Setiap pagi, uap panas mengepul dari belasan dandang yang berjejer rapi di sebuah dapur sederhana di pojok rumah warga Desa Pekantingan, Kecamatan Klangenan, Kabupaten Cirebon. Aroma kue tradisional yang dikukus perlahan menyebar, menandai denyut ekonomi yang terus hidup dari desa yang kini dikenal sebagai sentra produsen aneka kue.
Desa Pekantingan telah lama bertransformasi menjadi "kampung kue". Mayoritas warganya menggantungkan hidup dari produksi kue tradisional seperti apem, lapis, talam bawang, hingga botok roti. Dari dapur-dapur rumahan itulah, ribuan kue setiap hari mengalir ke pasar-pasar tradisional di Cirebon hingga Majalengka.
Salah satu sosok di balik geliat industri rumahan itu adalah Weny. Perempuan ini memulai usahanya pada pertengahan 2016, berawal dari keberanian meninggalkan statusnya sebagai pegawai swasta. Keterbatasan waktu bersama keluarga membuatnya berpikir ulang tentang masa depan.
"Awalnya cuma coba-coba, modalnya juga dari tabungan sendiri," kenangnya, Kamis (18/12/2025).
Dari percobaan sederhana memproduksi kue lapis, talam bawang, dan botok roti, Weny perlahan menemukan ritme. Dengan cinta pada proses dan kesabaran yang tak singkat, produksinya terus meningkat. Kini, ia mampu memproduksi ratusan kue setiap hari.
Kesuksesan itu tidak hanya mengubah hidupnya sendiri. Di dapur kecilnya, Weny kini dibantu lima orang karyawan yang sebagian besar merupakan tetangga sekitar. Bersama-sama, mereka menakar adonan dalam baskom besar, lalu menuangkannya perlahan ke dalam dandang-dandang panas.
"Kuncinya telaten dan bahan baku harus bagus," ujarnya sambil sesekali mengaduk adonan.
Menurut Weny, kualitas bahan baku sangat menentukan hasil akhir kue. Ia mengaku pernah mencoba menggunakan tepung beras lokal, namun hasilnya kurang memuaskan.
"Kalau pakai tepung beras lokal, kuenya cepat keras dan warnanya cenderung gelap. Sekarang saya pakai tepung beras kemasan dan bahan lain yang kualitasnya terjaga," jelasnya.
Di tengah persaingan usaha yang kian ketat, menjaga kualitas menjadi strategi utama untuk mempertahankan kepercayaan pelanggan dengan memilih bahan baku berkualitas. Prinsip itu pula yang membuat usahanya terus bertahan dan berkembang.
"Walaupun usaha kecil, kualitas tetap nomor satu," tuturnya.
Dari penjualan berbagai jenis kue tersebut, Weny mengaku mampu meraup omzet sekitar Rp3,2 juta per hari. Hasil itu cukup untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya, sekaligus membiayai pendidikan anak-anaknya yang dipandang menjadi sesuatu yang dulu sulit ia bayangkan.
Perkembangan industri kecil menengah (IKM) seperti yang dijalani Weny tak lepas dari peran pemerintah daerah. Kepala Dinas Perdagangan dan Industri (Disperdagin) Kabupaten Cirebon, Dadang Raiman, mengatakan pemda terus memberikan perhatian kepada pelaku IKM, salah satunya melalui fasilitasi sertifikasi halal dan pembinaan usaha.
"Sertifikasi halal kami fasilitasi gratis. Selain itu, yang juga penting adalah kepastian bahan baku bagi pelaku IKM," ujarnya.
Untuk menjaga ketersediaan bahan baku, pihaknya memastikan koordinasi lintas bidang ini dilakukan agar pelaku IKM tetap mudah mengakses bahan baku, terutama saat terjadi lonjakan kebutuhan.
"Seperti hari ini ada OPADI dari Disdagin Provinsi Jawa Barat di Sumber. Itu bagian dari upaya menjaga stabilitas," katanya.
Dengan banyaknya kebutuhan tepung beras yang digunakan oleh pelaku IKM di Desa Pekantingan, ia memastikan dari hasil pendampingan yang dilakukannya pelaku produsen kue banyak menggunakan tepung beras kemasan dibandingkan tepung beras lokal.
"Memang mereka (produsen kue) banyak pake tepung beras kemasan karena hasil produksi lebih bagus dibandingkan tepung beras lokal. Jadi untuk itu harus kami jaga ketersediaan pasokan tepung beras kemasan untuk menjaga pelaku IKM," tuturnya.
Tak hanya itu, Disperdagin juga memberikan pelatihan dan pendampingan selama satu tahun penuh kepada pelaku IKM. Pendampingan mencakup teknik produksi, perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP), strategi pemasaran, fasilitasi kemasan, pencantuman Angka Kecukupan Gizi (AKG), hingga mempertemukan pelaku usaha dengan ritel modern.
Secara data, Kabupaten Cirebon mencatat sekitar 8.000 IKM telah mengantongi sertifikat halal terbanyak di wilayah Rebana (Cirebon, Patimban, Kertajati).
"Dari sekitar 10.000 IKM makanan dan minuman, 8.000 di antaranya sudah bersertifikat halal," ungkapnya.
Ke depan, ia berharap pelaku IKM mampu mengikuti perkembangan zaman dengan memanfaatkan digitalisasi. Kreativitas dan inovasi, baik dari sisi produk maupun pemasaran, menjadi kunci agar usaha kecil tetap bertahan.
"Sekarang jalur pemasaran bukan cuma offline. Online juga banyak peluangnya," pungkasnya.
Dari dapur kecil di sudut rumah, cerita Desa Pekantingan membuktikan bahwa ketekunan, kualitas, dan dukungan yang tepat mampu mengangkat industri rumahan menjadi kekuatan ekonomi daerah.
(yum/yum)