Bahar Pasrahkan Kasus Hoaks ke Hakim Usai Jaksa Tolak Eksepsi

Round up

Bahar Pasrahkan Kasus Hoaks ke Hakim Usai Jaksa Tolak Eksepsi

Dony Indra Ramadhan - detikJabar
Rabu, 20 Apr 2022 03:30 WIB
Habib Bahar bin Smith saat keluar dari area persidangan di PN Bandung, Kota Bandung, Selasa (5/4/2022)
Habib Bahar bin Smith saat keluar dari area persidangan di PN Bandung, Kota Bandung. (Foto: Wisma Putra/detikJabar)
JakartaBandung -

Habib Bahar bin Smith memasrahkan perkara penyebaran berita bohong yang menimpanya ke majelis hakim. Pasalnya, nota keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh Bahar ditolak jaksa dengan alasan tak berdasar.

"Tidak ada pertanyaan yang mulia," ucap Bahar saat dipersilakan hakim untuk menanggapi atau mempertanyakan tanggapan jaksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Selasa (19/4/2022).

Hakim Dodong Rusdani lantas menanyakan sikap Bahar sama atau tidak seperti saat mengajukan eksepsi. Bahar pun pasrah tergantung hakim.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Apapun keputusan yang mulia, saya terima," tutur pemilik Pondok Pesantren Tajul Allawiyin itu.

Dalam tanggapannya, jaksa penuntut umum yang diketuai oleh Suharja menyatakan bila eksepsi yang diajukan oleh tim kuasa hukum Bahar tak berdasar.

ADVERTISEMENT

"Pada kesempatan ini kami berkesimpulan bahwa permohonan penasihat hukum yang diajukan dalam eksepsi tidak beralasan dan oleh karena itu, kami berpendapat tersebut seyogyanya ditolak," ujar jaksa.

Ada beberapa hal yang jadi sorotan jaksa dalam eksepsi yang diajukan Bahar. Mulai dari lokasi pemindahan persidangan hingga tudingan dakwaan dibuat atas dasar muatan politis. Tudingan itu dibantah oleh jaksa.

"Dalam ketentuan, bukan dengan mudah (pembuatan dakwaan) dilakukan tanpa analisa. PH menyimpulkan tanpa kajian sehingga wajar membuat statment yang keliru dan menyesatkan atau tidak memahami kenapa Undang-Undang dapat diberlakukan agar sidang tidak keluar konteks," tuturnya.

"Sesuai uraian bahwa ketentuan pasal 14-15 Undang-Undang nomor 1 tahun 1946 tentang pemberlakuan KUHP adalah sah dan bukan alat komoditas politik yang ada dalam fikiran penasihat hukum terdakwa. Untuk membuktikan salah atau tidak harus melalui proses hukum yang adil dan keadilan sampai jatuh vonis," kata jaksa menambahkan.

Usai tanggapan dari jaksa atas eksepsi tersebut, hakim akan mengambil sikap dalam agenda putusan sela. Hakim meminta waktu sepekan untuk membacakan putusan tersebut.

"Majelis hakim mohon waktu untuk putusan sela. Setelah ini, tidak ada replik duplik karena ini persoalan keberatan terhadap surat dakwaan. Kalaupun nanti putusan sela, Undang-undang memberikan hakim untuk mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi. Tapi nanti setelah bersama-sama dengan pokok perkara saat diputus," tutur Dodong.




(dir/tey)


Hide Ads