Kasus pembunuhan yang menimpa sekeluarga di Indramayu akhirnya menemukan titik terang. Pelakunya, Ririn Rifanto (35) dan Prio Bagus Setiawan (29) kini sudah dijebloskan ke penjara untuk mempertanggungjawabkan perbuatan sadis yang mereka lakukan.
Korbannya adalah Budi Awaludin (45), Sachroni (78) Euis Juwita Sari (43), RK (7) dan B (8 bulan). Lantas, apa sebetulnya motif yang melatarbelakangi kasus pembunuhan ini? Berikut rangkuman faktanya:
Pelaku Hendak Kabur Jadi ABK
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan Ririn dan Prio ditangkap saat hendak bekerja sebagai anak buah kapal (ABK). Pelarian mereka pun terhenti setelah sempat kabur ke berbagai kota di Jabar, Jakarta, Jateng hingga ke Jatim.
"Pengakuan tersangka dia ke Jakarta dulu, lalu ke Bogor, Semarang, Demak dan Surabaya. Karena tidak tahu apa yang dilakukan, dia kembali lagi ke Indramayu, untuk menjadi ABK, anak buah kapal untuk berlayar," kata Hendra, Rabu (10/9/2025).
Fitnah Orang Lain Demi Tutupi Jejak Pembunuhan
Ironisnya, Ririn dan Prio sempat memfitnah orang lain untuk menutupi jejak pembunuhannya dalam kasus ini. Seseorang bernama Evan Bagus Pratama sempat ia tumbalkan agar bisa menjadi kambing hitam pembunuhan tersebut.
Pria berusia 30 tahun itu, sempat dituduh menjadi pembunuh Sachroni sekeluarga. Ririn dan Prio bahkan menggiring bukti-bukti seolah Evan adalah pembunuhnya dengan cara memarkirkan mobil Toyota Corolla milik keluarga Budi di rumah Evan.
"Mobil Toyota Corolla yang sebelumnya dikuasai tersangka dikembalikan dengan cara diparkirkan di sekitar rumah Evan agar seolah-olah asumsi masyarakat pelaku pembunuhan adalah Evan," tutur Hendra.
Jejak Terbongkar Setelah Pengakuan Evan
Setelah itu, Ririn dan Prio kembali ke hotel. Sebelum kabur ke sejumlah kota, Prio kembali menarik uang dari dompet digital milik Budi.
"Kemudian pada pukul 10.42 WIB tersangka P melakukan penarikan uang sebesar Rp10 juta dari akun Dana di daerah Kecamatan Jatibarang dengan cara yang sama," tuturnya.
Penemuan mobil milik Budi di sekitar rumah Evan sempat membuat warga heboh. Mengetahui Budi ditemukan meninggal dunia dengan empat angota keluarganya, Evan melaporkan kasus pegadaian mobil milik Budi yang dilakukan oleh Ririn ke Polres Indramayu. Berkat bantuan Evan, polisi berhasil mengidentifikasi pelaku pembunuhan Budi dan keluarga.
Mobil Korban Digadaikan
Ririn dan Evan sebelumnya bernegosiasi untuk menggadaikan mobil pikap milik Budi. "Pada sekira pukul 10.00 WIB tersangka R menghubungi Evan menggunakan handphone milik BA untuk menggadai mobil pikap warna putih," kata Hendra Rochmawan.
Menurut Hendra, sekitar pukul 16.30 WIB Ririn menerima uang gadai mobil pikap dari Evan. "Terima uang Rp14 juta dari evan ke akun Dana milik BA," ujar Hendra.
Sekitar pukul 17.45 WIB tersangka Prio melakukan penarikan uang Rp3 juta di agen bank yang ada di daerah Kecamatan Jatibarang melalui akun dompet digital milik Budi.
Iming-iming Bayaran Rp 100 Juta
Kabid Humas Polda Jabar Kombes Pol Hendra Rochmawan mengatakan, Prio dibujuk oleh Ririn untuk ikut serta dengan iming-iming uang Rp100 juta.
"Rabu tanggal 29 Agustus 2025 sekira pukul 17.00 WIB, tersangka P disuruh oleh tersangka R untuk membeli sebuah pacul dan menyimpan pacul tersebut di rumah tersangka P dan pada sekira pukul 21.00 WIB tersangka R mengajak tersangka P untuk mengeksekusi Budi dengan mengiming-imingi imbalan uang tunai sebesar Rp100 juta," kata Hendra.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eksekusi Korban Gunakan Pipa Besi
Dalam eksekusi, Ririn menghabisi Budi dengan pipa besi, sementara Prio berjaga di pintu rumah untuk mengantisipasi jika ada anggota keluarga lain yang keluar.
"P menjaga pintu," ujarnya.
Anak Korban Ditenggelamkan
Tak berhenti di situ, setelah Budi dan Sachroni tewas, Ririn menyerang Euis Juwita Sari (43) dan anaknya RK (7) di dalam kamar. Saat itu, bayi B - anak kedua Budi - menangis. Prio kemudian turun tangan.
"Tersangka P membawa anak B yang sedang menangis dan menenggelamkannya ke dalam bak mandi," tuturnya.
Gasak Harta Benda Korban
Selain menghabisi nyawa korban, kedua pelaku juga menggasak harta benda keluarga Budi. Mereka membawa mobil Corolla, menggadaikan mobil pikap, mengambil uang tunai Rp7 juta, serta perhiasan anak korban. Prio berperan menjual emas hasil rampasan tersebut.
"P menjual emas tersebut ke bakul jual-beli emas yang ada di daerah Pasar Mambo Kabupaten Indramayu dengan harga Rp3 juta," ucap Hendra.
Beli Terpal untuk Tutupi Jejak Pembunuhan
Prio juga membantu menutup jejak kejahatan dengan membeli terpal, menyeret tubuh korban, hingga menguburkannya di belakang rumah. Tidak hanya itu, ia turut melakukan transaksi keuangan menggunakan identitas Budi.
"P melakukan penarikan uang sebanyak Rp3 juta di BRILink yang ada di daerah Kecamatan Jatibarang melalui akun Dana milik Budi," jelasnya.
"Tersangka P juga melakukan penarikan uang sebesar Rp10 juta di BRILink yang ada di daerah Kecamatan Jatibarang dengan cara yang sama," pungkasnya.
Kabur dari Kejaran Polisi
Kapolres Indramayu AKBP Mochamad Fajar Gemilang mengatakan pelarian Ririn dan Prio ke sejumlah kota tanpa arah dan tujuan. Mereka berpindah-pindah kota karena sudah sadar sedang dikejar oleh polisi.
"Saat itu belum ada keputusan mereka akan tinggal di mana, karena mereka juga paham, polisi di mana-mana dan sedang mencari mereka," ujarnya.
Pelarian Buntu Hingga Berniat Jadi ABK
Karena pelariannya buntu, Ririn dan Prio memiliki ide untuk menjadi ABK sebagai bentuk penyamaran dan untuk menghindari kejaran polisi. "Akhirnya setelah mereka pikir tidak dapat kembali menemukan tempat aman, mereka kembali ke Indramayu untuk bekerja sebagai ABK," tuturnya.
Fajar menyebut kedua tersangka beranggapan pelarian menjadi ABK akan sulit diketahui banyak orang termasuk polisi karena bisa berbulan-bulan berada di laut lepas.
"ABK ini sekali berlayar antara 6 sampai 8 bulan. Jadi mereka sudah memikirkan untuk berlayar. Namun sebelum mereka bekerja sebagai ABK, kita sudah lakukan penangkapan," pungkasnya.
Atas perbuatannya, kedua pelaku dijerat Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman pidana mati, seumur hidup, atau 20 tahun penjara. Mereka juga dikenai Pasal 76C jo Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman 15 tahun penjara.