Keren! Mahasiswa Telkom University Ciptakan Startup Pengolahan Sampah

Kabar Kampus

Keren! Mahasiswa Telkom University Ciptakan Startup Pengolahan Sampah

Wisma Putra - detikJabar
Sabtu, 05 Okt 2024 13:00 WIB
Potret empat mahasiswa Telkom University ciptakan startup pengolah sampah.
Potret empat mahasiswa Telkom University ciptakan startup pengolah sampah. Foto: Istimewa
Bandung -

Sampah masih menjadi permasalahan yang terjadi di sekitar kita. Sampah bisa menimbulkan dan mengotori lingkungan jika kita tidak bisa memilahnya. Namun siapa sangka, sampah yang kita nilai tidak memiliki manfaat bisa memiliki nilai ekonomi jika kita bisa mengolahnya.

Demi berkontribusi mengurangi permasalahan sampah, mahasiswa Telkom University menciptakan sebuah startup bernama Redooceit.

Startup itu diciptakan empat orang mahasiswa Telkom University jurusan Sistem Informasi dan Informatika angkatan 2021 Nisrina Thifal Khairunnisa, Alfara Nafi Dinara, Caecaryo Bagus Dewanata dan Raditya Aydin.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Redooceit adalah sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas dengan konsep ekonomi sirkular untuk mengatasi masalah sampah makanan. Redooceit meningkatkan nilai ekonomi sampah makanan di masyarakat dengan mengolahnya menjadi produk berupa maggot sebagai pakan ternak tinggi protein dan bebek dengan daging tebal empuk dan higienis," kata Nisrina kepada detikJabar, Sabtu (5/10/2024).

Nisrina mengungkapkan cara kerja startup ini di mana tiga minggu sekali, tim Redooceit mengumpulkan sampah makanan dari rumah warga yang berpartisipasi. Agar proses pengelolaan sampah berjalan optimal dia gunakan teknologi.

ADVERTISEMENT

"Aplikasi Redooceit membantu mencatat dan melacak riwayat pengumpulan sampah di tiap rumah. Sampah makanan yang terkumpul kemudian diproses menggunakan mesin MaggoFeed, alat pemberi makan maggot otomatis," uangkapnya.

Dengan aplikasi ini 1.260 kilogram sampah terurai setiap bulannya, selain itu pihaknya bisa memproduksi maggot mencapai 80 kilogram dan juga membuat peternakan bebek yang di mana maggot itu akan diberikan kepada bebek sebagai pakan.

"Maggot dengan protein tinggi kami manfaatkan sebagai pakan bebek, meningkatkan nilai jual sekaligus menghemat biaya. Hasilnya, maggot kami menjadi pakan ternak ideal, dan bebek kami menghasilkan daging yang lembut dan bernutrisi," kata Nisrina.

"Untuk memperkuat komunitas, sebagian dari keuntungan kami kembalikan kepada para warga. Setiap sampah yang dikumpulkan akan dihargai dengan stempel yang bisa ditukar dengan kebutuhan sehari-hari ini dilakukan sebagai perwujudan sirkular ekonomi," ucapnya menambahkan.

"Dengan sistem Redooceit, bersama-sama menciptakan ekonomi sirkular yang berkelanjutan, mulai dari pengumpulan sampah, pemrosesan, hingga mengembalikan manfaatnya kepada komunitas," tambahnya.

Kepada detikJabar, Nisrina juga mengatakan jika asal-usul aplikasi ini dibuat, karena melihat banyaknya penumpukan sampah di Indonesia, yang tidak tertampung TPA, hingga mengotori lingkungan dan pemukiman warga. Hal ini disertai dengan banyaknya protes warga akibat sampah yang tidak diangkut menyebabkan bau tidak sedap di lingkungan mereka, terutama sampah organik.

"Dari sini, kami mencoba mencari kesempatan dari tantangan ini dan kami menyadari bahwa sampah organik atau sampah makanan itu pengelolaannya masih belum maksimal dan paling tidak bernilai, sehingga terus terusan menumpuk dan berdampak buruk bagi masyarakat. Sangat berkebalikan dengan sampah anorganik yang sudah banyak dimaanfaatkan untuk menjadi barang yang bernilai. Dari situlah kami berinisiatif untuk memanfaatkan sampah organik atau limbah makanan menjadi barang yang bernilai, dan meningkatkan terus nilainya dengan inovasi kami," terangnya.

Menurutnya, dengan adanya Redooceit ini, mereka ingin menjadi inisiator untuk mengurangi sampah makanan dengan mengubahnya menjadi sesuatu yang bernilai. Sehingga manfaat nilainya ini juga bisa dirasakan masyarakat baik dari segi peningkatan ekonomi, perbaikan lingkungan, maupun kelayakan hidup. Redooceit juga mendukung mewujudkan SDGS 11, 12, dan 13.

Seperti diketahui, SDGS 11 adalah penguatan kapasitas untuk perencanaan pembangunan perkotaan dan peningkatan pengelolaan limbah. SDGS 12 adalah memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan karena planet kita sedang kehabisan sumber daya, sementara populasi terus bertambah. Lalu SDGS 13 adalah meningkatkan kesadaran, pendidikan, dan kapasitas manusia dan kelembagaan dalam mitigasi, adaptasi, pengurangan dampak, dan peringatan dini perubahan iklim

"Startup ini akan kami kembangkan menjadi startup social enterprise, dengan meningkatkan skalabilitas bisnis seiring dengan impact yang dapat kami berikan. Kami akan bekerja sama dengan perusahaan atau program pemerintah yang sejalan untuk menduplikasi program ini di banyak tempat seluruh Indonesia, sehingga penerima manfaat menjadi lebih banyak dan kami bisa meningkatkan penjualan produk yang nantinya akan diambil dari mitra-mitra," paparnya.

"Redooceit membuka kesempatan lebar untuk perusahaan atau komunitas dengan tujuan yang sama untuk berkolaborasi menanggulangi masalah sampah makanan yang ada di Indonesia," tambahnya.

Aplikasi Redooceit juga diganjar penghargaan juara 1 dalam ajang University Incubator Consortium (UNIIC) Demo Day 2024. Melalui penghargaan itu, Nisrina mengaku senang dan lebih bersemangat untuk mengembangkan aplikasi ini. "Seneng banget pastinya, bisa berkompetisi dengan startup startup lain yang keren di Asia. Jadi bisa ngenalin program redooceit yang semoga aja bisa juga menjadi inspirasi atau bekerja sama untuk implementasi di negara lain," pungkasnya.

(wip/sud)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads