Kamus 'Lisaanul Arab' karya Ibnu Mandzur memuat lema 'hijab' dengan beragam makna. Namun, inti dari makna-makna yang ditawarkan dalam kamus tersebut menegaskan bahwasanya kata 'hijab' artinya penghalang.
Hijab, kata Ibnu Mandzur, adalah sesuatu yang dengannya dapat menghalangi. Tegasnya, segala sesuatu yang menghalangi di antara dua perkara.
Dia juga mengartikan, hijab adalah kain yang halus seakan-akan sebuah kulit yang memblokir pertemuan dua sisi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada penjelasan lebih lanjut, Ibnu Mandzur menukil perkataan Nabi Muhammad SAW tentang kata 'hijab'. Yaitu, pernyataan nabi bahwa Allah SWT akan mengampuni semua hambanya, selama hamba itu tidak terjerumus kepada 'hijab'. Para sahabat bertanya, ya Rasul apa yang dimaksud hijab itu? Rasulullah menjawab, seseorang meninggal dunia dalam keadaan musyrik, seolah-olah dia terhijab oleh maut dari iman.
Hingga sejauh ini, kata hijab masih bermakna umum, bukan mengerucut sempit sebagai sesuatu yang menutupi kepala. Begitu pula arti hijab yang ditawarkan kamus Al-Munawwir, karya Ahmad Warson Munawwir.
Menurut Munawwir, sebagaimana dinukil Muhammad Nur Qadrijal dalam skripsi berjudul "Hijab Menurut Perspektif Yusuf Al-Qardhawi", UIN Ar-Raniry, Banda Aceh (2019), menyebutkan makna yang lebih umum dapat dipahami dari asal kata hijab tersebut yang berarti menutupi, melarang masuk (karena sesuatu yang ditutup), menghalangi atau merintangi (karena telah ditutup), atau tersembunyi (karena tertutup).
Nur Qadrijal mengatakan, Zaitunah Subhan menyatakan bahwa pada beberapa muslim di negara-negara Barat, kata hijab dalam konteks pakaian sering diasosiasikan sebagai kerudung. Dari sinilah terjadi penyempitan makna bahwa hijab adalah kerudung.
Jika "jilbab" merupakan pakaian longgar seperti gamis yang menutupi aurat perempuan, maka hijab secara kebahasaan cenderung merupakan sifat dari jilbab itu sendiri, sebagaimana maknanya menutup atau menghalangi.
Sejarah Hijab di Indonesia
Perkara aurat telah menjadi problem sejak Adam dan Hawa tinggal di Surga. Akibat tersingkapnya aurat dampak dari memakan buah terlarang, maka keduanya terusir dari tempat itu. Kronologi Adam dan Hawa ini menjadi keyakinan tiga agama besar Ibrahimi: Yahudi, Nasrani, dan Islam.
Karenanya, timbul anjuran untuk menutup aurat. Di antaranya bagi perempuan di dalam Islam, dengan menjulurkan jilbab ke sekujur tubuh. Menutup aurat bersifat wajib ketika melaksanakan sholat. Perempuan yang melaksanakan sholat wajib menutup sekujur badannya kecuali wajah dan telapak tangan.
Di Indonesia, menutup aurat ketika sholat sudah menjadi ketentuan yang ditaati sejak dahulu. Gerakan Paderi di Sumatera pada abad ke-19 telah menyuarakan pakaian penutup aurat di masyarakat.
Sebuah skripsi di UIN Raden Fatah Palembang, menjelaskan G.F Pijper mencatat istilah "mukena" telah dikenal sejak 1970-an di masyarakat Sunda. Meski begitu pemakain pakaian penutup aurat dalam kehidupan sehari-hari tidak serta merta terjadi di masyarakat.
Namun, di tempat lain, ada pula kelompok orang yang terus memperjuangkan populernya hijab di masyarakat. Skripsi tersebut menjelaskan, di antaranya, pada tahun 1940, dua tokoh keturunan bani Alawi, Idrus Al Mansyhur dan Ali Bin Yahya mulai menggerakan dakwah pemakaian Berguk bagi wanita, kata itu berasal dari Burqa, di sebuah pertemuan yang dihadiri 60 orang.
Terdapat keprihatianan dari mereka kepada degradasi moral kaum wanita. Ketika itu dibicarakan, terdapat banyak wanita muslim yang tidak menggunakan kerudung. Dari sini memunculkan kewajiban penggunaan Berguk pada kalangan perempuan Alawiyyin.
Dakwah ini tidak hanya di Solo namun juga merebak ke Surabaya menimbulkan pertentangan, namun kampanye penggunaannya itu redam dengan sendirinya.
"Upaya memasyarakatkan hijab semakin berat ketika Indonesia dikuasai Orde Baru. Perjuangan berat umat Islam khususnya kaum perempuan muslim mendapat tantangan keras dari pemerintah, khususnya dari pejabat dinas pendidikan dan militer,"
"Militer dalam hal ini angkatan darat, muncul sebagai kekuatan yang sangat dominan dan mendominasi dalam panggung politik," tulis skripsi itu.
Hijab, jilbab, dan pakaian penutup aurat sejenisnya kemudian semakin luas dipergunakan dalam keseharian dan semakin populer seiring dengan tumbangnya pemerintahan Orde Baru di Indonesia, hingga sekarang ini, terlihat dari menjamurnya beragam jenama hijab terkenal.