Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) memperkirakan ratusan ribu Pekerja Migran Indonesia (PMI) berpotensi akan kehilangan suara. Oleh karena itu, APJATI meminta penyelenggara Pemilu untuk mendata PMI di luar negeri secara benar dan akurat.
Ketua APJATI Ayub Basalamah menyampaikan, informasi tersebut ia dapatkan dari jaringan pemerhati PMI di luar negeri akan dugaan pendataan calon pemilih dari unsur PMI dilakukan secara tidak benar.
"Data PMI yang dimasukkan adalah data lama hingga tak akurat," kata Ayub kepada detikJabar, Selasa (16/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Ayub juga mengatakan, informasi tersebut juga sudah beredar di media terkait viralnya ratusan ribu PMI di Malaysia terancam kehilangan hak konstitusinya karena tidak validnya data yang dicatat oleh Panitia Pemilu di luar negeri.
Dari unggahan itu, kata dia, dilaporkan terkesan PMI dipersulit mencatat PMI masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur. Selain itu, dalam laporan tersebut juga disebutkan DPT Pemilu 2024 di Malaysia yang diduga fiktif dan bermasalah yang diperkirakan jumlahnya mencapai 138 ribuan.
"Di negara lain pun dilaporkan PPLN ini kesulitan mencocokkan data PMI, dan juga dibiarkan maka PMI di negara tersebut akan kehilangan hak pilihnya," ujar Ayu.
Ayub meminta penyelenggara Pemilu dari mulai KPU dan Bawaslu segera turun tangan untuk membenahinya. Sehingga kondisi itu tidak meluas hingga memicu kekacauan pendataan pemilih dari PMI.
Pihaknya mengaku khawatir kekacauan pendataan pemilih terhadap kalangan PMI akan berdampak luas hingga mengakibatkan pemungutan suara ulang (PSU).
Selain itu, keluarga para PMI di dalam negeri pun bakal apatis, dan tidak akan menggunakan hak pilihnya, sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat partisipasi pemilih.
Karenanya, ia berharap semua pihak yang terlibat dalam Pemilu 2024, termasuk Presiden RI segera memerintahkan untuk memperbaiki pendataan calon pemilih, khususnya PMI di luar negeri.
"Upaya ini untuk menjamin hak konstitusional PMI, sehingga mendapatkan kebebasan untuk memilih kandidat yang dianggap terbaik," pungkasnya.
(dir/dir)