Autis pada Anak: Apa Itu, Ciri-Cirinya, dan Cara Mengatasinya

Autis pada Anak: Apa Itu, Ciri-Cirinya, dan Cara Mengatasinya

Anindyadevi Aurellia - detikJabar
Kamis, 01 Sep 2022 19:05 WIB
Ilustrasi anak autisme.
Foto: iStockphoto

Autism Spectrum Disorder (ASD) atau biasa kita kenal dengan autis adalah salah satu gangguan perkembangan pada anak.

Terdapat beberapa tanda yang harus kita kenali sejak dini, untuk mengidentifikasi masalah pada pertumbuhan anak. Berikut penjelasan lengkap mengenai autis pada anak.

Apa Itu Autis pada Anak

Autis adalah gangguan perkembangan yang mencakup bidang komunikasi, interaksi, serta perilaku. Dalam buku bertajuk Ma, Aku Sakit Lagi: Panduan Lengkap Kesehatan Anak Dari A Sampai Z, oleh M.T. Indiarti, dijelaskan bahwa penyebab autisme adalah gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang menyebabkan terganggunya fungsi otak.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Autis bisa terjadi pada siapapun, tanpa ada perbedaan status sosial ekonomi, pendidikan, golongan etnis, maupun bangsa. Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun.

Sri Muji Rahayu menjelaskan dalam jurnal Deteksi dan Intervensi Dini pada Anak Autis miliknya, bahwa kondisi ini menyebabkan mereka tidak mampu berkomunikasi maupun mengekspresikan keinginannya. Gangguan tersebut dari taraf yang ringan sampai dengan taraf yang berat.

ADVERTISEMENT

Gangguan ini mengakibatkan terganggunya perilaku dan hubungan dengan orang lain. Semakin cepat mengetahui anak mengalami autis, maka akan semakin cepat pula usaha penanganannya. Inilah pentingnya deteksi dan intervensi dini.

Perbedaan Antara Anak Tantrum dengan Autis pada Anak

Ciri Anak Tantrum

  • Punya orientasi tujuan, bisa objek maupun perilaku
  • Hanya terjadi di usia balita
  • Terjadi secara tiba-tiba, tepat setelah keinginan tidak terpenuhi
  • Mencari perhatian
  • Seiring pertumbuhan, emosi akan mudah dikendalikan.

Hal ini berbanding terbalik dengan ciri anak autis:

  • Emosi tanpa tujuan dan tidak bisa diprediksi
  • Bisa terjadi di usia berapa pun
  • Mulai kambuh saat merasa terancam, gelisah, atau stres
  • Tidak mau dan menolak diperhatikan atau diajak komunikasi dengan siapa pun
  • Emosi tidak pernah terkendali sebelum adanya pendampingan khusus.

Ciri-Ciri Anak Autis

Dr dr RA Setyo Handryastuti, SpA(K), sebagai dokter kesehatan anak dari RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo menjelaskan bahwa ciri autis pada anak bisa dilihat saat di bawah usia tiga tahun.

"Apabila gejala autis baru tampak di usia remaja, mungkin harus dipikirkan terlebih dahulu kemungkinan diagnosis lain," imbuhnya. Agar lebih jelas, berikut beberapa ciri pada anak autis yang bisa dikenali:

1. Anak Tidak Merespon Saat Dipanggil

Secara umum, anak sejak bayi belajar mengenali nama mereka dan akan mengenali saat dipanggil dengan memutar kepala atau dengan gerakan lain yang jelas. Pada anak-anak yang didiagnosis dengan autisme beberapa diantaranya tidak akan merespons. Ini adalah salah satu tanda peringatan paling awal dari gangguan autisme.

2. Anak Tidak Meniru Perilaku

Meniru adalah bagian lain dari perilaku sosial awal. Bayi biasanya meniru orang lain. Dari mencocokkan senyuman hingga tepukan tangan, bentuk ekspresi emosional yang sangat mendasar biasanya dimulai sejak dini.

Peniruan ini bisa dari orang tua, saudara kandung atau bayi di dekatnya. Pada anak autis mungkin mengalami kesulitan mengekspresikan apa pun, bahkan kebahagiaan atau kesedihan.

3. Anak Menampilkan Lebih Sedikit Emosi

Seorang anak dengan gangguan spektrum autisme akan mengalami banyak kesulitan mengekspresikan emosi. Ini tidak menunjukkan bahwa mereka tanpa emosi, hanya saja kemampuan mereka untuk berkomunikasi sangat minim.

Cara termudah untuk mendeteksi tanda ini adalah melalui empati. Biasanya, bayi akan menanggapi bayi lain dengan cara yang sama. Seperti jika satu anak yang menangis dapat memicu reaksi menangis pada bayi lain. Selain itu tersenyum, tertawa, dan tampilan lainnya juga dapat memperlihatkan empati.

4. Anak Tidak Memperhatikan

Saat anak diteriaki "hei, lihat!" untuk memancing perhatiannya, biasanya akan muncul kegembiraan. Namun anak autis tidak akan peduli seberapa keras usahamu menarik perhatiannya.

5. Anak Tidak Bermain dengan Imajinasi

Mulai sekitar usia dua tahun, bermain dengan berpura-pura menjadi bagian utama dalam cara anak bermain. Biasanya saat inilah imajinasi mulai berkembang. Dalam permainan pura-pura, objek biasa bisa berupa apa saja.

Dalam kasus autisme, anak-anak masih akan bermain dengan mainan atau benda, tetapi tidak ada pura-pura dan imajinasi. Mainan dan benda hanya dimainkan dengan cara yang sama berulang kali.

6. Kurangnya Kontak Mata

Autisme dapat dicirikan dengan kurangnya kontak mata dan bahasa tubuh atau kurang pemahaman terhadap penggunaan gerak tubuh, kurangnya ekspresi wajah dan komunikasi nonverbal.

7. Reaksi Tidak Biasa

Beberapa anak autis memiliki reaksi yang tidak biasa terhadap rangsangan di lingkungan mereka. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap bau, cahaya, atau tekstur. Mereka bisa melarikan diri hanya karena tidak nyaman, mungkin berteriak, atau mengamuk.

Faktor yang Memicu Anak Autis

Gangguan autisme tidak memiliki penyebab jelas yang mudah diketahui. Berikut faktor penyebab autisme yang paling sering ditemui, dilansir dari laman resmi Mayo Clinic:

Genetika

Beberapa gen yang berbeda tampaknya terlibat dalam gangguan autisme. Untuk beberapa anak, gangguan autisme dapat dikaitkan dengan kelainan genetik. Juga berupa perubahan genetik (mutasi) yang dapat meningkatkan risiko gangguan autisme.

Beberapa mutasi genetik diwariskan, sementara ada pula beberapa kasus yang terjadi di luar prediksi. Sejauh ini faktornya mungkin termasuk tuberous sclerosis, tumor otak, sindrom X dan sindrom Rett, cacat intelektual, hingga bayi lahir prematur.

Lingkungan

Para peneliti saat ini sedang menggali apakah faktor-faktor seperti infeksi virus, obat-obatan atau komplikasi selama kehamilan, polusi udara, berperan dalam memicu gangguan autisme.

Apakah Autis pada Anak Berbahaya?

Menurut dr Setyo, autis dinilai tidak berbahaya jika yang dimaksud sampai mengancam nyawa. Sebagian anak dengan autisme sebetulnya mampu memberikan kemampuan komunikasi dan interaksi yang baik, sehingga tidak akan terhambat dalam bersosialisasi dan menangkap pengetahuan.

Sementara anak dengan autisme parah seringnya tidak dapat hidup mandiri dan membutuhkan perawatan 24 jam sehari. Tentunya ini akan melelahkan bagi orang tua dan pengasuh.

Anak dengan autisme perlu pendampingan khusus agar kekurangannya tidak dimanfaatkan orang lain untuk bertindak jahat seperti pelecehan, pencurian, atau penipuan.

Kapan Anak Autis Harus dibawa ke Dokter

Dilansir dari laman resmi Mayo Clinic, bayi berkembang dengan kecepatannya sendiri, namun bayi dengan autisme biasanya menunjukkan beberapa tanda perkembangan yang tertunda sebelum usia 2 tahun. Maka baiknya, bawa ke dokter segera ketika orang tua mulai merasa perkembangan anak terganggu.

Tanda gangguan autisme sering muncul di awal perkembangan anak, biasanya keterlambatan terlihat jelas dalam keterampilan bahasa dan interaksi sosial. Dokter mungkin merekomendasikan tes perkembangan untuk mengidentifikasi apakah anak mengalami keterlambatan dalam keterampilan kognitif, bahasa dan sosial, jika memiliki tanda:

  • Tidak merespon dengan senyuman atau ekspresi bahagia selama 6 bulan
  • Tidak meniru suara atau ekspresi wajah selama 9 bulan
  • Tidak mengoceh atau mengoceh pada usia 12 bulan
  • Tidak memberi isyarat seperti menunjuk atau melambai pada usia 14 bulan
  • Tidak mengucapkan sepatah kata pun pada usia 16 bulan
  • Tidak bermain imajinasi pada usia 18 bulan
  • Tidak mengucapkan minimal dua kata pada usia 24 bulan
  • Kehilangan keterampilan bahasa atau keterampilan sosial pada usia berapa pun.

Cara Mengatasi Anak Autis

Dalam jurnal berjudul Penanganan Anak Autis dalam Interaksi Sosial Autism Children Handling on Social Interaction oleh Asrizal, tertulis kutipan dari buku Anak Autis oleh Mirza Maulana. Dijelaskan bahwa penanganan autisme mencakup dua hal, yaitu penanganan dini dan penanganan terpadu.

Untuk penanganan dini, terdiri dari beberapa cara:

Intervensi Dini

Autisme memang merupakan gangguan neurobiologis yang menetap. Gejalanya tampak pada gangguan bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Gangguan neurobiologis tidak bisa diobati, tetapi gejalanya bisa dikurangi, sampai orang awam tidak lagi dapat membedakan mana anak non-autis dan mana anak autis. Semakin dini terdiagnosis dan terintervensi, semakin besar kesempatan untuk sembuh.

Penyandang autisme dinyatakan sembuh bila ia mampu hidup dan berbaur secara normal dalam masyarakat luas. Intervensi ini bisa dilakukan dengan berbagai cara, seperti berusaha merangsang anak secara intensif sedini mungkin.

Dibantu Terapi di Rumah

Salah satu metode intervensi dini yang banyak diterapkan di Indonesia adalah modifikasi atau lebih dikenal ABA (Applied Behavior Analysis). Melalui metode ini, anak dilatih melakukan berbagai macam keterampilan yang berguna bagi hidup bermasyarakat, misalnya berkomunikasi dan berinteraksi. Namun yang paling utama adalah latihan kepatuhan. Hal ini sangat penting agar mereka dapat mengubah perilaku menjadi wajar dan mampu diterima masyarakat.

Masuk Kelompok Khusus

Biasanya setelah 1-2 tahun menjalani intervensi dini dengan baik, anak siap untuk mulai membentuk kelompok bersama teman-teman. Di kelompok khusus, mereka mendapatkan kurikulum yang khusus dirancang secara individual. Anak akan mendapatkan berbagai tenaga ahli, seperti psikiater, psikolog, terapis wicara, terapis okupasi dan lainnya.

Bagaimana Berkomunikasi dengan Anak Autis

Dilansir dari laman resmi University of Rochester Medical Center, tidak ada aturan tentang cara berkomunikasi dengan anak autis. Tetapi banyak anggota keluarga telah sukses dengan tips ini:

1. Sabar

Seringkali anak autis membutuhkan waktu lebih lama untuk memproses informasi. Kamu mungkin perlu memperlambat percakapan. Dimulai dari mengajak anak bicara kemudian mengajari anak cara mengekspresikan kemarahan tanpa terlalu agresif. Mereka harus tahu bahwa mereka tidak harus menahan amarah dan frustasi mereka di dalam diri.

2. Bersikap Gigih

Jangan mudah terluka jika anak tidak menanggapi seperti yang kamu inginkan. Mereka mungkin mengalami kesulitan untuk menunjukkan dan mengendalikan emosi mereka. Cobalah terus dan selalu tetap positif.

Sebab, anak autis merespon paling baik terhadap penyampaian positif. Pastikan untuk sering membicarakan atau menghargai perilaku baik. Berikan pujian untuk perilaku yang baik.

3. Abaikan Perilaku Menjengkelkan

Mengabaikan perilaku ini seringkali merupakan cara terbaik untuk mencegah mereka mengulanginya. Ajak ia sering membicarakan dan menghargai perilaku baik anak.

4. Berinteraksi Melalui Aktivitas Fisik

Anak autis cenderung memiliki rentang perhatian yang pendek terutama dalam berkomunikasi. Berlari dan bermain di luar mungkin merupakan cara yang lebih baik untuk berbagi waktu bersama. Berikan pelukan atau high five agar mereka rileks dan merasa lebih tenang.

5. Tunjukkan Cinta

Bersikaplah penuh kasih sayang dan hormat. Mereka membutuhkan pelukan, sama seperti anak-anak lainnya. Tetapi memang beberapa anak tidak suka disentuh sama sekali, bahkan kontak ringan dapat membuat mereka tertekan.

Hormati ruang pribadi mereka. Jangan pernah memaksakan kasih sayang fisik pada anak yang tidak mau. Namun tetap tunjukkan cintamu untuk membantu mereka mengekspresikan minat, perhatian, dan dukungan.

Apakah Anak Autis Bisa Disembuhkan?

Suryati dan Rahmawati menjelaskan dalam jurnalnya terkait pengaruh terapi bermain. Menurut mereka, autisme sejauh ini memang belum bisa disembuhkan tetapi masih dapat diterapi. Dengan intervensi yang tepat, perilaku yang tidak diharapkan dari pengidap autisme dapat diubah.

Hal tersebut selaras dengan pernyataan dr Setyo yang menjelaskan bahwa sejatinya anak autis dapat hidup normal, akan tetapi tergantung dari derajat ketergantungannya kepada orang lain dalam menjalankan aktivitas sehari-hari.

Tentunya memerlukan penanganan yang tepat, dini, intensif dan optimal, penyandang autisme bisa normal dan dapat berkembang dan mandiri di masyarakat. Penelitian menunjukkan bahwa keterlibatan penuh kasih sayang dari anggota keluarga adalah salah satu cara terbaik untuk membantu anak-anak dengan autisme.

Nah detikers, itulah tadi penjelasan lengkap mengenai autisme. Autis bukan lagi keterbatasan atau dinilai sebagai kekurangan. Dengan pendampingan intensif dan kasih sayang yang utuh, mereka juga mampu memiliki kemampuan dan kesempatan yang sama dengan anak tanpa autisme.




(aau/fds)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads