Ibadah yang khas dilakukan pada sepuluh hari terakhir Ramadan adalah itikaf. Ibadah ini adalah tinggal di dalam masjid dengan mengerjakan berbagai ibadah seperti shalat, membaca Al-Qur'an dan maknanya, hingga mengerjakan kesalehan sosial seperti bersedekah.
Itikaf boleh dilaksanakan di masjid manapun. Bagi seorang lelaki, boleh jadi mudah untuk memutuskan beritikaf selama sepuluh hari terakhir Ramadan. Namun perempuan, bolehkah dia beri'tikaf di masjid? Jawaban atas pertanyaan ini adalah boleh, sebagaimana yang dicontohkan oleh istri-istri Nabi Muhammad SAW.
Akan tetapi, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi jika perempuan akan beritikaf di masjid. Hal ini perlu dipenuhi agar keberangkatan perempuan ke masjid berada dalam suasana yang diridhai. Apa saja syaratnya? Simak artikel ini yuk!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hukum Itikaf bagi Perempuan
Hukum i'tikaf bagi perempuan maupun bagi laki-laki tidaklah berbeda. detikJabar mengutip Kitab Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah oleh Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi. Menurut kitab ini, dalam mazhab Syafi'i hukum itikaf adalah sunnah muakkad (sangat dianjurkan).
Itikaf dianjurkan baik di bulan Ramadan maupun di bulan lainnya dan sunnah muakkadnya lebih ditekankan lagi pada sepuluh hari yang akhir Ramadan. Hukum itikaf baik bagi laki-laki dan wanita ialah sunnah.
Sifat sunnah ini akan gugur jika seseorang membuat nazar (janji) untuk mengerjakan i'tikaf. Semua ulama sepakat bahwa itikaf hukumnya mutlak disunnahkan. Namun, hukum i'tikaf bisa menjadi wajib ketika hal itu dinazarkan oleh seseorang.
Bolehkah Perempuan Itikaf di Masjid?
Perempuan boleh beritikaf di masjid. Hal ini dicontohkan oleh istri-istri Nabi Muhammad SAW. Syaikh Abdullah Al-Jarullah dalam buku 'Menghidupkan 10 Malam Terakhir Ramadhan' mengutip hadits Al-Bukhari tentang perempuan i'tikaf.
"Nabi beri'tikaf di sepuluh akhir dari ramadhan sampai wafat kemudian istri-istri beliau beri'tikaf setelahnya. (HR. Bukhari)," tulisnya.
Dalam sumber lain, disebutkan runutan hadits seperti di bawah ini:
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam selalu beritikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Sepeninggal beliau, istri-istri beliau pun melakukan itikaf." (HR. Al-Bukhari no. 2026 dan Muslim nomor 1172)
Yahya bin Said berkata,
"Kemudian 'Aisyah meminta izin untuk bisa beritikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya." (HR Bukhari nomor 2041)
Pada bulan Ramadan, 'Aisyah meminta izin untuk beritikaf. Maka Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam mengizinkan 'Aisyah beriktikaf.
Kemudian dari 'Aisyah berkata Nabi Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam beritikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadan hingga wafatnya.
"Kemudian istri-istri Beliau pun tetap beritikaf setelah kepergian beliau." (HR Bukhari nomor 2026 dan Muslim nomor 1172)
4 Syarat Perempuan I'tikaf Sepuluh Hari Terakhir Ramadan
Perempuan yang akan beritikaf di masjid perlu memenuhi syarat-syarat. Ini agar ibadah yang khas di akhir Ramadan ini tidak tercederai karena cara yang ditempuhnya kurang sesuai. Apa saja syarat itu?
1. Mendapatkan Izin dari Suami
Bagi perempuan yang telah menikah meminta izin untuk itikaf di masjid kepada suami adalah sebuah keharusan. Diizinkan atau tidak dengan alasan yang logis, keputusan itulah yang diikuti istri. Bagi perempuan yang belum menikah, izin ada di tangan orang tua atau yang menjadi walinya.
Hal ini dicontohkan oleh istri-istri Nabi Muhammad SAW yang terungkap dalam runutan hadits seperti di bawah ini:
"Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam selalu beritikaf pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan hingga beliau wafat. Sepeninggal beliau, istri-istri beliau pun melakukan itikaf." (HR. Al-Bukhari no. 2026 dan Muslim nomor 1172)
Yahya bin Said berkata,
"Kemudian 'Aisyah meminta izin untuk bisa beritikaf bersama beliau, maka beliau mengizinkannya." (HR Bukhari nomor 2041)
2. Menutup Aurat
Menutup aurat adalah syarat seorang perempuan itikaf di dalam masjid. Menutup aurat bagian daripada syari'at Islam untuk perempuan. Menutup aurat juga untuk tujuan menghindarkan fitnah.
Batas aurat perempuan, sebagaimana disepakati banyak ahli hukum Islam ketika perempuan shalat, adalah seluruh badannya, kecuali wajah dan telapak tangan. Aturan aurat dalam shalat itu diperintahkan pula dipraktikkan di luar shalat, termasuk ketika itikaf.
Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59 menjelaskan perihal ini:
يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَاجِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَاۤءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيْبِهِنَّۗ ذٰلِكَ اَدْنٰىٓ اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَۗ وَكَانَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا ٥٩
Artinya: "Wahai Nabi (Muhammad), katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin supaya mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali sehingga mereka tidak diganggu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
3. Tidak Sedang Junub
Perempuan yang akan beritikaf di masjid, selain perlu izin dari suami atau walinya, maka perlu juga memastikan diri tidak dalam keadaan junub. Keadaan junub adalah keadaan tidak suci karena alasan haid, nifas, atau baru saja berjimak.
Perempuan yang junub (termasuk juga laki-laki junub karena keluar mani dan berjimak) tidak diperbolehkan tinggal di dalam masjid. Islam hanya memperbolehkan orang junub ke masjid sebatas lewat.
Hal ini dijelaskan di dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 43:
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan dan jangan (pula menghampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub, kecuali sekadar berlalu (saja) sehingga kamu mandi (junub). Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
4. Beritikaf di Tempat Khusus
Diwajibkan bagi perempuan dan laki-laki tidak berlaku ikhtilat (bercampur) baik di tempat terbuka maupun di tempat tertutup. Begitu juga ketika sedang melaksanakan i'tikaf.
Perempuan biasanya punya tempat tersendiri yang disediakan takmir masjid sebagai tempat beri'tikaf. Tempat khusus itu bisa saja berupa tempat di masjid yang sama, yang terpisahkan dengan dinding penyekat antara tempat perempuan dengan tempat laki-laki.
Etika untuk tidak ikhtilat ini merupakan perintah di dalam Al-Quran. Kitab suci ini mencontohkan bagaimana tamu laki-laki harus bersikap sopan dan berkomunikasi dengan istri-istri nabi dengan perantaraan hijab (penyekat).
"Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka." (QS. Al-Ahzab: 53)
Demikianlah syarat-syarat yang perlu dipenuhi perempuan yang hendak i'tikaf di masjid. Hal-hal lain seperti niat yang tulus, mengikuti aturan di dalam masjid, menjaga etika berupa sikap dan perkataan, menjaga kebersihan, dan tidak mengganggu jemaah i'tikaf lainnya adalah nilai yang umum yang harus dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki. Semoga artikel ini membantu ya detikers!
(tey/tey)