Meski di tahun 2025, belum ada kasus kebakaran di Gunung Ciremai. Namun, selama 4 tahun terakhir kebakaran hutan di Gunung Ciremai masih terus terjadi.
Menurut data Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), pada tahun 2020 kebakaran terjadi 6 kali dengan luas total lahan yang terbakar mencapai 27,79 hektare. Di tahun 2021 kebakaran terjadi 3 kali dengan total luas lahan terbakar 0,71 hektare.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tahun 2022 kebakaran terjadi 6 kali dengan jumlah lahan yang terbakar mencapai 138,48 hektare. Dan, di tahun 2023 jumlahnya naik menjadi 35 kali kebakaran dengan total lahan terbakar menjadi 187,97 hektare. Di tahun 2024 ada 4 kali kebakaran dengan total luas lahan yang terbakar mencapai 2,74 hektare.
Humas TNGC Ady Sularso memaparkan kebakaran tersebut kebanyakan disebabkan karena faktor perilaku manusia baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. "Sejauh ini kalau dugaan kita tetap itu faktor manusia baik disengaja atau tidak disengaja. Apalagi akses menuju lahan tersebut itu terbuka banget dan kita juga nggak semuanya aktivitas juga terpantau. Kalau alam saya kira kecil banget jadi penyebab kebakaran," tutur Ady, Kamis (21/8/2025).
Salah satu tindakan manusia yang menyebabkan kebakaran di Gunung Ciremai adalah membuang puntung rokok sembarangan atau tidak mematikan api secara tuntas. Padahal, lanjut Ady, kebakaran di daerah gunung berbeda dengan kebakaran di tempat lain. Ketika kebakaran terjadi, api akan sulit dipadamkan karena medan yang sulit dan sumber mata air yang jauh.
"Kalau kebakaran di gunung itu aksesnya sulit, sumber air juga jauh, butuh waktu dan tenaga yang banyak," tutur Ady.
Selain itu juga, ada banyak dampak dari kebakaran yang terjadi di Gunung Ciremai seperti rusaknya ekosistem lingkungan, habitat satwa menjadi terganggu, hingga menyebabkan terputusnya rantai makanan yang ada di kawasan hutan.
"Yang jelas ekosistem terganggu, satwa yang tadinya di situ habitatnya terganggu, kemudian untuk pohon-pohon mau tidak mau banyak yang pernah kita reboisasi juga harus mulai dari nol lagi. Yang sudah ada jadi mati, rantai makanan juga jadi terputus," tutur Ady.
Di Kuningan sendiri, lanjut Ady, ada beberapa daerah yang rawan kebakaran seperti di Kecamatan Cilimus dan Pasawahan. Banyak masyarakat yang beraktivitas di dua daerah tersebut. Untuk mencegah hal tersebut, pihaknya, melakukan pemantauan khusus di wilayah yang rentan kebakaran.
"Kalau titik pemantauan itu khusus ada wilayah Kuningan utara, yakni Kecamatan Pasawahan dan sebagian daerah Setianegara, Cilimus, terus ke sana sampai Padangbeunghar, dan Kaduela. Banyak aktivitas masyarakat yang melewati kawasan taman nasional," tutur Ady.
Tidak hanya sekadar memantau, pihaknya juga, akan berkeliling dan menghimbau masyarakat agar hati-hati dan tidak menyalakan api secara sembarangan.
"Di sana kita mobile, tidak hanya diam. Minimal dengan mobile itu mencirikan ada orang. Jadi misalkan ada orang yang memicu kebakaran baik sengaja atau tidak sengaja kayak orang yang sedang merokok itu kita himbau.
Sehingga bisa kita ingatkan, apalagi beberapa titik kan merupakan jalur aktivitas masyarakat di mana kita tidak bisa melarang mereka lewat," tutur Ady.
Selain pemantauan, pihaknya juga terus melakukan sosialisasi dan koordinasi dengan berbagai macam pihak agar kebakaran di Gunung Ciremai dapat dicegah.
"Kita sosialisasi ke desa penyangga dan pemasangan papan informasi tentang kawasan yang rawan. Masyarakat harus berhati-hati khususnya saat musim kemarau baik untuk warga atau pendatang yang sedang mendaki. Koordinasi pasti terus dilakukan dari mulai unsur Damkar, BPBD, Polres dan TNI terutama juga kepada masyarakat," pungkas Ady.
(sud/sud)