Herry Arnas: Dulu Pencipta Lagu Nike Ardilla, Kini Penjual Barang Jadul

Herry Arnas: Dulu Pencipta Lagu Nike Ardilla, Kini Penjual Barang Jadul

Elia Amaliana - detikJabar
Minggu, 07 Apr 2024 14:00 WIB
Herry Arnas
Herry Arnas (Foto: Elia Amaliana/detikJabar)
Bandung -

Seorang pria tua terlihat sedang menggosok batu akik di dalam toko miliknya. Ia adalah Herman Hermawan atau kerap disapa Herry Arnas, salah satu pemilik toko barang jadul di Pasar Cikapundung Bandung.

Saat ini ia berumur 68 tahun dan memilih berjualan barang jadul untuk mengisi masa tuanya. Herry tertarik mengoleksi barang jadul dan antik dikarenakan hal tersebut berkaitan dengan seni. Sesuai dengan yang ia minati dari saat masih muda.

Dulu saat masih muda Herry sempat terjun di bidang musik selama beberapa tahun. Ia bekerja menjadi promotor acara sekaligus koordinator artis dari tahun 1975 sampai 2001.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari pekerjaannya tersebut ia bisa membangun relasi dengan banyak artis Indonesia 90-an. Seperti Nafa Urbah, Nike Ardilla, Paramitha Rusadi, Ikke Nurjanah, dan masih banyak lagi. Hery juga merupakan sahabat sekaligus pengurus manajemen Deddy Dores selama 17 tahun.

Karena memiliki bakat dalam bermusik, ia sudah merilis beberapa lagu untuk dinyanyikan oleh artis terkenal Indonesia. Salah satunya lagu Nike Ardilla yang berjudul 'Tak Mungkin Bersatu' yang rilis pada tahun 1994. Herry memiliki peran penting karena ia menjadi penulis sekaligus komposer di lagu tersebut.

ADVERTISEMENT

"Dulu saya pernah bikin lagu buat Niki judulnya 'Tak Mungkin Bersatu' ini rilis tahun 1994," ujar Herry sambil memutarkan lagu Nike.

Setelah bertahun-tahun menggeluti industri musik ada kalanya Herry merasa jenuh dengan pekerjaannya. Di tahun 2000-an ia memilih untuk bekerja di DPR sebagai asisten di salah satu partai Indonesia.

Sembari bekerja di partai ia membuka toko barang jadul pada tahun 2012 yang pada saat itu dipegang oleh anak laki-lakinya. Hingga pada tahun 2019 ia kembali ke Bandung untuk mengurusi tokonya hingga saat ini.

"Saya sudah jenuh di musik jadi saya terjun ke politik, saya kerja yang 'betul' dulu jadi asisten di partai, ditugasin di Kalimantan sampai 2019. Jadi toko ini sempat dipegang sama anak laki-laki saya," ujar Herry.

Herry mengatakan jika ia ingin mengisi masa tua dengan kegiatan yang menenangkan namun masih berkaitan dengan seni. Ia mengatakan ada banyak hal lain yang harus ia lakukan untuk memaknai hidup yang sesungguhnya.

"Masa tua mah di sini saja, saya sudah gak mau di musik lagi. Saya pengennya yang tenang, karena kita masih ada misi dalam hidup bukan untuk duniawi saja tapi kita juga intinya mencari jalan pulang. Jadi spiritualnya harus terisi juga," ujar Herry.

Herry juga bercerita jika barang pertama yang ia jual adalah kaset, keyboard, dan piringan hitam lengkap dengan tune table-nya.

"Barang pertama yang dijual itu ada kaset sama piringan hitam. Apa aja barang-barang di rumah di bawa ke sini. Lalu setelah terjual saya bisa beli barang lainnya lagi," katanya.

Herry mengatakan pasar antik ini semakin sepi peminat, berbeda dari tahun sebelum covid melanda. Namun karena ia adalah seorang penikmat ia akan tetap berjualan di sana. Ia juga sudah memiliki perhitungannya sendiri agar keuangannya tetap stabil.

"Karena saya penikmat, ada yang beli syukur gak ada yang beli gak apa-apa. Tetap saja saya mah begitu. Tapi saya punya perhitungannya sendiri biar tetap stabil. Namanya suka duka udah jadi seni dalam kehidupan, jadi dijalanin saja," lanjutnya.

Karena sang istri sudah berpulang dan anak-anaknya juga kini sudah punya kehidupan masing-masing. Bagi Herry ini adalah waktu untuk memerdekakan diri dan menikmati kesendirian bersama dengan toko barang jadul miliknya.




(dir/dir)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads