Kasus korupsi yang dilakoni Wali Kota Bandung nonaktif Yana Mulyana mulai disidangkan. Tiga terdakwa dari kalangan pengusaha yang menggarap proyek program Bandung Smart City dihadapkan pada dakwaan telah menyuap Yana senilai Rp 888 juta.
Ketiga terdakwa itu, yakni Direktur Utama PT Citra Jelajah Informatika (PT CIFO) Sony Setiadi, serta Direktur dan Vertical Solution Manager PT Sarana Mitra Adiguna (PT SMA) Benny dan Andreas Guntoro. Dalam berkas dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Titto Jaelani menyatakan bahwa Sekretaris Dishub Kota Bandung Khairur Rijal merupakan makelar yang mengatur suap kepada Yana Mulyana.
Diketahui, Rijal diangkat menjadi Sekretaris Dishub Bandung pada 28 Februari 2023 setelah naik jabatan dari Kepala Bidang Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan. Rijal yang turut ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK, disebut-sebut sebagai perantara ketiga terdakwa bisa memberikan suap kepada Yana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semuanya diawali dengan pertemuan Rijal yang saat itu masih menjabat Kepala Bidang Lalu Lintas dan Perlengkapan Jalan dengan Sony di Jalan Riau, Kota Bandung pada 2022. Di pertemuan itu, Rijal menawarkan ke Sony jika ingin mendapat proyek di Pemkot Bandung maka harus menghadap Yana Mulyana sekaligus membawa sejumlah uang.
Saat itu, nominal yang ditentukan Rijal sebesar Rp 150 juta. Namun, Sony hanya menyanggupinya sebesar Rp 100 juta. Setelah sepakat, pertemuan Sony dan Yana pun diatur Rijal pada 24 Desember 2022 di Pendopo Kota Bandung.
"Kemudian terdakwa Sony Setiadi memberikan uang kepada Yana Mulyana sebesar Rp100 juta dan terdakwa Sony Setiadi meminta nomor HP Yana Mulya," kata Titto saat membacakan berkas dakwaan Sony Setiadi di Pengadilan Tipikor Bandung, Rabu (5/7/2023).
"Bahwa pada hari yang sama setelah pertemuan tersebut, terdakwa menghubungi Yana Mulyana melalui pesan Whatsapp dan terdakwa kembali menyampaikan keinginannya untuk mendapatkan pekerjaan dan kemudian disetujui Yana Mulyana dengan mengatakan 'Bismillah'," ucapnya menambahkan.
Setelah pertemuan itu dilakukan, proyek internet service provider (ISP) berupa 'Tarif Internet di Persimpangan Akses Internet Dedicated-150 Mbps Internasional' dan 'Tarif Internet ATCS-Akses Internet Dedicated-150 Mbps Internasional' senilai Rp 1,136 miliar akhirnya ditunjuk untuk digarap perusahaan Sony. Rijal pada 5 Januari 2023 lantas memerintahkan pegawai Dishub Kota Bandung bernama Nadya Nurul Anisa untuk memilih barang di etalase e-Catalogue proyek itu kepada PT CIFO.
Setelah PT CIFO berkontrak dengan Dishub untuk proyek itu, Rijal kembali bertemu dengan Sony di daerah Dago pada Februari 2023. Pada pertemuan tersebut, Rijal tak tanggung-tanggung meminta THR kepada Sony sebagai fee proyek itu. Sony pun sepakat dengan syarat proyek itu pencairan anggarannya bisa dipercepat dan pembayarannya diubah dari 3 termin menjadi 4 termin.
Pada 5 April 2023, 2 dari 4 paket pencairan proyek ISP itu pun akhirnya diterima Sony. Jumlahnya total mencapai Rp 565 juta. Sony kemudian meyiapkan uang Rp 86 juta sebagai fee pembayaran untuk Rijal.
Uang yang sudah dibungkus amplop coklat tersebut kemudian diserahkan kepada pegawaiDishub bernama Asep Gunawan di parkiran Balai Kota Bandung pada 10 April 2023. Asep lantas membawa uang itu ke rumahRijal dan diserahkan kepadaistrinyaRijal,RiniJanuanti.
Bermula pada Oktober 2022, Benny dan Andreas memberikan dokumen penawaran CCTV Smart Camera kepada Rijal dari PT SMA dan dari perusahaan yang keduanya pinjam yaitu CV Delapan Sejahtera. Tanpa melibatkan pihak Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Kota Bandung, kembali memerintahkan bawahannya, Nadya supaya langsung memproses PT SMA melalui mekanisme penunjukan langsung.
"Termasuk dokumen seleksi penunjukan langsung, berita acara penunjukan langsung sampai pembuatan kontrak/SPK yang berasal dari dokumen yang diberikan oleh Terdakwa II (Andreas). Sehingga proses pengadaan tersebut hanya formalitas saja," kata Titto Jaelani.
PT SMA dan CV Delapan Sejahtera yang dipinjam kedua terdakwa lantas ditunjuk menjadi perusahaan penyedia CCTV Smart Camera Kota Bandung. Empat paket pekerjaan pemeliharaan dan pengadaan CCTV kemudian digarap dengan nilai proyek mencapai Rp 774 juta.
Pada 25 November 2022 setelah proyek itu selesai dan pembayarannya dilakukan, Benny dan Andreas kemudian memberikan fee atau cashback kepada Rijal senilai Rp 80 juta. Uang itu diserahkan di kantor Dishub Kota Bandung dan disebut atas sepengetahuan Yana dan Dadang selaku Kadishub.
Setelah dianggap sukses menggarap proyek yang pertama, Rijal kembali meminta Benny dan Andreas untuk memaparkan presentasi kepada Yana dan jajarannya mengenai proyek CCTV di ruangan ATCS Kota Bandung. Yana rupanya tertarik karena saat itu Pemkot Bandung sedang menggarap program Bandung Smart City.
Anggarannya pun kemudian disusun hingga mencapai Rp 5 miliar untuk pengadaan CCTV. Sementara untuk proyek ISP sebagai pendukung program Bandung Smart City, anggarannya disusun mencapai Rp 1,1 miliar.
Dari sini lah, Rijal kembali berperan sebagai makelar. Dia menawarkan proyek itu lagi kepada Benny dan Andreas dengan syarat harus ada uang fee yang disebut Rijal sebagai "uang kontribusi sebagai attensi ke pimpinan".
"Atas permintaan Khairur Rijal tersebut kemudian terdakwa II (Andreas) melaporkan kepada terdakwa I (Benny) dan terdakwa I menyetujuinya. Selanjutnya sebagai realisasi atas permintaan Khairur Rijal tersebut para terdakwa memberikan uang sebesar Rp 200 juta di depan Kantor Pos Kota Bandung," ucap Titto.
Sebagai bentuk keseriusan menggarap proyek itu, Benny dan Andreas kemudian menawarkan kepada Rijal untuk melihat langsung spesifikasi kamera CCTV yang hendak dibelinya di Bangkok, Thailand. Tawaran itu lalu disampaikan kepada Dadang dan Yana yang langsung mendapat persetujuan.
Pembiayaan kebutuhan perjalanan dinas ke Thailand akhirnya ditanggung semua oleh perusahaan Benny dan Andreas. Jadwal keberangkatan kemudian ditentukan pada 15 Januari 2023 untuk Yana, Dadang, Rijal, Yayan Ahmad Brilyana (Kadiskominfo Kota Bandung), istri Yana, Yunimar Oemar, Alisha Misyayunanti Azzahra (anak Yana) dan 4 pejabat Pemkot Bandung lainnya.
"Yang keseluruhannya (pembiayaan) berjumlah Rp 321.401.000 untuk perjalanan tersebut," ucap Titto.
Selama di Thailand, Yana cs juga mendapat biaya untuk kepentingan rombongan. Mulai dari biaya masuk ruang tunggu di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta Rp 7,2 juta serta biaya makan selama di Thailand sebesar 3.000 Baht atau Rp1,293 juta.
"Selain itu terdakwa I (Benny) juga memberikan uang kepada Khairur Rijal sebesar 17.000 Baht atau Rp 7.327.000 yang kemudian oleh Khairur Rijal dipergunakan untuk membayar sepatu merk Louis Vuitton (LV) warna putih stripe hitam milik Yana Mulyana," kata Titto.
Sepulangnya dari Thailand, Yana mengaku puas dengan 'servis' Benny dan Andreas. PT SMA kemudian langsung ditunjuk supaya menjadi penyedia CCTV melalui metode penunjukan langsung yang sejatinya hanya formalitas saja. Dan pada saat itu juga, Rijal disebut kembali mengingatkan terdakwa bahwa fee proyek itu sama dengan proyek tahun 2022 yaitu sebesari 10-20 persen.
"Fee sama dengan tahun 2022 yaitu sebesar 10 sampai dengan 20 persen setelah pekerjaan selesai sebagai 'atensi ke pimpinan' yang kemudian disetujui oleh terdakwa II yang selanjutnya dilaporkan kepada terdakwa I," tutur Titto.
Benny dan Andreas kemudian mendapat pembayaran dari 2 paket pekerjaan proyek itu. Uang senilai Rp 85 juta kemudian diserahkan kepada Rijal di kantor Dishub Kota Bandung. Dari duit haram itu, Yana kebagian Rp 50 juta melalui penyerahan kepada Dadang Darmawan di rumah dinas Walkot Bandung.
Atas perbuatan tersebut, Sony didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan pertama.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan kedua.
Kemudian Benny dan Andreas didakwa melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Serta Pasal 13 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.