Jika detikers mampir ke Taman Lansia di sore hari, ada sesuatu yang menarik perhatian. Di tengah rimbunnya pepohonan, seorang pemuda berkacamata menggelar tikar beserta buku-buku dan pensil warna. Dengan secarik kertas putih dan spidol warna, ia memajang tulisan "Gratis Mewarnai dan Baca Buku".
Belum ada setengah jam pria ini menggelar lapak, tikarnya sudah terisi beberapa siswa berseragam. Ia memutuskan untuk menggelar tikar lagi saat pengunjung perpustakaan mininya bertambah.
"Kami tahu dari twitter @peri_tidur_, kemarin lihat ada lapak mewarnai dan baca gratis. Kita pengin mewarnai bareng, jadi pulang sekolah ke sini. Katanya lapak buka dari 15.30 sampai pengunjung habis, jadi pulangnya kalau udah dicariin mama aja," cerita Sarah (15) sambil tertawa. Ia datang bersama kedua teman sekolahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dede Yogi Darsita (26), mengaku tak menyangka akan mendapat respon positif setelah mencurahkan isi hatinya melalui Twitter. Banyak yang berdatangan, padahal ini baru hari kedua ia menggelar lapak baca dan mewarnai.
"Hari pertama kemarin di Taman Lansia, koleksi buku masih kurang dari 15 buku. Tapi ya coba aja dulu, terus kalau hari pertama pasti kan masih sepi ya karena pengenalan. Iseng aja saya ngetweet, kaget banget tau-tau rame," cerita Dede pada detikJabar, Selasa (31/5/2022).
Pria yang datang dari desa Cimanglid, Subang tersebut punya kebiasaan rutin menggelar lapak baca dan mewarna saat masih di Subang, namun sepi peminat. Di Bandung, ia justru mendapat antusias yang banyak baik sebagai pengunjung maupun sebagai donatur.
"Sebelumnya bersama teman-teman dari Civil Society for Development Subang menggelar aksi ini selama dua tahun, meski peminatnya sangat sedikit. Disini pembaca berdatangan dan banyak yang kasih sumbangan buku bekas. Sekarang sudah ada kurang lebih 50 buku," tutur mahasiswa Seni Rupa Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) tersebut.
Di Subang pula lah ia pernah digusur oleh Satpol PP setempat karena dianggap mengotori estetika taman. Beberapa buku yang dinilai 'kekirian' pun disita petugas. Sebaliknya, sore itu Satpol PP yang mengitari Taman Lansia justru memuji aksinya. Beberapa diantaranya justru meminta lembaran kertas mewarnai yang Dede sediakan.
"Udah deg-degan saya kira mau digusur kaya dulu. Ternyata engga, cuma ditegur kalau ada yang makan sampahnya jangan lupa dibersihkan," ujarnya.
Membawa Mimpi dari Desa
Dede mengaku aksinya berawal dari keresahan sulitnya akses buku di desa asalnya. Menurutnya, ada kepuasan tersendiri saat melihat para pembaca berdatangan.
"Cimanglid adalah desa yang terpencil, pendidikan seadanya dan literasi terbatas. Dulu, saya menabung selama sebulan untuk pergi ke Gramedia Bandung untuk membeli sebuah buku," kenangnya.
"Saya takut ada banyak anak yang suka membaca atau mewarnai, tapi tidak tersalurkan. Ditambah kalau ada orang yang senang membaca koleksi buku yang saya miliki, disitu saya merasa ikut senang dan tidak kesepian," imbuh sulung dari empat bersaudara tersebut.
![]() |
Senang membaca dan punya ketertarikan dengan kesenian di televisi, mengarahkan mimpinya untuk kuliah di bidang seni desain busana. Ia bahkan pernah mendesain beberapa baju untuk artis-artis di beberapa stasiun televisi swasta ternama.
"Ada staf TV lihat hasil karya saya di Karawang Fashion Show, ia meminta saya mendesain baju untuk beberapa acara. Kemudian saya mengajak teman-teman saya yang di desa menjadi penjahit bajunya," ucapnya.
Membawa sejuta mimpi dari desa, ia berharap bisa jadi contoh untuk teman-temannya di desa. Banyak teman-temannya yang putus sekolah dan tak mau bermimpi banyak.
"Saya berusaha mewujudkan mimpi selain untuk diri saya sendiri juga untuk jadi contoh teman-teman saya. Kalau orang desa juga bisa kok mengejar mimpi dan cita-citanya. Asalkan kita mau terus mencoba dan jangan takut," pungkasnya sembari tersenyum.
(aau/tya)