Setelah sebelumnya melaksanakan beberapa rangkaian tradisi di bulan Maulid. Pada hari Senin malam (16/9/2024), Keraton Kanoman Cirebon melaksanakan puncak tradisi maulid, yakni Panjang Jimat. Tradisi ini dimulai dari mempersiapkan beberapa pusaka keraton Kanoman yang berusia ratusan tahun, dan beberapa wadah yang ditutupi oleh kain berwarna hijau, kuning dan merah.
"Benda benda itu dinamakan dengan pecara atau benda yang diarak, memiliki memiliki berbagai macam jenis, seperti tongkat, jantungan sampai patung kucing, dan itu usianya ratusan tahun, sebelum diarak dicuci terlebih dahulu di kedaton," tutur pegiat sejarah Cirebon, Farihin, Senin (16/9/2024).
Benda tersebut ditaruh dalam sebuah meja yang ada di Langgar Alit, Keraton Kanoman, dengan dijaga oleh para abdi dalem keraton. Lalu, sekitar pukul 21:00 WIB, setelah lonceng Raffles dibunyikan, oleh para abdi dalem yang memakai pakaian warna kuning, benda-benda tersebut dibawa menuju Jinem secara berurutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesampainya di Jinem, iring-iringan berlanjut menuju Masjid Agung Keraton Kanoman. Sebelum iring-iringan dimulai, ada pemaparan singkat tentang prosesi panjang jimat, serta dilaksanakan juga prosesi sungkem kepada Sultan Keraton Kanoman.
"Sebelum dimulai itu ada pemaparan singkat tentang panjang jimat, lalu Sutan datang, setelah itu Pangeran Patih Keraton Kanoman datang untuk sungkem, setelah itu Pangeran Patih ganti baju pakai jubah rasul yang warna kuning, lalu datang lagi untuk meminta izin memulai pawai alegoris menuju Masjid Agung Kanoman," tutur Farihin.
Iring-iringan dipimpin oleh Pangeran Patih Muhammad Qadiran, yang memakai jubah khusus berwarna kuning emas. Menurut Farihin, jubah yang diberi nama jubah rasul tersebut, merupakan jubah istimewa yang hanya bisa dipakai oleh orang tertentu saja.
"Jubah kuning yang memiliki warna emas itu, merupakan jubah yang menjadi simbol keprabon yang menandakan bahwa dia seorang prabu, nggak sembarang orang bisa memakai, hanya patih dan sultan saja yang boleh memakainya," tutur Farihin.
Selama iring-iringan berlangsung, ribuan orang memadati Keraton Kanoman untuk melihat prosesi panjang jimat, sambil membaca selawat. Sesampainya di Masjid Agung Keraton Kanoman, pembacaan maulid nabi atau srakalan dimulai, setelah selesai pembacaan, dilanjut dengan pembagian nasi jimat.
Menurut Farihin prosesi panjang jimat sudah berlangsung selama ratusan tahun, dan menjadi simbol dari upaya syiar Islam pada masa itu. "Panjang jimat sudah dilaksanakan sejak 1470 dari mulai Pangeran Cakrabuana, itukan sebagai syiar, orangkan ketika melihat timbul rasa penasaran dan ketika penasaran timbul rasa ingin tahu," pungkas Farihin.
Sedangkan untuk nama panjang jimat sendiri berasal dari nama piring yang digunakan dalam prosesi panjang jimat. "Panjang itu itu nama piring, yang disebut piring panjang, sedangkan jimat itu nasi yang sejak masih gabah dikupas satu-satu dengan membaca salawat, jadi yang dimaksud jimat bukan bendanya tapi nasi yang digunakannya, "pungkas Farihin.
(tey/tey)