Nama Hakim Agung Takdir Rahmadi terseret dalam sidang pusaran suap MA. Ketua Kamar Pembinaan Mahkamah Agung itu disinyalir menerima suap untuk mengabulkan perkara kasasi kepailitan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Wawan Sunaryanto mengatakan, dugaan keterlibatan Takdir Rahmadi hingga sekarang masih didalami. Sebab menurutnya, jaksa sampai sekarang masih berpegangan kepada kesaksian Albasri, PNS MA yang didakwa menjadi penghubung aliran suap ke Takdir melalui asistennya, Edy Wibowo.
"Kita di perkara ini, pegangan kita saksi Albasri. Sejauh ini, Albasri masih menyampaikan bahwa uang itu sampai ke tangannya Pak Edy," kata Wawan kepada detikJabar, Kamis (15/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wawan mengatakan, Jaksa KPK memang belum menemukan bukti kuat Takdir menerima uang suap tersebut. Namun timnya hingga saat ini meyakini ada sistem berantai yang membuat suap tersebut mengalir hingga ke Takdir Rahmadi.
"Terus kemudian apakah itu uang dari Pak Edy ke Pak Takdir, kita memang enggak ada fakta. Karena kan memang sebenarnya yang dituju itu Pak Takdir, karena perkara itu yang memiliki kewenangan memutus perkara itu Pak Takdir," ucapnya.
"Tapi kemudian ada sistem berantai. Sistem berantai itu enggak akan mungkin ketemu antara pemohon, penghubung sampai pemutus, itu tidak akan ketemu karena sudah ada polanya. Jadi itu akan terputus semuanya (dugaan keterlibatan Takdir Rahmadi)," tuturnya menambahkan.
Wawan juga mengungkap, tim Jaksa KPK masih perlu pendalaman lebih lanjut untuk bisa membongkar aliran suap itu sampai ke Takdir Rahmadi. Sebab dari kesaksian Albasri, ia tidak mengetahui uang suap itu mengalir ke Takdir Rahmadi.
"Si Albasri ini nggak tahu lagi apakah kemudian sampai ke tangannya Pak Takdir melalui Pak Edy. Itu yang membuat kita untuk menembus ke sana harus punya effort luar biasa," ucapnya.
Namun menurutnya, kesaksian PNS MA lainnya, Muhajir Habibie, bisa menjadi celah bagi KPK membongkar keterlibatan Takdir Rahmadi. Sebab diketahui, Muhajir menyatakan ada tarif yang biasanya diberikan kepada Takdir jika mengurus perkara di MA. Ditambah, jika uang itu diberikan di awal, maka perkara tersebut dipastikan akan diputus sesuai pesanan.
"Jadi dia (Albasri) menyampaikan kepada Muhajir, infonya ini berantai juga. Albasri dapat info dari Edy, Albasri ke Muhajir, Muhajir ke Desy Yustria. Bahwa infonya itu kalau kita mau aman, itu (pakai) Pak takdir pilihannya (ketua majelis hakimnya)," kata Wawan.
"Kenapa? Karena Pak Takdir itu sudah clear dari awal, ketika duit diterima putusan sesuai. Beda dengan Pak Agung. Ketika duit diterima (dengan ketua majelisnya Takdir Rahmadi), maka putusan pasti itu aman," pungkasnya.
Sebelumnya dalam persidangan, JPU KPK sempat menanyakan mengenai tarif ratusan juta jika ketua majelis hakimnya yang ditunjuk adalah Takdir Rahmadi. Muhajir Habibie yang memberikan kesaksian lalu mengatakan bahwa itu sudah menjadi pola dari dulu jika perkaranya ditangani Takdir Rahmadi, maka harus ada uang terlebih dahulu yang diberikan supaya permohonan yang diajukan bisa dikabulkan.
"Iya, benar. Sama-sama paham dengan Albasri kalau seperti itu (penyerahan uang terlebih dahulu jika ketua majelisnya Hakim Agung Takdir Rahmadi). Saya tidak tahu itu (permintaan) dari Prof (Takdir) atau Pak Edy. Tapi pikiran saya pada saat itu (permintaan dari) Pak Edy. Karena Albasri mengkoordinasikan dulu dengan Pak Edy," tutur Muhajir.
Di persidangan terpisah, Albasri, staf Takdir Rahmadi yang bertugas di Kamar Pembinaan Mahkamah Agung juga turut menyampaikan kesaksiannya. Albasri sendiri sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam pusaran kasus suap MA tersebut.
Dalam keterangannya, Albasri mengaku setelah menerima uang Rp 500 juta dari Muhajir untuk pengurusan kasasi kepailitan Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar yang diajukan Wahyudi Hardi. Ia lalu mengantarkan uang tersebut ke ruangan asisten Takdir Rahmadi, Edy Wibowo. Dari uang haram tersebut, ia mendapat Rp 25 juta lalu turut dibagi Rp 10 juta kepada Muhajir Habibie.
Kemudian sisanya, diakui Albasri langsung diantar ke ruangan Edy Wibowo. Uang tersebut diserahkan dengan cara dibungkus dalam plastik berwarna hitam dan disimpan di bawah mejanya Edy Wibowo selaku asisten Takdir Rahmadi.
"Betul, uang itu saya simpan di ruang saya. Setelah paginya putus, lalu siang, karena ruangan kosong, uang itu taruh diletakan di meja kerjanya (Edy Wibowo)," pungkasnya.
(ral/orb)