Hajat Walilat Sebelum Idul Fitri dalam Tradisi Sunda

Hajat Walilat Sebelum Idul Fitri dalam Tradisi Sunda

Dian Nugraha Ramdani - detikJabar
Selasa, 09 Apr 2024 17:30 WIB
Ilustrasi Lebaran Hari Raya Idul Fitri
Ilustrasi. (Foto: Getty Images/iStockphoto/May Lim)
Bandung -

Orang Sunda zaman dulu, punya tradisi yang bernilai sosial tinggi ketika akan menghadapi Lebaran alias Idul Fitri. Satu di antaranya adalah saling berkirim makanan hasil masakan sendiri. Tradisi ini dinamakan hajat walilat.

Memang sudah kebiasaan, jika hari terakhir puasa, maka sejak pagi orang-orang sudah pergi ke pasar untuk membeli bahan masakan. Bahan-bahan itu sejatinya dimasak untuk bersantap esok harinya, seusai sholat Idul Fitri ketika sanak famili berdatangan untuk bersalaman dan saling bermaafan. Usai 'silih lubarkeun', maka masakan Lebaran disantap bersama-sama.

Namun, tradisi hajat walilat berlangsung sebelumnya, yaitu pada malam takbiran. Orang-orang saling berkirim makanan yang dikutip dari persediaan masakan untuk Lebaran.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Orang yang menerima kiriman makanan itu tentu merasa senang dan senang pula membalas kiriman itu dengan masakan terbaik yang dimilikinya.

R. Akip Prawira Soeganda dalam "Upacara Adat di Pasundan" (1982) menjelaskan dengan detail yang dijadikan bahan kiriman dalam tradisi berkirim itu adalah nasi dengan lauknya.

ADVERTISEMENT

"Waktu magrib menginjak tanggal 1 Syawal, tiap rumah bersedekah, ada yang mengundang teman, tetangga, ada juga yang diantar-antarkan saja. Waktu itu seolah-olah tukar menukar hidangan; berkenduri petang itu dinamai "hajat walilat" atau "hajat lebaran". Yang dibuat hidangan umum ialah nasi dengan lauk-pauknya. Cara sedekah tiap desa tidak sama, ada yang sore dengan keesokan harinya (pagi-pagi) jadi dua kali. Yang sedekah sore dikatakan: hajat walilat, yang paginya: hajat lebaran, hidangannya biasanya ketupat."

Mengapa Namanya Hajat Walilat?

Frasa hajat walilat sebenarnya bermuatan informasi tentang sebuah sedekah yang dilakukan pada malam lebaran, ketika orang-orang Sunda di masjid-masjid melantunkan kalimat takbir. Aktivitas yang umum disebut 'takbiran'.

Kata 'hajat' di dalam bahasa Sunda punya beragam arti. Pertama, hajat diartikan sebagai sebuah keperluan. Hajat adalah serapan dari bahasa Arab. Maknanya sama, yaitu 'keperluan'. Kedua, hajat di dalam bahasa Sunda diartikan sedekah, hadiah, atau pemberian.

Kamus Sundadigi buatan Universitas Padjadjaran mengartikan 'hajat' sebagai berikut: (Ar.), I. kaperluan at. niat; II. hadiah at. sidekah; ngahajatan: mikeun hadiah; pahajat: hadiah at. paméré; hajat kiparat: hadiah minangka ngalebur dosa.

Selanjutnya, kata 'walilat' yang terdengar seperti kata 'walillah' (dan untuk Allah) dalam untaian kalimat takbiran. Kalimat itu lengkapnya 'Allahu akbar, Allahu akbar, laa Ilaaha Illallah, Allahu akbar, Allahu akbar walillah-ilhamdu'.

'Walilat' memang semacam pengucapan untuk 'walillah' dalam untaian kalimat takbir yang diucapkan umat Islam Sunda pada saat malam takbiran, menyongsong pagi Idul Fitri. Demikian yang dijelaskan Kamus Sundadigi.

Lebaran

Selain hajat walilat, masyarakat Sunda juga melaksanakan pembayaran zakat fitrah sehari sebelum Lebaran. Dalam tulisannya, R. Akip Prawira Soeganda mengatakan, bunyi tabuhan beduk untuk memberi tahu bahwa nanti sore, ketika Magrib tiba, adalah 1 Syawal, juga menjadi tanda untuk warga bersegera mengeluarkan zakat.

Sore itu juga, masyarakat mulai berdatang ke rumah lebe atau ustaz, atau siapapun yang dianggap terpandang untuk menyerahkan zakat fitrah. Ukuran zakat itu adalah beras sebanyak 3 kati bagi setiap orangnya.

Orang-orang Sunda mementingkan mengeluarkan zakat. Sebab kemudian jika tidak bisa mengeluarkan zakat, akan terasa terhina. Maka, jika ada orang menghina, orang Sunda akan berkata mengapa dia dihina, seolah-olah dia itu orang tidak megeluarkan zakat saja: "Na ngahina teuing kawas ka jelema anu teu dipitrahan bae".

Keesokannya, ada bunyi kentongan pertanda Subuh awal, dan semua orang akan pergi mandi, membersihkan diri. Pada pagi harinya, orang-orang Sunda bersiap ke masjid untuk sholat Idulfitri. Seusai sholat dan mendengarkan khutbah, barulah semua bersalaman saling memaafkan. Upacara bersalaman saling memaafkan ini disebutlah Lebaran.




(orb/orb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads