Pesona keindahan di Kabupaten Sukabumi terkenal hingga ke mancanegara setelah pada 22 Desember 2015 silam. 8 kecamatan ditetapkan sebagai Geopark Nasional oleh Komite Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU) .
Geopark Ciletuh-Palabuhanratu memiliki luas 126.100 Ha atau 1.261 km2. Meliputi 74 desa, di 8 kecamatan yaitu Kecamatan Ciracap, Surade, Ciemas, Waluran, Simpenan, Palabuhanratu, Cikakak, dan Cisolok. Geopark Ciletuh.
"Perluasan geopark dan perubahan nama menjadi Ciletuh-Palabuhanratu dikukuhkan oleh komite yang sama pada 21 Juni 2016 dan ditetapkan menjadi UNESCO Global Geopark pada 17 April 2018 dengan tema geopark "Subduksi, Plato Jampang, dan Pergeseran Busur Magmatik" dan masa keanggotaan selama 4 tahun terhitung sejak 17 April 2018 sampai dengan 16 April 2022," kata Bupati Sukabumi Marwan Hamami kepada detikJabar, Kamis (8/6/2023).
Berdasarkan data yang diberikan Badan Pengelola (BP) Kawasan Wisata Ciletuh Palabuhanratu UNESCO Global Geopark (CPUGG) Situs geologi utama yang paling terkemuka dan memiliki nilai internasional di Geopark Ciletuh Palabuhanratu adalah adanya komplek batuan tertua di Jawa Barat.
Kompleks batuan tersebut merupakan bukti terjadinya subduksi (tumbukan) antara Lembeng Benua Eurasia dan Lempeng Samudra Hindia pada jaman kapur (≥65 Juta Tahun yang lalu).
Kompleks batuan tersebut berada di Kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh yang terletak di Desa Mandrajaya Kec. Ciemas Kab. Sukabumi, batuan-batuan tersebut merupakan batuan yang berasal dari lapisan terluar mantel bumi yang berada di lempeng Samudra yaitu batuan Ofiolit (peridotit, gabro, anortosit, lava basalt) serta batuan sedimen laut dalam.
Di lokasi tersebut juga ditemukan batuan metamorfik yang dihasilkan dari tumbukan antar lempeng yaitu: sekis, fillit, amfibolit, dan serpentinite serta kuarsit.
Selain itu, di kawasan Gunung Badak masih di Kawasan Suaka Margasatwa Cikepuh yang terletak di Desa Mandrajaya Kecamatan Ciemas ditemukan batuan campur aduk (mélange sedimen) batuan campur aduk tersebut merupakan sekumpulan berbagai jenis batuan dari lempeng benua dan lempeng samudra yang jatuh ke dalam palung yang sangat dalam.
Pada saat proses subduksi (tumbukan) berlangsung sehingga di lokasi ini dapat ditemukan batuan ofiolit dan metamorfik dan batuan beku yang berasal dari lempeng benua serta batuan sedimen yang terendapkan didalam palung tersebut, seperti: batu pasir kwarsa - konglomerat, batuan pasir tufan dan breksi sedimen serta batu gamping nummulites.
Sementara itu, Dody A. Somantri, Ketua Harian BP-CPUGGp menjelaskan pada saat ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark, ada 13 rekomendasi yang harus diselesaikan dalam kurun waktu 4 tahun sebelum dilakukan penilai ulang/revalidasi pada tahun 2021.
"Di tahun 2019, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No 9 Tahun 2019 tentang Pengembangan Taman Bumi (Geopark) yang menjadi dasar hukum dalam pengembangan geopark di Indonesia. Di dalam peraturan presiden tersebut diamanatkan bahwa pengelolaan geopark dalam lingkup 1 kabupaten menjadi kewenangan Bupati/Walikota," ujar Dody.
Hal ini kemudian berdampak pada pengembangan Kawasan Ciletuh-Palabuhanratu UNESCO Global Geopark, dimana badan pengelola sebelumnya dibentuk oleh Gubernur Jawa Barat dengan keanggotaan berasal dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Kabupaten Sukabumi dan unsur stakeholder.
Dengan terbitnya peraturan tersebut, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerbitkan surat pelimpahan pengelolaan geopark kepada Kabupaten Sukabumi.
"Dengan terbitnya surat pelimpahan tersebut, Bupati Sukabumi (Marwan Hamami) membentuk badan pengelola dengan diketuai oleh pak Wakil Bupati Sukabumi (Iyos Somantri) dengan tugas utama untuk memsukseskan revalidasi CPUGGp," terang Dody.
"Dalam keadaan yang sulit untuk berkumpul dan berdiskusi serta dukungan anggaran yang sangat terbatas dikarenakan pandemic covid 19, Badan Pengelola CPUGGp mulai menginventarisir kegiatan-kegiatan untuk menjawab 13 rekomendasi UNESCO tersebut," sambung Dody.
Menjawab 13 Rekomendasi UNESCO
(sya/yum)