6 Hari Terlarang untuk Puasa Qadha Ramadhan, Muslim Perlu Tahu!

6 Hari Terlarang untuk Puasa Qadha Ramadhan, Muslim Perlu Tahu!

Tya Eka Yulianti - detikJabar
Kamis, 20 Feb 2025 16:35 WIB
Ilustrasi Ramadhan
Ilustrasi Puasa Qadha Ramadhan (Foto: Getty Images/sarath maroli)
Bandung -

Bagi umat Muslim yang masih memiliki utang puasa Ramadhan, wajib menggantinya dengan puasa qadha sebelum datangnya Ramadhan berikutnya. Puasa qadha harus dilakukan sebanyak hari yang ditinggalkan, sesuai dengan ketentuan dalam Islam.

Mengutip laman resmi Kemenag RI, mengganti puasa wajib dilakukan sebanyak hari yang telah ditinggalkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Surah Al-Baqarah ayat 184:

اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ ۝١٨٤

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Artinya: "(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka, siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itu lebih baik baginya dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.

Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua hari boleh digunakan untuk mengganti puasa tersebut. Ada beberapa hari dalam setahun yang dilarang untuk berpuasa, termasuk puasa qadha. Larangan ini didasarkan pada ajaran Islam yang mengatur waktu-waktu tertentu di mana puasa tidak dianjurkan atau bahkan dilarang.

ADVERTISEMENT

Lalu, kapan saja hari-hari yang tidak diperbolehkan untuk menjalankan puasa qadha? Berikut 6 hari terlarang untuk puasa qadha Ramadhan dan penjelasannya. Simak sampai akhir.

Hari Terlarang untuk Puasa Qadha Ramadhan

Ilustrasi RamadhanIlustrasi Ramadhan Foto: Getty Images/iStockphoto/Tabitazn

1. Hari yang Diragukan (Hari Syak)

Dalam ajaran Islam, terdapat larangan untuk berpuasa pada hari yang dikenal sebagai hari Syak, atau hari yang diragukan. Larangan ini merujuk pada hari terakhir bulan Syaban, yang masih belum dapat dipastikan apakah sudah memasuki bulan Ramadhan atau masih berada di bulan Syaban.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ammar bin Yasir RA, disebutkan:

"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang meragukan berarti dia telah mendurhakai Abul Qasim (Rasulullah SAW)." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Nasai)

Hari Syak biasanya jatuh pada tanggal 29 atau 30 Syaban, saat hilal belum terlihat dengan jelas sehingga belum ada kepastian mengenai masuknya bulan Ramadhan. Larangan berpuasa pada hari ini bertujuan agar umat Islam tidak mendahului ketetapan syariat dalam memulai ibadah puasa wajib. Oleh karena itu, puasa pada hari Syak tidak dianjurkan, kecuali bagi seseorang yang memang memiliki kebiasaan puasa sunnah pada hari tersebut, seperti puasa Senin-Kamis.

2. Hari yang Dilarang bagi Istri untuk Berpuasa tanpa Izin Suami

Dalam ajaran Islam, seorang istri dianjurkan untuk meminta izin kepada suaminya sebelum menjalankan puasa sunnah atau puasa qadha Ramadhan jika suaminya sedang berada di rumah. Larangan ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, di mana Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تَصُمِ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ

Artinya: "Tidak dibolehkan seorang istri berpuasa di saat suaminya di rumah, kecuali dengan izinnya."

Larangan ini tidak berlaku untuk puasa wajib seperti puasa Ramadhan. Namun, dalam hal puasa sunnah atau puasa qadha, izin dari suami diperlukan agar tidak mengganggu hak suami, terutama dalam hal hubungan suami istri. Islam sangat menekankan pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga, sehingga ibadah yang dikerjakan seorang istri tetap selaras dengan kewajibannya dalam keluarga.

Namun, jika suami sedang tidak berada di rumah atau telah memberikan izin, maka istri diperbolehkan menjalankan puasa sunnah maupun puasa qadha. Oleh karena itu, komunikasi dan kesepahaman antara suami dan istri dalam menjalankan ibadah menjadi hal yang sangat penting agar kedua belah pihak dapat menjalankan kewajiban agama dengan baik tanpa mengabaikan hak dan tanggung jawab dalam rumah tangga.

3. Hari Jumat Secara Khusus

Dalam ajaran Islam, berpuasa pada hari Jumat secara khusus tanpa diiringi dengan puasa pada hari sebelumnya (Kamis) atau setelahnya (Sabtu) tidak diperbolehkan. Larangan ini berdasarkan hadis Rasulullah SAW:

"Janganlah kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali jika berpuasa sehari sebelum atau setelahnya." (HR. Muslim, Kitab Puasa, Bab Larangan Puasa Khusus pada Hari Jumat - 1144)

Alasan utama larangan ini adalah karena hari Jumat dianggap sebagai hari istimewa bagi umat Islam. Dalam Islam, hari Jumat disebut sebagai sayyidul ayyam atau pemimpin dari semua hari, yang juga berfungsi sebagai hari raya mingguan bagi umat Muslim. Selain hari Jumat, dua hari raya lainnya dalam Islam adalah Idul Fitri dan Idul Adha.

Selain itu, hari Jumat adalah waktu yang dianjurkan untuk memperbanyak ibadah lain seperti sholat Jumat, doa, dan dzikir. Bagi kaum laki-laki, sholat Jumat menjadi kewajiban utama yang harus diutamakan. Puasa yang dilakukan secara khusus pada hari Jumat dikhawatirkan dapat mengurangi energi dan fokus dalam menjalankan ibadah-ibadah tersebut.

Konsep ini mirip dengan larangan berpuasa bagi jamaah haji di Padang Arafah pada 9 Dzulhijjah. Para jamaah dianjurkan untuk tidak berpuasa agar dapat lebih leluasa dalam berdoa dan berzikir di hari Arafah. Oleh karena itu, jika ingin berpuasa pada hari Jumat, umat Islam dianjurkan untuk mengiringinya dengan puasa pada hari Kamis atau Sabtu agar tetap sesuai dengan tuntunan syariat.

4. Hari Tasyrik

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), Hari Tasyrik merujuk pada tiga hari setelah Idul Adha, yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Pada hari-hari ini, umat Islam dilarang menjalankan puasa, termasuk puasa qadha Ramadhan.

Larangan ini berkaitan dengan anjuran untuk menikmati hidangan dari daging kurban yang telah disembelih pada Hari Raya Idul Adha. Hari Tasyrik adalah waktu yang diperuntukkan bagi umat Islam untuk bersyukur dan menikmati rezeki yang telah diberikan Allah SWT. Rasulullah SAW juga menegaskan dalam hadisnya:

"Dari Ibnu Umar RA, keduanya berkata: 'Tidak diperkenankan untuk berpuasa pada hari Tasyrik kecuali bagi siapa yang tidak mendapatkan hewan kurban ketika menunaikan haji.'" (HR. Bukhari, no. 1859)

Selain itu, Hari Tasyrik juga disebut sebagai hari makan dan minum bagi umat Islam. Rasulullah SAW bersabda:

"Dari Uqbah bin Amir, bahwa Rasulullah SAW bersabda: 'Hari Arafah, hari Idul Adha, dan hari Tasyrik adalah hari raya kita pemeluk agama Islam, serta merupakan hari-hari untuk makan dan minum.'" (HR. An-Nasa'i, no. 2954)

Hari Tasyrik memiliki makna mendalam dalam Islam, tidak hanya sebagai perpanjangan Hari Raya Idul Adha tetapi juga sebagai waktu untuk memperbanyak dzikir dan syukur atas nikmat Allah SWT. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk tidak berpuasa dan lebih fokus dalam menikmati rezeki serta mengingat kebesaran Allah melalui ibadah lainnya.

5. Hari Arafah

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), puasa Arafah merupakan ibadah sunnah yang dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Puasa ini memiliki keutamaan besar, di antaranya menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Namun, bagi jamaah haji yang sedang berada di Padang Arafah untuk menjalankan wukuf, puasa pada hari ini dihukumi makruh.

Rasulullah SAW sendiri tidak menjalankan puasa saat wukuf di Arafah. Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa saat beliau berada di Arafah, seseorang mengirimkan semangkuk susu kepadanya. Rasulullah SAW pun meminumnya di hadapan banyak orang, menunjukkan bahwa beliau tidak berpuasa pada hari tersebut.

Tindakan Rasulullah ini menjadi dalil bahwa jamaah haji dianjurkan untuk tidak berpuasa pada hari Arafah agar tetap memiliki energi yang cukup untuk melaksanakan ibadah wukuf dengan khusyuk. Selain itu, wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji yang membutuhkan kekuatan fisik dan fokus dalam berdoa serta berdzikir. Oleh karena itu, Islam memberikan keringanan agar jamaah haji tidak terbebani dengan puasa dan dapat menjalankan ibadahnya dengan maksimal.

6. Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

Dalam Islam, terdapat dua hari raya utama yang menjadi momen kebahagiaan bagi umat muslim, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Pada kedua hari ini, umat Islam tidak diperbolehkan untuk berpuasa, termasuk menjalankan puasa qadha Ramadhan. Larangan ini didasarkan pada hadits dari Abu Ubaid, seorang budak yang dimerdekakan oleh Ibnu Azhar.

Disebutkan bahwa saat merayakan hari raya bersama Umar bin Khattab RA, beliau berkata, "Ini adalah dua hari yang Rasulullah SAW melarang kita berpuasa di dalamnya, yaitu hari ketika kalian berbuka setelah Ramadhan dan hari di mana kalian menyantap daging kurban kalian."

Hari raya dalam Islam adalah waktu untuk bersyukur dan merayakan kemenangan setelah menjalankan ibadah besar. Idul Fitri merupakan perayaan setelah sebulan penuh menjalankan puasa Ramadhan, sedangkan Idul Adha merupakan hari istimewa yang berkaitan dengan ibadah haji dan penyembelihan hewan kurban. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk menikmati hidangan yang tersedia dan berbagi kebahagiaan dengan sesama, bukan dengan berpuasa.

Couple of glowing Moroccan ornamental lanterns on the table. Greeting card, invitation for Muslim holy month Ramadan Kareem, festive blue night background with glittering golden bokeh lights.Ilustrasi Ramadhan Foto: Getty Images/iStockphoto/Tabitazn

Hari yang Dianjurkan untuk Berpuasa Qadha Ramadhan

Selain adanya hari-hari yang dilarang untuk berpuasa, Islam juga memberikan anjuran bagi umat Muslim untuk mengganti puasa Ramadhan (qadha) pada waktu-waktu tertentu yang memiliki keutamaan. Mengutip dari buku Ensiklopedia Islam (Akidah, Ibadah, Muamalah, Tematik) karya Dr. Makmur Dongoran, Lc, beberapa hari yang dianjurkan untuk berpuasa qadha Ramadhan antara lain:

  • Enam hari di bulan Syawal - Puasa ini memiliki keutamaan yang besar karena orang yang berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadhan seakan-akan berpuasa sepanjang tahun.

  • Puasa Senin dan Kamis - Hari-hari ini merupakan waktu yang sering dijalankan oleh Rasulullah SAW untuk berpuasa sunah.

    Puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan Hijriah) - Puasa ini juga dianjurkan karena memiliki keutamaan dalam meningkatkan ketakwaan dan amal ibadah.

  • Ketiga puasa di atas pada dasarnya merupakan ibadah sunah, sedangkan puasa qadha Ramadhan bersifat wajib. Oleh karena itu, seseorang yang ingin menggabungkan puasa qadha dengan puasa sunah tetap harus mendahulukan niat untuk mengganti puasa wajib terlebih dahulu. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam beberapa pandangan ulama bahwa niat qadha lebih diutamakan sebelum niat puasa sunah.

Itu dia penjelasan tentang 6 hari terlarang untuk puasa qadha Ramadhan dan rekomendasi waktunya. Semoga membantu!




(tya/tey)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads