Praktik tindak pidana penjualan orang (TPPO) atau human trafficking di Sukabumi meningkat. Ragam modus dilakukan pelaku untuk menjerat calon korban.
International Organization for Migration (IOM) mengungkapkan Sukabumi menjadi daerah di Jawa Barat dengan tingkat human trafficking tertinggi. Pihaknya menyebut, pelaku TPPO kebanyakan menggunakan media sosial Facebook untuk menggaet korban.
"Trennya karena sekarang situasi pandemi, dan orang-orang banyak melakukan digital, human trafficking itu juga starting teknologi. Perekrutan dilakukan lewat Facebook jadi calo-calo menggunakan digital untuk perekrutan dan koordinasi sehingga modus-modusnya itu semakin berkembang, sindikatnya semakin luas," ujar Project Clerk IOM Sukabumi Fitri Lestari saat ditemui detikJabar, Rabu (22/6/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan, alasan penggunaan media sosial salah satunya Facebook karena pelaku dengan mudah memalsukan identitas. Media sosial pun dinilai lebih fleksibel untuk menghilangkan profil atau identitas pelaku.
"Mereka juga menghilangkan identitas, ini orang mana tidak diketahui karena lewat digital itu perekrutannya untuk menghilangkan identitas pelaku," ujarnya.
"Sukabumi ini menjadi salah satu area target untuk program karena memang kasusnya yang banyak, perlu perhatian dan dukungan sehingga Sukabumi jadi daerah sasaran IOM," kata dia menambahkan.
Dia juga mengungkapkan calo akan mengimingi-imingi calon pekerja imigran dengan berbagai kelebihan dan kemudahan.
"Mereka terjebak pada iming-iming dari calo atau sponsor dengan gaji besar, pekerjaan aman, bagus dan menjerat fee agar mereka sepakat bekerja di luar. Jadi itu jeratan hutang sebenarnya," kata Fitri.
Seorang warga Sukabumi bahkan menjadi korban calo. Korban terbujuk rayuan dari para calo yang memberangkatkan calon pekerja migran secara ilegal.
Terungkapnya korban menjadi korban calo bermula dari penggerebekan yang dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) di sebuah penampungan di Jatiasih, Kabupaten Bekasi. Dari 15 orang yang ditemukan petugas, salah satunya warga Sukabumi.
"Itu kena sidak. Jadi proses hukumnya ada salah satu PT yang lagi diproses oleh gugus tugas nasional. Mabes dan Satgas Kemnaker itu sudah menggrebek satu penampungan di Jatiasih, yang mana ada korban 15 orang di antaranya ada dari Kabupaten Sukabumi satu orang," ujar Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Jawa Barat, Jejen Nurjanah.
Beruntung warga Sukabumi itu lolos dari pemberangkatan ilegal dengan tujuan Timur Tengah. Dia kemudian dikembalikan ke kampung halamannya di Sukabumi.
"Kemarin kita menjemput CPMI, calon korban di penampungan orang Jampang Tengah, alhamdulillah digagalkan yang akan diberangkatkan secara non prosedural (ilegal). Alhamdulillah sudah selamat dan sampai di tempat keluarganya," kata dia.
Darurat Human Trafficking
Kasus yang dialami warga Sukabumi ini turut menguak maraknya human trafficking di Sukabumi. Berdasarkan data yang tercatat dari SBMI Jawa Barat, terhitung sejak Januari 2022 sampai Februari 2022 saja terdapat 18 kasus yang menjadi korban TPPO. Sementara, sepanjang Januari 2021 sampai Desember 2021, terdapat 34 kasus.
Jejen Nurjanah mengatakan, rata-rata pekerja migran tak menyadari dirinya menjadi korban TPPO. Padahal, sejak tahun 2016 pintu masuk pekerja migran ke negara Timur Tengah masih ditutup.
"Ada 18 kasus yang meninggal dua orang sampai hari kemarin, pengaduan kasus ke kita. Yang sudah pulang ada sekitar 10 orang walaupun diberangkatkan secara unprocedural tapi kita bantu pemulangannya," kata Jejen.
Dia mengatakan, mayoritas kasus didominasi oleh negara penempatan seperti Arab Saudi dan Malaysia. Bahkan ada salah satu warga Sukabumi yang nekat menyelamatkan diri dengan loncat dari lantai tiga.
"Tapi alhamdulillah kami bantu sebagian sudah pulang termasuk tanggal 26 Juli ada yang menjatuhkan diri dari lantai tiga itu sudah mau pulang dan kita bantu pemulangannya," ujarnya.
Delapan belas kasus TPPO di Sukabumi ini, mereka merupakan warga dari Kecamatan Sukaraja, Kebenpedes, Parungkuda dan Kecamatan Tegalbuleud. Mereka telah menjadi korban TPPO karena terjebak bujuk rayu para sponsor atau oknum yang tak bertanggung jawab