Sejumlah kata dalam bahasa Sunda terkesan sulit untuk diucapkan pemula. Orang-orang yang belajar bahasa Sunda kerap kali kebingungan untuk membaca sejumlah kata itu.
Apa yang menjadi sebabnya? Di antaranya adalah karena di dalam bahasa Sunda dikenal huruf vokal 'eu', dan itu merupakan gabungan dari dua huruf vokal 'e' dan 'u'.
Selain itu, orang-orang yang tengah belajar bahasa Sunda tak jarang kebingungan untuk membedakan pengucapan huruf 'e' dan 'é'. Dirasanya, dua huruf itu tetap sama dalam cara membacanya. Faktanya, keduanya punya bunyi yang berbeda saat diucapkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut ini, ada kata-kata yang sulit diucapkan untuk pemula, yang apabila seseorang telah lancar mengucapkannya, boleh dikatakan orang tersebut fasih. Apa saja contoh kata-kata sulit untuk pemula? Simak yuk!
Cara Mengucapkan Huruf Vokal Khas Sunda
Selain a, i, u, e, o, bahasa Sunda punya huruf vokal khas Sunda yaitu é dan eu. Keduanya tak jarang susah diucapkan oleh pemula. Yaitu, orang-orang yang bukan berbahasa ibu bahasa Sunda.
Bagaimana cara mengucapkan e, é, dan eu ketika membaca tulisan berbahasa Sunda?
1. Huruf vokal e, dibaca seperti pada kata 'lemah' dalam bahasa Indonesia. Kata Sunda yang mengandung 'e' misalnya: Ledok, legok, lemah, getas, gedur, gedug, gebrus, gedebug, dan lain sebagainya.
2. Huruf vokal é, dibaca seperti pada kata 'bebek' dalam bahasa Indonesia. Kata Sunda yang mengandung 'é' misalnya: Kalér, kélor, kéla, kéhéd, béléké, kékéd, arék, éntog, édas, séréngéngé, séké sélér, dan lain sebagainya.
3. Huruf vokal eu, dibaca seperti kata 'pasteurisation' dalam ucapan Prancis yang merujuk pada proses pasteurisasi untuk membunuh bakteri pada makanan. Namun, dalam bahasa Sunda pengucapannya lebih tegas dan lebih jernih. Dalam kata Sunda, misalnya: Euy!, beulah, sabeulah, peurah, ceuyah, heuay, galeuh, geuleuh, dan lain sebagainya.
10 Kata Sunda yang Sulit Diucapkan Pemula
1.Reureuh
Kata ini merujuk pada situasi beristirahat dari sebuah pekerjaan atau perjalanan. Reureuh berarti rehat. Tetapi reureuh menunjukkan waktu yang sementara, yang sejenak.
2. Sareukseuk
Kalau melihat keadaan rumah berantakan, mata rasanya tidak nyaman. Kalau melihat jalanan penuh sampah, mata rasanya kurang enak pandangan. Kondisi inilah yang disebut sareukseuk.
3. Geuhgeuy
Menjadikan seusatu sebagai bahan bercandaan. Hal itu bisa apapun, yang jelas merujuk pada sesuatu yang menghasilkan tertawaan. Menertawakan, tetapi dengan nada yang menghina.
4. Laleuseuh
Suatu keadaan di mana pakaian dan penampilan seseorang begitu kusut, kadang robekan di pakaian dan debu-debu menempel di kulit akibat seseorang itu telah menempuh perjalanan sangat jauh dan dalam waktu yang lama.
5. Mileuleuheungkeun
Situasi ketika seseorang kasmaran, kesengrem, atau ingin menjadikan seorang perempuan sebagai istrinya. Misalnya dalam kalimat 'Ujang Duléh anu mileuleuheungkeun ka Nyi Karti téh' (Ujang Duleh yang mau ke Nyi Karti téh).
6. Ngabaheuhay
Kondisi seseorang yang sedang tiduran sambil terlentang. Pekerjaan ini biasanya melekat kepada sosok berna,a Kabayan dalam cerita rakyat Sunda. Si Kabayan sering tidur terlentang di atas palupuh di depan rumahnya sambil menikmati semilir sejuk angin.
7. Béléké
Yaitu keadaan yang sangat sukar, susah diterjang. Misalnya dalam frasa 'hésé béléké'. Atau kata ini juga bisa digunakan untuk menyerupakan seseuatu dengan seusatu yang lain yang 'sukar' dibedakan. Misalnya dalam frasa, bapa béléké nurun ka anak (sama paras dan sifatnya antara bapak dan anak).
8. Eureuleu
Bagaimana suara orang ketika sendawa? Kata 'eureuleu' merupakan onomatope dalam bahasa Sunda yang merupakan tiruan bunyi sendawa.
9. Dibéjérbéaskeun
Sesorang bertanya karena bingung tentang suatu hal, maka orang yang ditanya menjelaskan sedetail mungkin sehingga persoalan menjadi jelas keterangannya. Persoalan yang sudah dijelaskan dengan detail itu dalam bahasa Sunda disebut 'dibéjérbéaskeun'. Bisa juga dirubah jadi aktif, 'ngabéjérbéaskeun'.
10. Sapanyaeupahaneun
Kata ini menunjukkan waktu yang sebentar untuk beristirahat. Nyeupah berarti mengunyah sirih atau menginang. Waktu untuk mengunyah sirih tidak akan lama, karena begitu sirih dan campurannya lembut di mulut, langsung dimuntahkan lagi.
Undak Usuk dalam Bahasa Sunda
Selain menggunakan huruf-huruf vokal yang khas, bahasa Sunda juga menganut sistem 'undak-usuk' atau tingkatan tutur dalam penggunaannya, sehingga mengenal kata halus dan kasar. Kata-kata kasar ketika diucapkan akan memberi kesan songong.
Meski sistem undak-usuk berasal dari zaman feodal di Sunda, tingkatan tutur itu masih dipakai hingga saat ini. Bagaimana penjelasan mengenai bahasa Sunda halus dan kasar?
Cendekiawan Sunda, Daeng Kanduruan Ardiwinata atau dikenal sebagai D.K. Ardiwinata menulis buku berjudul 'Elmoening Basa Sunda' dalam bahasa Belanda yang kemudian diterjemahkan ke dalam Indonesia oleh Ayatrohaedi, menjadi 'Tata Bahasa Sunda', diterbitkan Balai Pustaka (1984). Di dalam buku itu, dijelaskan tingkatan tutur halus hingga bahasa kasar
Bahasa lemes (halus) dipakai oleh sesama bangsawan, atau oleh orang kebanyakan kepada bangsawan.
"Bahasa itu pada mulanya tidak terlalu banyak, bahkan di jaman yang telah lama silam tidak ada sama sekali. Akhir-akhir ini sajalah kosakata lemes bertambah, akibat munculnya kata-kata lemes ciptaan baru," tulis Ardiwinata.
Basa songong (bahasa kasar) adalah yang digunakan oleh orang kebanyakan kepada sesama mereka, atau oleh bangsawan kepada orang kebanyakan.
(tya/tey)