Pendidikan seks merupakan hal yang penting, terutama untuk calon pengantin. Di Sunda, ada tradisi Ngeuyeuk Seureuh yang merupakan sarana tradisional pendidikan seks itu.
Dalam tradisi Ngeuyeuk Seureuh, memang tidak dijelaskan secara gamblang bagaimana keharusan pengantin laki-laki dan mempelai wanita harus berbuat apa saja. Melainkan semua saran-saran dari tetua yang telah berpengalaman dalam mengarungi bahtera pernikahan, disampaikan melalui simbol-simbol.
Simbol-simbol itu dapat berwujud daun sirih (Seureuh), alu, lumpang, dan lain sebagainya yang tersedia di dalam tradisi Ngeuyeuk Seureuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam praktiknya, tradisi Ngeuyeuk Seureuh memang tidak gampang dan cenderung mahal, karena keluarga mempelai harus mempersiapkan beragam benda-benda yang digunakan dalam tradisi tersebut.
Makna Kata Ngeuyeuk Seureuh
Deri Eka Firmansyah dalam studi berjudul "Makna-makna Seksualitas dalam Upacara Ngeuyeuk Seureuh", yang diterbitkan Siginjai: Jurnal Sejarah, Vol. 2 No. 1, Juni 2022, menjelaskan bahwa Seureuh atau daun sirih punya bunyi yang sama (homofon) dengan kata deudeuh.
Deudeuh berarti kasih sayang. Maka seureuh, adalah simbol dari kasih sayang. Seureuh juga homofon dengan reureuh, yang bermakna rileks, santai, istirahat, rehat, dan rehat sejenak.
Seureuh punya peranan penting dalam setiap upacara di Sunda. Dalam pencak silat misalnya, ada tradisi meneteskan air seureuh ke mata. Caranya, daun seureuh dicelupkan ke dalam air bersih, lalu ketika daun diangkat, tetesan air yang jatuh dari daun itu menjadi tetes mata. Ini dipercaya akan membuat mata "rancingeus" atau awas melihat gerakan silat lawan, secepat apapun dia bergerak.
Lalu kata Ngeuyeuk. Ngeuyeuk berasal dari kata heuyeuk, kemudian ngaheuyeuk, dan jadilah ngeuyeuk. Ngeuyeuk berarti memegang. Kamus Sundadigi menyebutkan Ngeuyeuk Seureuh berarti menyediakan daun sirih, bisa juga bermakna menyusun daun sirih.
Proses Upacara Ngeuyeuk Seureuh
Pemimpin Upacara
Ngeuyeuk Seureuh dipimpin oleh Nini Pangeuyeuk, yakni seorang perempuan tua yang punya pengalaman, punya keturunan, serta punya cerminan keluarga bahagia.
Deri Eka Firmansyah menyebutkan "Perempuan dirasa pantas untuk memimpin tradisi ngeuyeuk seureuh karena perempuan dianggap mampu menyampaikan konsep rumah tangga secara ideal. Dalam kehidupan orang Sunda yang mengatur kehidupan berumah tangga adalah perempuan dengan prédikat papatih gowah yang mengatur seluruh sirkulasi keuangan dan mengatur gowah sebagai tempat menyimpan sumber pangan. Itu mengapa perempuan paruh baya dengan kemampuan mengurus rumah tangga dengan baik dapat dipilih menjadi pemimpin dalam prosesi tersebut," tulis Deri.
Namun, dalam tradisi ini ada juga orang yang tidak boleh hadir untuk menyaksikan ngeuyeuk seureuh. Mereka adalah perempuan lajang, perempuan yang sering menikah dan bercerai, perempuan yang tidak pernah menstruasi atau awéwé balangatrang.
"Hal tersebut dikarenakan nini pangheuyeuk akan menjelaskan persoalan persoalan yang berkaitan dengan kehidupan seksual," tulis Deri.
Peralatan yang Disiapkan
Dalam jurnal tersebut, Deri memerinci apa saja peralatan yang harus disiapkan dalam proses Ngeuyeuk Seureuh. Yang dilihat dari segi jumlah dan tingkat kesukaran mendapatkannya di masa kini, bukan tak mungkin ini menjadi alasan Ngeuyeuk Seureuh kurang dilirik.
Peralatan yang dipersiapkan dalam ngeuyeuk seureuh sebagai berikut:
1. Samak pandan saheulay, atau selembar tikar pandan berukuran 2 x 1 Meter2;
2. Seureuh ranggeuyan, atau daun sirih yang masih ada tangkainya;
3. Jambé ranggeuyan, buah pinang yang masih bertangkai;
4. Samara lemareun kumplit, bumbu untuk makan sirih meliputi apu, kapol, cengkéh, lémo, jambé, saga, dll;
5. Lawon bodas, atau kain putih berukuran 2 x 1 Meter;
6. Mayang jambé, atau bunga pinang yang belum mekar;
7. Kasang jinem atau kain poléng tenunan sendiri umumnya berwarna merah dan menjadi pusaka keluarga;
8. Bedog (golok), péso (pisau), gunting dan talenan;
9. Paré gédéngan, atau seikat padi;
10. Waluh gedé atau labu kuning berukuran besar;
11. Pakéan pangantén sapangadeg, atau baju pengantin sepasang;
12. Sinjang batik (kain samping) berjumlah ganjil boleh 1,3,5 hingga 7 helai;
13. Duit récéh (uang receh);
14. Palita, pelita yang dibuat dari piring tanah liat bersumbu tujuh yang terbuat dari kapas dan bahan bakarnya minyak keletik;
15. Halu jeung lulumpang, alu dan lumpang;
16. Kendi;
17. Hihid atau kipas yang terbuat dari anyaman bambu;
18. Daun hanjuang;
19. Tujuh pipiti semacan kotak dari berisi sirih pinang lengkap atau lemareun, sisir, eunteung atau cermin, salempay atau sapu tangan, pupur atau bedak, sabun mandi, dan hahampangan atau makanan ringan seperti opak, ranginang, rangining,dll;
20. Harupat atau lidi enau berjumlah 7 buah;
21. Kantéh atau benang semacam benang kasur;
22. Tunjangan/baréra atau semacam papan berukuran 15x20cm dengan lebar 1cm berupa bagian dari alat tenun;
23. Elékan bambu tamiang berukuran 15 - 20cm dahulu digunakan sebagai tempat menggulung benang;
24. Cai kembang, air dalam bokor berisi bunga rampé atau bunga 7 macam;
25. Suluh atau seikat kayu bakar berjumlah 7;
Selain peralatan yang dipaparkan di atas perlu dilengkapi juga parawanten atau sesajén yang disiapkan untuk upacara ngeuyeuk seureuh. Sesajén tersebut yakni:
1. Peralatan dapur yang terdiri dari nyiru atau tampah, boboko atau bakul, cukil atau céntong, aseupan atau kukusan, kacip atau pisau kecil untuk membelah pinang, hihid atau kipas dari anyaman bambu, coét jeung mutu atau ulekan.
2. Beas sakulak, atau beras semangkuk, lemareun atau sirih dan bumbunya termasuk kapol, apu, jambé, cengkéh, dan lémo.
3. Rurujakeun yang terdiri dari roti, gula, gula kawung, kelapa, asem, pisang emas,
pisang klutuk, dan peuyeum ketan atau tape ketan.
4. Hahampangan atau makanan ringan yang terdiri dari opak, ranginang, kolontong, borondong, simping, semprong, dan widara.
5. Jajanan pasar terdiri dari bugis, papais, nagasari, apem, lapis ketan, jadah, gegetuk.
6. Bubur beureum jeung bubur bodas dan puncak manik tumpeng berwarna putih yang dipuncaknya diletakkan telur ayam rebus.
7. Bumbu dapur atau sambara seperti laja, jahé, konéng, pedes, uyah ganduan, gula batu dan daun salam.
8. Bungbuahan atau buah-buahan yang terdiri dari konyal, sawo, dalima, salak, pisitan,ceremé, manggu.
9. Beubeutian atau umbi-umbian yang terdiri dari taleus, sampeu, boléd, kumeli, ganyol, suuk,wortol.
10. Pisang emas dan pisang raja masing-masing satu sisir.
11. Daun cau sakompet, atau daun pisang seikat
12. Sesepeun atau rokok yang terdiri dari roko kawung rokok yang dibungkus daun enau, surutu atau cerutu jeung sigaret atau rokok putih.
13.Kalapa ngora (kelapa muda )jeung kalapa kolot (kelapa tua) masing-masing satu buah.
14.Kembang Rampé atau bunga tujuh macam
15.Benang putih dan hitam serta jarum jahit
16.Bedak, sisir, cermin, minyak kenanga dan melati.
17. Menyan putih.
18. Gula dan kopi.
Inti Upacara
Ngeuyeuk seureuh akan dimulai kidung do'a yang disampaikan oleh pangeuyeuk. Terkadang, ada pangeuyeuk yang menaburkan sejumput beras kuning ke arah pengantin sebagai simbol kesejahteraan. Dalam prosesinya, daun seureuh sendiri diposisikan sebagai lungkun. Yakni, daun digulung memanjang dan diikat dengan benang. Nantinya dun ini bisa dinikmati sebagai camilan.
Seperti ini Deskripsi Deri:
Nini pangeuyeuk selanjutnya akan membagikan tujuh helai kantéh dengan panjang dua jengkal, kemudian kedua mempelai memohon izin kepada kedua orang tua untuk dapat dinikahkan ésok hari. Kantéh yang dipegang lalu dipentangkan dan digunting oleh masing-masing orang tua dan dilanjutkan oleh calon mempelai.
Nini pangheuyeuk lalu memukul perlahan kedua mempelai dengan menggunakan sapu lidi lalu memberikan nasihat pernikahan agar selalu sareundeuk, saigel, sabobot sapihanéan atau selalu seiring sejalan dalam menjalani kehidupan rumah tangga kelak.
Nini pangeuyeuk selanjutnya akan menyuruh kedua mempelai untuk menggulung kain putih yang menyelubungi perangkat ngeuyeuk seureuh, hal tersebut bermakna bahwa kedua mempelai akan membuka lembaran baru yang masih putih bersih, dan berlomba-lomba dalam kebaikan. Kain yang baru saja digulung akan diberikan kepada pangeuyeuk. Setelah kain putih terbuka terdapat sepasang pengantin yang diletakan di atas kasang jinem. Kasang jinem tersebut digulung bersama-sama dan diberikan kepada nini pangeuyeuk. Setelah kedua mempelai kembali duduk ke posisi semula di hadapan pangeuyeuk, kemudian pengantin laki-laki disilakan untuk mengambil mayang jambé.
Pengantin laki-laki akan membelah mayang jambé dengan perlahan menggunakan pisau lalu isinya dikeluarkan dengan perlahan. Kedua mempelai kemudian akan membelah jambé atau pinang yang masih ada tangkainya, dipotong memanjang. Pinang yang dibelah akan mengeluarkan getah hal tersebut dimaknai sebagai gumeuleuh atau sesuatu yang menjijikan.
Tahapan selanjutnya adalah alu dan lumpang, kedua mempelai akan berhadapan pengantin perempuan akan memegang lumpang sedangkan pengantin laki-laki akan memegang alunya. Keduanya akan seolah menumbuk sesuatu di dalamnya. Bagi pengantin muslim pengantin laki-laki akan membaca taudz, bismilah, istigfar, syahadat dan salawat sebelum menumbuk alunya. Pengantin laki-laki menumbuk sebanyak tiga kali sedangkan pengantin perempuan menggoyangkannya.
Terakhir ada prosesi yang bermakna lebih luas, yaitu keutuhan rumah tangga, seperti saling melindungi, termasuk tidak melihat ke belakang dan meninggalkan hal-hal tidak berguna.
Makna Ngeuyeuk Seureuh Sebagai Pendidikan Seks
Pendidikan seks untuk calon pengantin dalam tradisi Ngeuyeuk Seureuh dapat dibaca dalam adegan-adegan yang menggambarkan hal tersebut. Menurut pembacaan Deri Eka Firmansyah, ada beberapa adegan yang secara pasti bermakna denotatif seksual:
1. Membelah mayang jambe atau bunga pinang. Prosesi ini dilakukan oleh calon pengantin laki-laki dengan cara membelah bagian dalam atau disebut juga bagian perut dari bunga pinang tersebut dengan perlahan, lalu selanjutnya mengambil bagian isi dari bunga pinang namun jangan sampai rusak. Bunga pinang disebutkan sebagai simbol perempuan.
2. Mempelai perempuan membelah buah pinang muda. Buah pinang tersebut dipilih yang masih hijau dan memiliki getah yang banyak. Buah pinang sendiri dalam prosesi ini menyimbolkan laki-laki.
3. Kedua calon menggulung dua lembar daun sirih yang masih ada tangkainya dilengkapi dengan bumbu yang lengkap seperti kapur, kapulaga, cengkeh dan saga. Dua daun sirih yang digulung harus tertungkup bagian perutnya dan kemudian diikat oleh benang benda ini disebut lungkun. Kemudian seluruh tamu yang hadir termasuk kedua orang tua juga akan membuat lungkun dan dijadikan sebagai camilan bagi seluruh tamu yang hadir.
4. Alu dan lumpang pun menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam makna pada tradisi ngeuyeuk seureuh. Dua benda ini tidak dapat dipisahkan karena akan berubah fungsinya apabila tidak lengkap.
(tey/tey)