Dongeng Jawa Barat merupakan bagian penting dalam warisan budaya Sunda yang diwariskan turun-temurun. Cerita rakyat ini tidak hanya sekadar hiburan, tetapi juga sarana pendidikan yang menyampaikan ajaran moral, petuah, dan nilai kehidupan. Meski zaman terus berubah, dongeng-dongeng ini tetap hidup dan digemari banyak orang karena kisahnya yang menarik serta penuh pesan mendalam.
Sebagian besar dongeng dari Jawa Barat berkaitan erat dengan alam, seperti gunung, telaga, dan desa-desa yang dipercaya sebagai asal mula suatu peristiwa. Melalui legenda-legenda ini, masyarakat Sunda berusaha menjelaskan fenomena alam, sejarah lokal, dan nilai yang dianggap penting bagi kehidupan mereka.
Berikut lima dongeng Jawa Barat yang paling populer dan masih sering diceritakan hingga sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Gunung Tampomas
Gunung Tampomas Sumedang. Foto: Nur Azis |
Pada masa Kerajaan Sumedang, Gunung Gede tiba - tiba menunjukkan tanda - tanda bahaya. Asap putih muncul dari puncaknya, disusul gempa hebat dan letusan dahsyat yang mengguncang seluruh kerajaan. Lahar panas mengalir deras, membakar sawah yang hampir panen dan menghanguskan rumah - rumah penduduk. Letusan berulang selama beberapa hari membuat masyarakat terpaksa mengungsi dan menyelamatkan diri, sementara Raja Sumedang merasakan kecemasan mendalam atas keselamatan rakyatnya.
Dalam keadaan genting itu, Raja memutuskan untuk bersemedi dan memohon petunjuk Tuhan. Setelah beberapa hari, ia menerima bisikan gaib yang memerintahkannya melemparkan keris emas pusaka leluhur ke kawah Gunung Gede. Meski lemah setelah pingsan, Raja tetap bertekad menjalankan perintah tersebut. Ia menunggangi kuda menuju puncak gunung dan setelah melalui berbagai rintangan, berhasil melemparkn keris emas itu ke dalam kawah.
Keajaiban pun terjadi, Gunung Gede yang semula bergolak perlahan menjadi tenang dan suara gemuruh menghilang. Rakyat kembali selamat berkat keberanian dan pengorbanan sang Raja.
2. Situ Bagendit
Situ Bagendit Garut pada awal Januari 2023. Foto: Hakim Ghani/detikJabar |
Asal usul Situ Bagendit yang dipercaya muncul akibat keserakahan seorang wanita kaya bernama Nyi Endit atau Nyai Bagendit. Meski hidup serba berkecukupan, ia dikenal pelit dan tak pernah peduli pada warga yang kesusahan. Sikapnya yang angkuh membuat banyak orang menderita, terutama mereka yang terjerat utang dan diperas dengan bunga yang tinggi.
Suatu hari, datang seorang kakek tua yang memohon makanan dan seteguk air, namun bukannya diberi bantuan, ia justru dihardik dengan kata-kata kasar. Sang kakek kemudian menancapkan tongkat ke tanah, dan dari situlah muncul mata air yang terus membesar hingga menenggelamkan seluruh desa. Nyai Bagendit berusaha menyelamatkan hartanya, tetapi semuanya sia-sia. Ia akhirnya tenggelam bersama kesombongan yang selama ini menguasai hidupnya.
3. Telaga Warna
Telaga Warna Foto: Luthfi Hafidz/detikTravel |
Sebuah kerajaan bernama Kutatanggeuhan yang dipimpin Prabu Suwartalaya dan permaisurinya, Ratu Purbamanah. Setelah lama mendambakan keturunan, sang raja akhirnya bertapa dan doa mereka terkabul dengan lahirnya seorang putri cantik bernama Nyi Mas Ratu Dewi Rukmini Kencana Wungu, yang kemudian dikenal sebagai Dewi Kuncung Biru. Sang putri tumbuh dalam limpahan kasih sayang dan selalu mendapatkan apa pun yang ia inginkan, hingga tanpa disadari sikapnya menjadi manja dan gemar menuntut hal berlebihan.
Puncak konflik terjadi saat ulang tahunnya yang ke-17, ketika ia meminta seluruh rambutnya dihiasi emas dan permata. Meski rakyat rela berkorban mengumpulkan harta demi memenuhi keinginannya, sang putri justru kecewa dan membuang hadiah tersebut. Kesedihan sang ratu bercampur murka alam membuat kerajaan diguncang hebat, hingga istana terbelah dan air meluap menenggelamkan seluruh wilayah, membentuk sebuah danau yang kemudian dikenal sebagai Telaga Warna.
Keunikan Telaga Warna terletak pada airnya yang memancarkan beragam warna indah, yang dipercaya berasal dari permata dan perhiasan sang putri yang tenggelam di dasar danau.
4. Lutung Kasarung
Diorama Kisah Raden Kamandaka atau Lutung Kasarung di Gua Jatijajar Foto: Desa Jatijajar Kebumen |
Seorang pangeran tampan yang dikutuk menjadi seekor lutung dan diasingkan ke hutan karena ulah pihak yang iri kepadanya. Di sisi lain, ada Putri Purbasari, seorang putri berhati baik yang harus menerima nasib pahit diasingkan dari istana akibat kecantikannya yang memicu kecemburuan saudara-saudaranya.
Takdir mempertemukan Lutung Kasarung dan Purbasari di tengah hutan. Seiring waktu, keduanya saling menaruh rasa hingga akhirnya menikah. Berkat kesetiaan dan pertolongan Lutung Kasarung, Purbasari berhasil membersihkan namanya dan kembali ke kerajaan hingga diangkat menjadi ratu yang bijaksana. Cerita Lutung Kasarung bukan hanya dongeng romantis, tetapi juga legenda populer yang mengajarkan bahwa ketulusan dan kebaikan hati pada akhirnya akan mengalahkan iri dengki dan kejahatan.
5. Nyi Rengganis dan Taman Banjarsari
Putri Rengganis yang hidup di pertapaan Tanah Parahyangan bersama ayahnya. Suatu hari, ia memetik bunga di Taman Banjarsari, taman pribadi milik Raden Iman Suwangsa. Sang Raden marah dan memantrai taman itu agar tak seorang pun bisa mengambil bunganya. Ia kemudian memerintahkan patihnya untuk menangkap pencuri bunga tersebut.
Putri Rengganis akhirnya tertangkap karena pengkhianatan sahabatnya, si Belang. Saat menangis, air matanya berubah menjadi air bah yang membuat Raden Iman Suwangsa terkejut dan menyesali kemarahannya. Meski disakiti, Putri Rengganis memilih memaafkan, menunjukkan keluhuran hati seorang putri.
Alasan Dongeng Jawa Barat Tetap Bertahan
Dongeng-dongeng Jawa Barat tidak hanya bertahan karena diwariskan dari generasi ke generasi, tetapi juga karena kandungan nilai yang selalu relevan dengan kehidupan masa kini. Cerita-cerita tersebut menghadirkan pesan moral yang universal-mulai dari pentingnya kejujuran, kerendahan hati, hingga bahaya keserakahan-yang mudah dipahami oleh semua kalangan. Nilai-nilai ini membuat dongeng tetap memiliki tempat di tengah masyarakat modern, meski dunia digital semakin berkembang.
Selain itu, dongeng-dongeng ini juga menjadi bagian dari identitas budaya masyarakat Sunda yang perlu dilestarikan agar tidak hilang ditelan zaman.
Dongeng Jawa Barat bukan hanya cerita sebelum tidur, melainkan bagian dari perjalanan panjang budaya Sunda. Melalui legenda-legenda seperti Situ Bagendit, Lutung Kasarung, hingga Telaga Warna, kita bisa belajar memahami nilai kehidupan sekaligus mengenal akar sejarah dan kepercayaan masyarakat setempat. Pelestarian cerita rakyat ini bukan hanya kewajiban budaya, tetapi juga sarana memperkaya karakter generasi muda.
Artikel ini dibuat oleh peserta program Magang Hub yang digelar oleh Kemenaker.
(tey/tey)















































