Cihawuk, merupakan desa yang ada di perbatasan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. Wilayah tersebut cukup jauh dari perkotaan dan notabene mata pencaharian warga di sana merupakan petani.
Potensi pertanian di wilayah itu cukup tinggi, namun sayangnya akses petani untuk mendapatkan teknologi pertanian masih cukup terbatas salah satunya, untuk mengukur unsur hara tanah.
Mendapatkan keluhan dari petani soal hal tersebut, sejumlah mahasiswa Telkom University (Tel-U) menciptakan sebuah alat untuk mengukur unsur hara tanah yang dinamai Tongkat Monitoring Tanaman atau TOMOT.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
TOMOT ini dikembangkan oleh Mahasiswa Tel-U, yakni oleh Muhammad Ferdin dari program studi S1 Teknik Logistik bersama Aliyus Hedri, Hilaliyah Ayu Faoziyah dan Bagas Sudanasto dari program studi S1 Teknik Elektro melalui Program Kreativitas Mahasiswa Bidang Karya inovatif (PKM-KI).
Empat mahasiswa ini, mendapatkan pendampingan dosen, Prafajar Suksessano Muttaqin, S.T.,M.T,ESlog. dan produk inovasi TOMOT berhasil memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
"Jadi awal mula ide ini terpikirkan kita sempat melakukan wawancara di Desa Cihawu, di sana kita berbincang dengan petani terkadang yang jauh dengan laboratorium kesulitan untuk mengetahui unsur hara tanah, ini akan mempengaruhi hasil panen petani dan kesehatan tanah ke depannya, sehingga terpikir kita untuk buat alat yang dapat digunakan oleh petani dan masyarakat biasa untuk mengukur unsur hara tanah," kata Aliyus Hedri kepada detikJabar, Kamis (5/9/2024).
Disinggung apakah sulit untuk mengembangkan alat tersebut, Herdi mengungkapkan, ia mengatakan tak banyak menemukan kendala berarti. Namun dibutuhkan beberapa kemampuan dan tentunya pengembangan untuk alat ini tidak sembarangan.
"Untuk waktu pembuatan alat sendiri, sebenarnya terkait timeline PKM kurang lebih dua bulanan dan pembuatan alat kami fokus selama satu bulan," ungkapnya.
![]() |
Untuk cara kerja alat ini, Herdi menyebut, alat itu bisa mengukur unsur hara pada tanah dengan cara alat tersebut dimasukan ke tanah dan titik pengukurannya itu kurang lebih 2 hektare tanah di lima titik. Setelah dimasukkan ke dalam tanah, alat itu akan bekerja dan mengukur tingkat kesuburan yang acuannya bisa dilihat dari nilai NPK, kemudian konduktivitas tanah dan nilai tersebut terpengaruh dengan nilai kelembapan tanah.
"Efektivitas alat kita perlu pengujian cukup panjang, untuk timeline sangat singkat, sebagai usaha untuk melihat efektivitas kami sudah uji lab pengukuran tanah dan kita sudah ukur unsur hara tanah beberapa kali dan sebagainya, metode ilmiah dan kita dapatkan efektif untuk ukur unsur hara dan mudah digunakan untuk siapa saja," jelasnya.
Menurutnya, alat ini sudah diujicobakan di tingkat petani dan dicoba langsung oleh mahasiswa, kemudian alat ini sudah dicoba oleh masyarakat awam.
Meski dinilai memiliki efektivitas dalam mengukur unsur hara tanah, alat itu juga perlu terus dikembangkan dan disempurnakan agar berfungsi menjadi alat lainnya.
"Untuk alatnya sendiri tentunya bisa dikembangkan lagi dari fitur yang ada contohnya kapasitas baterai, kemudian berat alat untuk memudahkan penggunaan dan desainnya masih bisa dikembangkan, bisa ditambahkan analisis pupuk dan lainnya," tuturnya.
Herdi menyebut, dalam menciptakan alat itu, pihak kampus sangat mendukung. Mereka juga mendapatkan pendanaan hingga monitoring agar alat yang dibuatnya bisa terus dikembangkan.
"Jadi harapan kira sendiri dengan adanya tomat ini dapat membantu para petani di Indonesia untuk dapat menghasilkan panen lebih baik dan kesehatan tanah lebih terjaga dan berpengaruh pada pendapatan petani juga berpengaruh terhadap pendapatan negara," terangnya.
"Berharap bisa dikembangkan lebih lanjut untuk akademisi dengan inovasi yang lebih keren dan kami berharap alat ini lebih bermanfaat bagi banyak orang," pungkasnya.
(wip/yum)