Sidang perdana kasus penyiraman air keras terhadap ibu berinisial YA (36) dan anak MRA (7) di Sukabumi mulai digelar. Di luar ruang sidang, keluarga korban mengungkap luka yang ditinggalkan peristiwa itu tak hanya soal rasa sakit, tapi juga cacat permanen yang harus ditanggung seumur hidup.
Iing (54) selaku paman korban, menceritakan kondisi keponakannya. Sang ibu, yang juga ibu tunggal, harus menjalani operasi besar untuk memulihkan fungsi pernapasan karena hidungnya terganggu, bibirnya sobek hingga miring. Sementara sang anak yang masih kecil kini tumbuh dengan bekas luka di kepala.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau sakit sudah nggak, cuman cacatnya permanen. Anaknya jadi minder, kepalanya agak pitak di bagian belakang. Untuk ibunya harus dioperasi, butuh biaya besar karena napasnya sudah terganggu dan bibirnya sobek ke atas," kata Iing usai persidangan di Pengadilan Negeri Kota Sukabumi, Rabu (1/10/2025).
Meski kondisinya berat, sang ibu tetap berusaha bangkit. Sebagai tulang punggung keluarga, ia kembali bekerja untuk melunasi cicilan rumah dan membesarkan anak satu-satunya itu.
"Alhamdulillah ibunya sudah mulai beraktivitas lagi. Dia masih diterima di tempat kerja, meski kondisinya seperti itu," tambahnya.
Biaya operasi menjadi beban terbesar. Menurut keluarga, operasi hidung sebelumnya saja menelan hampir Rp20 juta. Bahkan jika harus melanjutkan perawatan ke luar negeri, khususnya Singapura, biayanya jauh lebih besar.
"Dari mana (biaya) gitu, dia kan single parent. Rumah masih cicilan. Mungkin nanti ada tuntutan perdata lewat pengacara," jelasnya.
Dakwaan Berlapis untuk Terdakwa
Dalam persidangan perdana ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Rizki Syahbana mendakwa dua terdakwa, Yuri dan Hari, dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 353 KUHP tentang penganiayaan berencana serta perlindungan anak.
Kuasa hukum korban, Dasep Rahman Hakim menyebut dakwaan jaksa sudah sangat maksimal. Ia mengapresiasi sikap kehati-hatian JPU dalam menjerat terdakwa.
"Kami menunggu kejelasan hukum. Dakwaan ini sangat maksimal sekali, jaksa menerapkan pasal berlapis yang sangat protektif," ucap Dasep.
Di persidangan, salah satu terdakwa, Yuri, membantah keterlibatannya. Ia berdalih hanya bertindak sebagai joki yang disewa. Namun kuasa hukum korban menegaskan bantahan itu harus dibuktikan di pokok perkara.
"Bantahan pribadi terdakwa silakan saja, tapi keyakinan jaksa bisa dibuktikan nanti di persidangan," tegasnya.
Yang disesalkan keluarga korban, hingga kini tak ada itikad baik dari pihak keluarga terdakwa untuk membantu biaya pengobatan. Padahal sebelumnya, pihak korban sempat membuka peluang agar ada keringanan beban.
"Tidak ada itikad baik sama sekali, baik dari keluarga Yuri maupun Hari," kata Dasep.
Meski begitu, keluarga korban tetap bersyukur. Pemkot Sukabumi turun tangan memberikan bantuan dan pendampingan melalui dinas sosial. "Alhamdulillah Pemkot Sukabumi ikut membantu fasilitasi," ujarnya.
Sidang perkara ini akan kembali digelar pekan depan, tepatnya Senin (6/10), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari penuntut umum. Rencananya, mereka akan menghadirkan korban dan saksi yang berada di tempat kejadian perkara.
(orb/orb)