5 Fakta Menarik Kabupaten Sumedang, Penerus Kerajaan Sunda

5 Fakta Menarik Kabupaten Sumedang, Penerus Kerajaan Sunda

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Senin, 22 Apr 2024 10:30 WIB
Titik 0 KM SuTugu Nol Kilometer Sumedang berada diantara Alun-alun Sumedang dengan pusat ekonomi Pasar Sumedang di sebelah utara jembatan Sungai Cipeles.
Tugu Nol Kilometer Sumedang (Foto: Nur Azis/detikJabar)
Sumedang -

Kabupaten Sumedang berada di area Priangan Tengah di Jawa Barat. Wilayah ini masuk pula pada aglomerasi Bandung Raya. Sebagai contoh, aturan-aturan yang diterapkan di wilayah ini ketika COVID-19 melanda, sama halnya dengan aturan yang diterapkan di ibu kota Jawa Barat, Kota Bandung.

Jarak dari Kota Bandung ke Sumedang sekitar 46 kilometer. Di utara, Kabupaten Sumedang berbatasan dengan Kabupaten Indramayu. Di timur, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Di selatan, berbatasan dengan Kabupaten Garut. Dan, di barat, berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung.

Kabupaten Sumedang telah berdiri sejak ratusan tahun lalu. Pada Rabu, 17 April 2024, daerah ini merayakan Hari Jadi Sumedang (HJS) ke-446.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cukup tua ya? Selain tua, apa saja fakta menarik Kabupaten Sumedang? Simak yuk!

1. Kerajaan Sumedang Larang

Lingkungan Karaton Sumedang Larang atau Komplek Museum Prabu Geusan Ulun tampak sudah bersiap menyambut kedatangan para Raja dan Permaisuri se-Nusantara.Lingkungan Karaton Sumedang Larang atau Komplek Museum Prabu Geusan Ulun tampak sudah bersiap menyambut kedatangan para Raja dan Permaisuri se-Nusantara. Foto: Nur Azis

Di bawah Kerajaan Sunda, ada banyak kerajaan-kerajaan daerah. Satu di antaranya adalah Kerajaan Sumedang Larang, sebuah kerajaan dengan wilayah yang luas dan penduduk yang banyak.

ADVERTISEMENT

Euis Thresnawaty S, dalam Jurnal Patanjala Vol.3, 2011 menyebutkan, kerajaan ini kurang lebih berdiri pada akhir abad ke-16 masehi. Kerajaan Sumedang Larang ini juga merupakan perubahan dari yang sebelumnya bernama Kerajaan Tembong Agung.

Dalam perjalanannya, Kerajaan Sumedang Larang mengalami belasan kali pindah pusat Ibu Kota. Dari semula Tembong Agung berlokasi di Kecamatan Darmaraja saat ini, hingga berpindah ke Kutamaya, di sekitar utara Alun-alun Sumedang sekarang.

Ketika Kerajaan Sunda Pajajaran dinyatakan "burak" atau bubar karena dikalahkan Banten, maka Kerajaan Sumedang Larang yang merupakan kerajaan federasi bawahan Kerajaan Sunda, dinyatakan merdeka secara "de facto".

Sebagai kerajaan yang mandiri kemudian, pamor Kerajaan Sumedang Larang semakin tersohor yang hampir-hampir menyamai kejayaan Kerajaan Sunda Pajajaran. Sehingga tersebutlah, Kerajaan Sumedang Larang penerus Kerajaan Pajajaran.

Selain memang kerajaan ini menerima Mahkota Binokasih, mahkota para raja Kerajaan Sunda. Mahkota itu hingga kini tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun.

2. Mahkota Binokasih

Mahkota Binokasih.Mahkota Binokasih. Foto: Nur Azis/detikJabar

Jika berkunjung ke Sumedang dan datang dari arah Jalan Cadas Pangeran, maka akan ada tugu di perempatan Polres Sumedang Lama. Di atas tugu itu, ada patung mahkota. Ya itulah, Mahkota Binokasih.

Mengutip situs Virtual Tourism Pemerintah Kabupaten Sumedang, dijelaskan Mahkota Binokasih dibuat atas prakarsa Bunisora, patih Kerajaan Sunda yang kemudian menggantikan raja yang terbunuh di Perang Bubat.

Bunisora Suradipati memimpin Kerajaan Sunda (beribukota di) Galuh pada 1357-1371. Mahkota Binokasih kemudian digunakan oleh raja-raja Sunda, dalam upacara pelantikan raja baru dan menjadi benda pusaka kerajaan hingga kerajaan Sunda runtuh.

Pada waktu ibukota kerajaan Sunda di Pakuan Pajajaran diserbu oleh pasukan Banten (1579), mahkota ini berhasil diselamatkan oleh para pembesar kerajaan Sunda yang berhasil meloloskan diri, yaitu: Sayang Hawu, Térong Péot, Nangganan, dan Kondang Hapa.

Mahkota ini dibawa ke Sumedang Larang dan diserahkan kepada raja Sumedang Larang, Prabu Geusan Ulun dengan harapan dapat menggantikan dan melanjutkan keberadaan dan kejayaan kerajaan Sunda. sejak itu mahkota ini menjadi benda pusaka Sumedang Larang.

Sejak pemerintahan Bupati Pangeran Suria Kusumah Adinata atau Pangeran Sugih (1937-1946) mahkota tersebut dipakai untuk hiasan kepala pengantin keluarga trah leluhur Sumedang. Mahkota Binokasih dan siger emas menjadi daya tarik pengunjung yang datang ke Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang.

Mahkota ini, kini, tersimpan di gedung pusaka kompleks Museum Prabu Geusan Ulun dalam lemari kaca segi delapan dengan pengamanan super ekstra. Ini dilakukan, karena mahkota tersebut merupakan mahkota asli raja Pajajaran akhir sebelum runtuh. Terbuat dari emas menjadikan mahkota ini sangat spesial.

3. Cadas Pangeran

Foto Cadas Pangeran karya Wijnand KerkhoffFoto Cadas Pangeran karya Wijnand Kerkhoff Foto: Wijnand Kerkhoff

Jika berkesempatan membaca novel berjudul "Pangeran Kornel", karangan R, Memed Sastrahadiprawira, akan terbaca jelas bagaimana perjalanan hidup tokoh yang melekat dengan sejarah Cadas Pangeran itu.

Namun, jika ingin merasakan kepedihan rakyat dalam memperlebar jalan tersebut, buku "Jalan Raya Pos, Jalan Daendels" tulisan Pramoedya Ananta Toer adalah bacaan yang cocok, yang menggambarkan bagaimana rakyat berkorban nyawa pada proyek ambisius Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, Herman W Daendels itu.

Cadas Pangeran adalah jalan penghubung Bandung-Sumedang, dan merupakan sebuah tebing yang dikikis sehingga menjadi jalan.

Kini ada dua jalur. Namun, yang pertama dibuat adalah jalur kiri dari arah Bandung, yakni yang menanjak. Menurut R. Memed Sastrahadiprawira, di lokasi yang menanjak itu dahulu tak ada pedati yang bisa melintasi tanjakan itu kecuali kuda digantikan oleh sapi.

Ketika pelebaran jalan dilakukan, rakyat sengsara karena diwajibkan kerja paksa dengan alat seadanya dan ransum yang dikorupsi. Melihat kenyataan itu, Pangeran Kornel yang saat itu sebagai Bupati Sumedang, melayangkan protes. Dia terkenal dengan pose tangan kanan menggenggam keris, dan tangan kiri menyambut jabatan tangan orang Belanda yang dihadapinya. Meski, protes tinggal protes, sebab proyek terus berlanjut. Jalan Raya Pos membentang dari Anyer hingga Panarukan.

Ayat Rohaedi dalam "65-67, Catatan Acak-acakan dan Catatan Apa Adanya" mengupas tokoh Pangeran Kornel yang tertaut dengan Cadas Pangeran ini. Kurang lebih, Ayat menilai tindakan Kornel melayangkan protes atas kesengsaraan rakyat di Cadas Pangeran, hanyalah semacam "gimmick", sebab Kornel hingga akhir hayat tak lepas dari ketundukan kepada Belanda. Gelar Kolonel, yang lalu diucapkan sebagai Kornel sendiri merupakan pemberian Belanda ketika dia menggalang kekuatan bupati-bupati di Priangan untuk menjegal Pangeran Diponegoro.

4. Tempat Lahir Tokoh Terkenal

Bang Ali, demikian Ali Sadikin disapa, adalah Gubernur DKI Jakarta (1966-1977) yang paling sohor sepanjang zaman. Kebijakannya yang mendobrak tatanan nilai, melecut kemajuan pembangunan di Jakarta.

Ali Sadikin lahir pada 7 Juli 1926 di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dia berlatar belakang militer angkatan laut. Menurut Ensiklopedia Kemdikbud RI, Ali Sadikin mendapat kepercayaan dari Presiden Soekarno untuk menjabat Menteri Perhubungan Laut (1963-1964).

Dia juga dipercaya sebagai Menteri Koordinator Urusan-urusan Maritim/Menteri Perhubungan Laut (1964-1966), sebelum akhirnya menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Selain Bang Ali, ada pula Kang Ibing. Nama ini menjadi legenda hiburan di tatar Sunda. Kang Ibing yang bernama Raden Aang Kusmayatna Kusumadinata itu lahir di Sumedang pada 20 Juni 1946.

Lulusan Sastra Rusia, Universitas Padjadjaran tersebut terkenal dengan lawakan-lawakan yang otentik dan tidak basi. Seniman serba bisa ini, meninggal di Bandung pada 19 Agustus 2010.

Mula-mula, Kang Ibing memandu "Obrolan Rineh" di Radio Mara, Bandung. Pembawaannya yang rileks saat siaran, namun omongannya tajam dalam sisi kritik sosial, membuat namanya semakin melambung.

Bukan hanya orang-orang terkenal di masa lampau lahir di Sumedang, namun saat ini, penyanyi Indonesia, Sri Rossa Roslaina Handiyani atau Rossa merupakan diva kelahiran Kabupaten Sumedang, 9 Oktober 1978.

Adapula Raden Pradnya Paramitha Chandra Devy Rusady atau Paramitha Rusady, artis terkenal kelahiran 1966. Meski bukan lahir di Sumedang, tapi Paramitha merupakan trah Kerajaan Sumedang Larang.

5. Tahu Sumedang

Tahu Palasari, penjual tahu Sumedang.Tahu Sumedang Foto: Nur Azis

Kudapan yang satu ini tak bisa dilepaskan dari Sumedang. Terbuat dari sari kedelai, tahu Sumedang telah ada sejak tahun 1900-an. Semula memang kudapan ini dibawa pelancong dari Cina, namun lama-lama menjadi kudapan yang khas Sumedang.

Berbeda dengan tahu yang dimasak dengan rendaman kunyit sehingga kuning di permukaan, tahu Sumedang dibiarkan natural. Warna tahu mentah ini putih, serupa warna kedelai.

Dipotong kecil-kecil, tahu Sumedang lalu digoreng pada minyak yang merendam semua bagian tahu. Dampaknya, tahu menjadi lebih krispi. Di Sumedang, ada banyak gerai yang menyediakan tahu enak, di antaranya Tahu Bungkeng dan Tahu Palasari.

(iqk/iqk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads