Empat pemuda menyiapkan termos hingga gelas di atas meja. Barang-barang tersebut bukan untuk menyeduh kopi ataupun teh, tetapi untuk penampilan seni pertunjukkan.
Alat perabotan kafe itu mengeluarkan suara yang berirama. Bunyi-bunyi yang dihentakkan pun terdengar syahdu, ditambah dengan iringan alat musik okarina.
Penampilan seni pertunjukkan itu dilakukan oleh para pegiat kuliner di Kabupaten Majalengka, yang tergabung dalam grup musik tinyUH. Mereka memainkan komposisi musik sebagai pertunjukan kegiatan ekonominya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam penampilannya, tinyUH merekonstruksi keseluruhan suasana rasa, visual, aroma, suara, hingga proses perdagangan, berdasarkan sejarah panjang kolonialisme di Indonesia, yang bersinggungan melalui rempah-rempah, kopi, teh, dan tanah liat.
"Kami terinspirasi untuk membuat pertunjukan bagaimana prosesi penyeduhan minuman, bisa kita sadari bahwa itu adalah sebuah seni multisensoral yang dapat kita nikmati secara auditif (bunyi), visual (gerakan, video mapping). Yang selanjutnya juga sebuah bentuk seni partisipatoris, dengan menyuguhkannya kepada audiens, untuk menikmati sajian minumannya dengan indra penciuman dan perasa," kata Yussan saat berbincang dengan detikJabar.
![]() |
Yussan mengatakan, komposisi musik yang dihasilkan dari perabotan kafe itu, terinspirasi dari karakteristik komoditas kopi, teh dan rempah-rempah. "Itu terinspirasi dari karakteristik (kopi, teh dan rempah-rempah), misalkan kopi itu buat semangat, karakteristik musik yang saya tahu yang bikin semangat itu kayak gamelan Bali, makanya bitnya tuh cenderung lebih cepat," jelas Yussan.
"Yang rempah-rempah lebih ke pola ritnis gamelan Sunda kayak gitu. Yang Teh, lebih mengadopsi bunyi-bunyian lonceng kuil Buddha, yang nuansa meditatif kayak gitu," tambahnya.
Komposisi musik yang dimainkan tinyUH hanya sekedar instrumental. Akan tetapi musik-musik eksperimentalnya itu, bisa direspon dengan nyanyian, puisi hingga gerak tubuh.
"Cuma musik aja, nah kalau ada yang merespon dengan nyanyian, direspon dengan gerak, atau dengan baca puisi atau apapun itu memang membuka kemungkinan itu untuk berkolaborasi. Di beberapa tempat, kami juga main selalu berkolaborasi, misal di sana ada seniman gerak, ya dikolaborasikan," ujar dia.
tinyUH sendiri saat ini baru mempunyai satu album yang berisi 3 buah komposisi. Sinensis 1684, Myristica 1506, dan Arabica 1696 adalah komposisi yang baru mereka ciptakan. Komposisi-komposisi musik yang diciptakannya itu masih berkaitan dengan latarbelakang para personel.
"Sinensis itu jenis teh, salah satu jenis pohon teh. Pesannya lebih kayak keterkaitan antara teh dan perilaku meditatif, menenangkan, kalem kayak gitu. Yang kedua Myristica, Myristica itu menjadi salah satu nama dari pala, yang bahasa latinnya itu Rempah-rempah. Yang ketiga, Arabica, nama dari jenis kopi gitu lah," katanya.
Sementara itu, grup musik eksperimental itu mempunyai 4 orang personel yang berlatarbelakang pengusaha kuliner di Majalengka. tinyUH sudah berdiri sejak 25 Maret 2023. tinyUH juga memiliki kedai yang bernama tinyUH store di area Kabumi Space, Saung Eurih, Majalengka.
"Ada empat personel saya sendiri Yussan Ahmad Fauzi sebagai penyeduh teh, Arman Abdurahman sebagai peracik minuman rempah, Alfi Syahrian sebagai penyeduh kopi dan Aldizar Ahmad sebagai seniman keramik," ujarnya.
Para pegiat kuliner ini mulai memanifestasikan menjadi grup musik berawal dari acara presentasi dari seniman residensi di Jatiwangi art Factory (JaF). Dalam kesempatan tersebut, Aldizar Ahmad, sebagai seniman keramik JaF tengah berkolaborasi dengan seniman keramik asal Jepang bernama Gakuji Masui.
(sud/sud)