Priguna Anugerah Pratama (31), seorang residen anestesi semester 2 di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) ditangkap Polda Jawa Barat karena melakukan pelecehan seksual terhadap keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Diketahui, Priguna melakukan pelecehan dengan memperkosa anak dari pasien di RSHS pada 18 Maret 2025 sekitar pukul 01.00 WIB. Peristiwa itu terjadi di lantai 7 salah satu gedung RSHS. Saat itu Priguna meminta korban untuk diambil darah.
Baca juga: IDI Bakal Pecat Dokter Priguna |
Priguna meminta korban melepas pakaiannya dan menggantinya dengan baju operasi warna hijau. Setelahnya, Priguna memasukkan jarum ke bagian tangan kiri dan kanan korban kurang lebih 15 kali dan menghubungkan selang infus dan menyuntikkan cairan bening ke selang hingga membuat korban tak sadarkan diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apa yang dilakukan Priguna disebut telah menyalahi prosedur penanganan pasien. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Barat menyebut Priguna melakukan tindakan medis atas dasar pribadi, bukan berdasarkan SOP yang berlaku.
"Sangat jauh berbeda, kalau pengambilan darah itu dilakukan di PMI atau bank darah rumah sakit. Jadi tidak bisa dilakukan secara pribadi, yang bersangkutan kan secara pribadi, itu nggak bisa, harus di unit yang ada di rumah sakit," ucap Ketua IDI Jabar Moh. Lutfhi, Kamis (10/4/2025).
Karena itu, Luthfi memastikan tindakan yang dilakukan Priguna dipastikan tidak berdasarkan SOP. "Jadi secara SOP jelas salah dan tidak dilakukan pemberian obat-obatan dulu. Sudah jelas menyalahi prosedur," ungkapnya.
Sebelumnya, Lutfhi juga menegaskan Priguna akan segera dipecat sebagai anggota IDI. Menurutnya, dokter umum yang sedang melanjutkan pendidikan spesialis itu telah melanggar kode etik kedokteran.
"Ini kan terkait profesi yang antara yang bersangkutan dengan pidana. Masalahnya ini bukan hanya pidananya saja, tapi juga terkait etika kedokteran, itu yang lebih berat. Jadi kami sekarang sedang melakukan pembahasan di majelis etik kedokteran untuk menentukan langkah-langkah yang perlu diambil," kata Luthfi.
"Di IDI itu ada sanksi etik yang terkait dengan profesi dokter, yang paling berat adalah pencabutan keanggotaan secara permanen," sambungnya.
(bba/orb)