Korupsi Proyek Jalan Lingkar Timur Kuningan Rugikan Negara Rp 1,23 M

Korupsi Proyek Jalan Lingkar Timur Kuningan Rugikan Negara Rp 1,23 M

Rifat Alhamidi - detikJabar
Rabu, 12 Nov 2025 19:46 WIB
Polda Jawa Barat (Jabar) merilis kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Timur Kuningan.
Polda Jawa Barat (Jabar) merilis kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Timur Kuningan. (Foto: Rifat Alhamidi/detikJabar)
Kuningan -

Polda Jawa Barat (Jabar) merilis kasus korupsi proyek pembangunan Jalan Lingkar Timur Kuningan. Proyek itu pun dinyatakan menimbulkan kerugian negara senilai Rp 1,23 miliar.

Dalam kasus ini, Polda Jabar telah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah AK, Sekretaris Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kuningan, serta BG selaku pelaksana kegiatan.

Kabid Humas Polda Jabar Kombes Hendra Rochmawan mengatakan, proyek ini dilakukan pada tahun anggaran 2017. Proyek itu bersumber dari APBD Jabar itu memiliki nilai pagu anggaran sebesar Rp 29,47 miliar, dengan nilai kontrak mencapai Rp 27,3 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah dilelang, proyek itu kemudian dikerjakan PT Mulyagiri berdasarkan surat perjanjian dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial AK. Namun dalam pelaksanaannya, proyek tersebut dialihkan sepenuhnya kepada BG, sebagaimana tertuang dalam surat kesepakatan bersama antara MRF (alm), Direktur Utama PT Mulyagiri dengan BG.

"Pekerjaan proyek selesai pada 15 Desember 2017 dan telah dilakukan serah terima pekerjaan serta pembayaran penuh 100 persen. Namun, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Barat pada Mei 2018 menemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp 895,9 juta. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti penyidik Ditreskrimsus Polda Jabar dengan melakukan penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut," katanya, Rabu (12/11/2025).

ADVERTISEMENT

Hendra mengatakan, penetapan dua tersangka ini merupakan hasil kerja panjang penyidik Ditreskrimsus dalam mengungkap adanya dugaan penyimpangan dalam proyek pembangunan infrastruktur tersebut. Ia pun memastikan proses hukum akan dilakukan secara transparan.

"Polda Jabar berkomitmen untuk menindak tegas setiap bentuk pelanggaran hukum, khususnya yang merugikan keuangan negara. Saat ini berkas perkara kedua tersangka telah dipisah dan sedang dalam proses pelengkapan untuk diserahkan ke kejaksaan," tuturnya.

"Penyidik terus mendalami keterlibatan pihak lain dan memastikan seluruh kerugian negara dapat dipulihkan. Penegakan hukum ini juga menjadi peringatan agar seluruh penyelenggara negara bekerja sesuai aturan," tegasnya.

Dirreskrimsus Polda Jabar Kombes Wirdhanto Hadicaksono mengatakan bahwa Polda Jabar menggandeng tim ahli konstruksi dari Politeknik Negeri Bandung (Polban) untuk melakukan pemeriksaan fisik pekerjaan di lapangan pada Juni 2020. Dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya kekurangan volume pekerjaan pada beberapa item, termasuk pekerjaan perkerasan berbutir dan lapisan pondasi agregat semen kelas A (Cement Treated Base). Berdasarkan hasil perhitungan dari BPKP Perwakilan Jawa Barat, negara mengalami kerugian sebesar Rp 1,23 miliar.

Setelah hasil pemeriksaan fisik tersebut keluar, pihak PT Mulyagiri mengembalikan dana sebesar Rp895,9 juta sesuai temuan awal BPK. Dengan adanya pengembalian tersebut, BPKP menetapkan sisa kerugian keuangan negara sebesar Rp340,1 juta.

"Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 37 saksi untuk berkas perkara tersangka B.G dan 36 saksi untuk berkas tersangka A.K, serta enam orang saksi ahli. Barang bukti yang disita di antaranya uang tunai sebesar Rp250 juta, dokumen perencanaan dan pelelangan proyek, dokumen kontrak kerja, dokumen pembayaran, serta laporan hasil pemeriksaan dari BPK, Polban dan BPKP," pungkasnya.

Atas perbuatannya, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Para tersangka terancam pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama dua puluh tahun serta denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.

(ral/yum)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads