyentuh aspek moral dan etika dalam kehidupan sehari-hari. Setidaknya terdapat enam ayat yang memuat kata halal, dua di antaranya disebut bersamaan dengan kata haram, dan empat lainnya dikaitkan dengan konsep thayyib (baik) dan kuluu (makanlah).

Pertama, kata halal digandengkan langsung dengan haram dalam Surat An-Nahl ayat 116 dan Surat Yunus ayat 59. Dalam An-Nahl:116, Allah memperingatkan manusia agar tidak sembarangan menghalalkan atau mengharamkan sesuatu tanpa dasar yang benar, karena hal itu termasuk perbuatan dusta atas nama Allah. Artinya:

"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: 'Ini halal dan ini haram,' untuk mengadakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengadakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung." (Q.S. An-Nahl: 116)

Sementara itu, dalam Surat Yunus ayat 59, Allah menegur mereka yang membagi-bagi rezeki dari-Nya secara semena-mena dengan mengharamkan sebagian dan menghalalkan sebagian lainnya tanpa izin dari-Nya:

"Katakanlah: 'Terangkanlah kepadaku tentang rezeki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.' Katakanlah: 'Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-ada terhadap Allah?'" (Q.S. Yunus: 59)

Keempat ayat lainnya mengaitkan kata halal dengan konsep thayyibah (baik lagi menyenangkan) dan perintah untuk makanlah (kuluu). Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dikonsumsi manusia harus tidak hanya halal secara hukum, tetapi juga baik dan bermanfaat bagi tubuh serta jiwa. Ayat-ayat tersebut terdapat dalam:

Surat Al-Baqarah ayat 168:

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu."

Surat Al-Anfal ayat 69:

"Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah engkau ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Surat Al-Maidah ayat 88:

"Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya."

Surat An-Nahl ayat 114 (kemungkinan terjadi kekeliruan penulisan ayat 166, karena surat An-Nahl hanya sampai ayat 128):

"Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah."

Dengan berbagai mengetahui arti halalbihalal dari berbagai pendekatan, halalbihalal bukan hanya sekadar acara formal untuk saling bersalaman dan bermaaf-maafan setelah Idul Fitri.

Lebih dari itu, halalbihalal adalah manifestasi nyata dari ajaran Al-Qur'an-mengajak manusia untuk memelihara silaturahmi, menyucikan hati dari dendam dan kesalahan masa lalu, serta menciptakan suasana yang baik, bersih, dan menyenangkan di tengah masyarakat.

Melalui halalbihalal, umat Islam di Indonesia menjadikan momentum Syawal sebagai titik balik untuk memperbaiki hubungan, memaafkan sesama, dan menata ulang niat hidup yang lebih baik. Inilah bukti bahwa nilai-nilai Islam bisa diwujudkan secara kontekstual dan kultural tanpa meninggalkan esensi ajarannya.

Tradisi halalbihalal bukan hanya relevan dari sisi budaya, tetapi juga sarat makna spiritual.

Itu dia arti dari kata halalbihalal yang saat ini seringkali kita jumpai. Semoga membantu!




(tya/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads