Ada situasi yang berbeda di Tanah Pasundan saat ini dengan di masa lalu, di mana dahulu yang menjadi senjata untuk raja adalah golok, dan kujang adalah perkakas untuk petani.
Sekarang ini, golok lebih umum dipakai oleh petani, sementara kujang secara simbolis menjadi senjata para pengagung di Jawa Barat.
Padahal, menurut naskah kuno Siksa Kanda ing Karesian, golok adalah senjata raja, dan kujang digunakan petani. Berikut di bawah ini kutipannya, sebagaimana diterjemahkan oleh Depdikbud RI (1993):
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ikhwal segala jenis tempaan; tiga jenis senjata yang berlainan. Senjatanya sang prabu adalah pedang, abet, pamuk, golok, peso, tondot, keris, raksaksa dijadikan dewanya, itulah senjata guna membunuh (musuh). Senjatanya petani adalah : kujang, baliung, patik, kored, sadap, Detya dijadikan dewanya; itulah untuk mengambil apa yang bisa dimakan dan diminum."
Dari kutipan di atas, dapat dibedakan golok dan kujang menurut fungsinya. Golok adalah 'pakarang' (senjata), sementara kujang adalah 'pakakas' (perkakas).
Pengucapan golok di Jawa Barat juga bukan satu, pengucapan yang lebih umum adalah 'Bedog'. Kata bedog mengandung siloka (makna) 'dibebed sangkan ngajedog' (diikat supaya diam).
Golok atau bedog di Jawa Barat punya ragamnya, setiap daerah punya ciri khas tersendiri dan menjadi keragaman produk budaya yang sangat indah. Di Sukabumi ada golok dengan teknik tempa 'baja selap', di Ciwidey tersohor dengan ukiran yang indah, di Subang ada 'Golok Barlen', di Tasikmalaya ada Golok Galonggong dengan baja pamor yang disebut 'balik mipih'.
Di Banten yang merupakan bagian dari Jawa Barat dahulu, terkenal golok Kopak Dawing dengan bilah khas yang disebut 'Sulangkar', sebagaimana bilah seperti ini umum dipakai pada golok-golok masyarakat Baduy.
Yuk kita kenali masing-masing golok dengan ciri khasnya!
Apa itu Golok?
Mamat Sasmita barangkali kiblat para pengkaji golok dalam kebudayaan Sunda. Tulisannya yang dimuat dalam 'Kujang, Bedog, dan Topeng', Seri Sundalana 7, terbitan Yayasan Pusat Studi Sunda (2008) menjelaskan dengan detail mulai dari penamaan, bentuk bilah, hingga ragam hiasnya, yang menurutnya, semua itu mengandung makna.
Ini senada dengan apa yang dituliskan Akbar Hamid dalam studi berjudul 'Bedog sebagai Senjata Tradisional Jawa Barat' di Unikom. Dia mengutip bahwa senjata tradisional itu "selain berdasarkan kegunaannya, dalam penciptaannya selalu berdasar kepada filosofi dalam suatu budaya, dapat berupa makna dari seluk-beluk bentuknya".
Apa itu golok? Menurut kamus Sundadigi, golok adalah bedog. Namun, kata golok merupakan bahasa Sunda dari dialek MenΓ©s, Banten. Golok adalah sebilah besi yang ditempa sehingga pipih dan tajam di salah satu sisinya. Bahan golok yang telah ditempa kemudian dirapikan sisinya agar halus dengan menggunakan kikir.
Bilah yang telah rapi dibakar kembali di atas bara, setelah warna bilah baja semerah bara, bawa itu didinginkan dengan mendadak dengan cara dicelupkan ke dalam air, namun yang dicelupkan hanya bagian yang tajam, ini agar kekerasannya meningkat sehingga ketajamannya awet tatkala diasah dan digunakan.
Golok atau bedog rata-rata berukuran panjang bilah 30 centimeter. Ada yang mengategorikan jika lebih dari 30 cm, maka itu bukan lagi golok, melainkan sudah termasuk pakarang bernama gobang.
Di Sunda, golok diucapkan bedog. Kamus Sundadigi hanya memberi arti kata bedog sebagai: bangsa pΓ©so gedΓ©, paranti kudak-kadΓ©k (semacam pisau besar untuk menetak).
Golok dari Seluruh Jawa Barat
1. Golok Kopak Dawing Motif Sulangkar dari Banten
![]() |
Meski secara administratif Banten adalah provinsi tersendiri, namun sebelum tahun 2000, Banten masuk ke Jawa Barat, sehingga penting membicarakan golok yang telah menjadi identitas masyarakat Sunda dengan membahas golok dari Banten juga.
Cornelis de Houtman, seorang berkebangsaan Belanda yang pertama kali datang ke Nusantara, yakni di Banten pada 27 Juni 1596 menggambar situasi banten ketika itu di mana seorang kapten menyelipkan golok di pinggangnya. Ini menunjukkan bahwa saat itu, bahkan jauh sebelumnya, golok telah dikenal di Banten.
Demikian diungkap dalam studi berjudul 'Golok Seuat sebagai Identitas Budaya Banten' oleh Amalia Dwi Sahara dan Moh. Ali Fadillah, dimuat jurnal JAWI Volume 06 Nomor 02 Tahun 2023.
Di Banten, golok banyak diproduksi di Desa Seuat, karena itu terkenal Golok Seuat. Banyak perkakas maupung senjata tajam dibuat di sini, tetapi yang menjadi ciri khas adalah Golok Kopak Dawing. Golok ini di Jawa Barat dan Betawi disebut Kopak Rawing.
Menurut Amalia Dwi Sahara dan Moh. Ali Fadillah, "dari segi bahasa, kata Kopak berasal dari Bahasa Sunda, hal ini didapat karena bagian peped dibuat seperti robekan atau dalam bahasa sunda disebut somplak atau kopak. Sedangkan kata 'Dawing' berasal dari tiga cekungan yang berada di pangkal peped yang dalam Bahasa Sunda disebut dengan rawing". Ciri khas Kopak Dawing adalah ujung bilahnya seperti tanda baca / (garis miring).
Bilah Kopak Dawing yang paling istimewa dibuat dengan menggabungkan beragam logam. Misalnya, besi plat hitam, kikir, baud, rantai, dan nikel. Bilah ini ditempa dan dilipat berulang-ulang sehingga ketika selesai membentuk motif yang indah menyerupai daun leea Sambucina wild atau Sulangkar.
Soal tajamnya, jangan disoal! Tempaan yang berulang-ulang seperti ini, mirip dengan pembuatan pisau dengan baja 'Damaskus', pisau yang terkenal paling tajam di dunia. Golok berbilah Sulangkar juga tak kalah tajam.
Golok ini digunakan pula oleh 'Urang Kanekes' atau masyarakat Baduy. Tentu dengan energi mistik khas baduy dalam pembuatannya.
2. Golok Baja Selap Khas Cibatu Sukabumi
![]() |
Ada keterangan di dalam jurnal yang mengatakan teknik baja selap adalah bahasa lain dari Sulangkar di Banten atau Balik Mipih di Tasikmalaya. Namun, tampaknya itu kurang pas, sebab yang dimaksud 'baja selap' adalah bilah baja yang 'diselap' (disisipkan) pada besi. Baja yang disisipkan itu adalah yang akan menjadi bagian tajam golok.
Desa Cibatu di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi adalah desa pengrajin golok sejak lama. Di desa ini tersohor para pengrajin dengan kemampuan sangat tinggi, mereka dapat memproduksi senjata tajam tradisional hingga pisau-pisau modern, dengan pilihan baja yang kini telah beragam.
Di antara yang khas di Cibatu adalah golok dengan bilah 'baja selap' ini. Akun YouTube YOP MG (MG Production) dalam video berjudul "Ini dia proses pembuatan golok baja selap Cibatu sukabumi bag#1" memperlihatkan secara lengkap bagaimana golok baja selap diproduksi.
Yaitu, ada dua lembar logam, besi dan baja. Besi dilipat menjadi dua, di tengahnya disisipkan baja yang sama-sama dibakar dan ditempa. Ketika jadi, golok ini punya ketajaman tinggi dan kekokohan yang hebat. Baja membuatnya tajam, besi membuatnya tidak mudah patah.
Dalam sisi bentuk bilah, golok 'baja selap' dibuat dalam bentuk yang beragam, ada salam nunggal, bilah sintung, maupun paut nyere. Yang menambah kegagahan golok Cibatu juga penggunaan material gagang dan serangka yang berupa tanduk kerbau atau sapi.
3. Golok Hias Ciwidey
Ciwidey adalah sebuah daerah di bagian selatan Kabupaten Bandung. Di daerah ini, golok telah diproduksi sejak ahun 1948. Demikian dikutip oleh Arief Rachman Muharam, dalam studi di Unikom berjudul 'Perancangan Informasi Golok Hias Ciwidey Melalui Media Buku'.
"Sejak saat itu hingga sekarang daerah daerah Desa Mekarmaju, Pasirjambu dikenal sebagai kampung pandai besi karena sebagian besar warganya berprofesi sebagai pembuat, pengrajin dan penjual golok hias," tulisnya.
Di Ciwidey, tentu golok diproduksi dengan tujuan fungsinya untuk mempermudah pekerjaan manusia dalam mengolah lahan-lahan pertanian, untuk menjaga diri tatkala masuk ke hutan, dan untuk fungsi lainnya yang berguna bagi kehidupan manusia.
Akan tetapi, selain fungsi, di Ciwidey juga diproduksi golok untuk tujuan seni, yang meski secara fungsi, tetap sama dengan golok-golok pada umumnya. Seni ini terdapat pada gagang dan serangkanya yang berukir.
Dalam naskah Sunda kuno Siksa Kanda ing Karesian disebutkan sebuah profesi bernama 'Maranggi' yang adalah ahli ukir-ukiran pada golok. Barangkali, di Ciwidey ini, profesi pengukir tumbuh subur.
"Golok hias Ciwidey berbeda dengan golok biasa namun memiliki fungsi yang sama yaitu sebagai alat untuk bekerja. Golok hias merupakan golok yang diberi seni ukir pada bagian sarung dan sarangka (sarung) sehingga terlihat lebih menarik, golok hias juga memiliki makna di setiap jenis ukirannya. Golok hias memiliki fungsi tambahan yaitu dapat dipajang sebagai hiasan," tulis Arief Rachman.
4. Golok Barlen Subang
![]() |
Jika Golok Barlen tersapu sinar matahari, maka cahaya memantul darinya, sebab bagian luar golok ini merupakan lilitan logam putih yang mengilat, hiasan yang menambah indah golok ini.
Golok Barlen punya bilah yang cembung bagian tajamnya atau disebut 'beuteung siraru', gagangnya terbuat dari tanduk kerbau dengan hiasan yang mencolok. Golok Barlen banyak diproduksi di Desa Cibeureum, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang.
Karena Tanjungsiang berbatasan dengan Sumedang, banyak golok ini dipasarkan di Sumedang. Para petani, juragan peternakan domba, dan kolektor banyak yang menyukai golok barlen ini. Selain fungsional, golok ini juga memberi kesan gaya.
Apa itu Barlen? Belum diketahui apakah Barlen merupakan nama tokoh yang berkaitan dengan pembuatan golok ini pada mulanya, namun menurut Mamat Sasmita dalam 'Kujang, Bedog, dan Topeng', barlen adalah hiasan titik-titik terbuat dari logam putih.
5. Golok Balik Mipih Galonggong Tasikmalaya
![]() |
Jika melihat golok dengan gagang tanduk bentuknya seperti kepala bangau mendongak, boleh jadi itu golok khas Galonggong, Kabupaten Tasikmalaya. Jika ingin lebih yakin, lihatlah bentuk bilahnya: Kecil di dekat gagang, membesar ke ujung dan tidak ada runcing di ujung itu. Jika benar, itulah golok Galonggong.
Tetapi nyatanya, gagang golok Galonggong tidak terpaku pada motif bangau, melainkan juga ada sisingaan bahwa motif wayang. Semuanya dibuat dengan apik dan indah.
Galonggong sendiri merupakan nama Kampung Galonggong, tepatnya berada di Desa Cilangkap, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Menurut Rin Rin Agustin, dkk. dalam Magelaran: Jurnal Pendidikan Seni, Vol 2. No. 2, Desember 2019, tradisi pembuatan golok di Galonggong telah berlangsung lebih dari 200 tahun.
Golok Galonggong menjadi pelengkap ragam golok di Jawa Barat, tampilannya indah, dan bentuknya beragam mulai dari yang pendek sejenis 'panguseupan' hingga yang panjang sejenis 'pamoroan'.
Dalam tradisi golok Galonggong, ada kasta tertinggi bilah Galonggong, yaitu yang ditempa dengan cara ditempa dan dilipat secara berulang hingga menghasilkan bilah dengan motif yang indah dan warnanya lebih gelap. Bilah seperti ini seperti Sulangkar di Banten, atau seperti baja Damaskus. Namun, di Galonggong punya istilah tersendiri, namanya Balik Mipih.
Demikian beberapa jenis golok yang berasal dari sejumlah daerah di Jawa Barat, golok-golok itu menjadi golok khas Jawa Barat. Namun, masih banyak golok khas Jawa Barat lainnya yang belum tercantumkan, adakah detikers mau menambahkan?
(yum/yum)